23 •• Jari Manis ••

21 10 5
                                    

Suara obrolan ringan para pasukan terdengar begitu menyenangkan. Mereka membicarakan keluarga, saudara dan kejadian lucu yang pernah mereka alami sebelumnya.

Canda dan tawa mereka membaur seolah-olah melupakan kenyataan bahwa mereka kini sedang mempersiapkan perubahan dalam skala besar.

"Adikku benar-benar menyebalkan saat hamil dulu... Dia meminta sesuatu yang aneh dan aku dilibatkan saat mencarinya..." Seorang pasukan bercerita.

"Benar! Perempuan-perempuan hamil itu kadang menyebalkan."

"Mereka terkadang jadi cengeng dan lebih mudah marah. Lebih baik tidak mendekati mereka saja."

"Tapi... Pangli— ah, maksudku kak Luna tidak terlihat seperti itu."

"Iyaaa... Benar! Benar! Dia bahkan jauh lebih baik dari biasanya... Apa karena dia mengandung kesatria putih?"

"Kudengar wanita yang hamil kesatria putih kecerdasan dan kekuatan mereka meningkat berkat bayi yang dikandungnya... Sepertinya memang kelihatannya begitu..."

"Ya, tapi dia tetap ibu hamil, kan? Bukankah seharusnya dia juga memiliki keluhan yang sama seperti ibu hamil lainnya?"

"Mungkin... Dia hanya tidak ingin menunjukkannya. Kalian tau, kan? Selama ini pangli— maksudku kak Luna. Dia selalu bersikap dewasa dan tegas."

"Ah, Kepala pasukan!" Mereka menyapa Benedict yang sudah kembali berjalan mendekat pada kumpulan.

Pria berwajah kecil yang kelihatannya baru saja menyapa Luna. Jika dilihat dari penampilannya, sepertinya gadis itu baru saja ingin berangkat mencari obat-obatan.

"Kalian masih mengobrol disini? Masih ada banyak bunga Reid yang harus di periksa lagi, kan? Kalian harus bersiap..." Benedict membuka lembaran kertas yang dibawanya.

Pria itu kembali disibukkan dengan daftar perlengkapan yang harus dia periksa nantinya. Masih berderet banyak sekali di tulisannya.

"Oh ya kepala pasukan! Apa kak Luna pernah meminta sesuatu yang aneh selama hamil ini?" Seorang pasukan mengangkat tangannya. Menunjukkan bahwa dirinyalah yang tengah bertanya.

"Hmm?" Pria itu mengerlingkan matanya. Berfikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. "Selama ini tidak..."

"Luna...!"

Pandangan matanya beralih ke arah seseorang yang baru saja memanggil nama gadis yang baru saja ia temui. Seorang pria dengan rambut pirang cerah. William.

"Kita membutuhkan banyak obat, kan? Aku akan membantumu mencarinya. Kau akan menyisir ke daerah mana?" Pria itu meraih tali kekang keledai yang Luna pegang. Lalu merebut  tas gendong yang dibawa gadis itu. Menyisakan nampan rotan saja untuknya.

William yang selama enam bulan terakhir menggantikannya mencari obat untuk desa. Sudah jelas dia sedikit demi sedikit memahami seluk beluk obat-obatan herbal selama mempelajarinya. Dia bisa membantu Luna.

"Ah, mungkin selama di pengasingan kak Luna meminta sesuatu yang merepotkan pada kepala desa." Seseorang menyeletuk di belakangnya.

Sedetik kemudian, pasukan yang berbicara tadi mendapatkan tatapan mata tajam dari Benedict. Membuatnya terjingkat kaget.

"A—ada apa, kepala pasukan?" Ia memasang posisi waspadanya.

Menutup matanya. Benedict kemudian memijit pelan pelipisnya yang terasa berat. Ia menghela nafas panjang.

Pikirannya benar-benar kacau.

"Tidak. Lanjutkan saja pengecekannya." Ujarnya.

"Bunga Reid itu benar-benar bau, kepala pasukan... Jad— baik."

My Empress | CIXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang