Hari sudah pukul tujuh pagi, dan sekolah sudah tampak ramai.
Mentari berjalan dengan semangat mencari kelasnya. Sejak di gerbang sekolah Adilla sudah terpisah darinya, entah ke mana gadis nakal itu. Tapi Mentari tidak peduli, karena Adilla itu bukan anak kecil lagi.
Sejak kecil mereka selalu satu sekolah, tapi tidak pernah sekelas. Adilla bukan gadis yang pintar, gadis pembuat onar dan nakal. Adilla pernah membuat surat sakit palsu, lalu membolos bersama teman-teman nakalnya. Dan ibunya tidak pernah tahu soal Adilla dan perilakunya di sekolah.
Sementara Mentari, ia anak yang baik, hanya saja gadis itu terlalu pemalas. Kelemahan terbesar Mentari ada dua. Pertama, ketika ia mendengarkan penjelasan guru Mentari akan langsung tertidur. Pelajaran yang ia suka hanya Bahasa Indonesia, selain pelajaran itu ia akan tertidur. Untuk mencegah ia tertidur di kelas, Mentari akan menulis. Apa pun, baik materi, lirik lagu, puisi atau hal-hal yang ada di pikirannya. Dan itu mampu mencegah pulpen guru yang akan mendarat di kepalanya.
Kedua, adalah cowok tampan. Alasan kenapa Mentari bersemangat untuk sekolah adalah karena ia ingin melihat pria tampan. Belum ada pencegahan untuk kelemahan kedua, kecuali kalau ia sudah punya pacar. Tapi, itu tidak akan pernah terjadi.
Baru saja Mentari menyaksikan pertandingan basket kakak kelasnya, dan sekarang ia akan menuju kelas barunya.
Setelah lama mencari, akhirnya ia menemukan kelas sepuluh A1.
Mentari menarik dan mengembuskan napas. Dengan gugup gadis itu mendorong pintu. Saat pertama menginjakkan kaki di lantai kelas barunya, semua mata tertuju pada Mentari. Setelah itu para siswa-siswi kembali pada kegiatan mereka masing-masing.
Ada beberapa murid yang membaca buku, ada juga yang mengobrol dan sisanya tertidur.
Mentari berjalan canggung menuju bangku terakhir yang masih kosong. Tidak ada yang ia kenal di kelas ini, sepertinya Mentari harus mencari teman baru lagi.
Mendaratkan bokongnya di kursi dan mulai menyiapkan tasnya untuk di jadikan bantal. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, tidak ada guru yang masuk sehingga para siswa-siswi berkeliaran ke mana-mana. Mungkin pembelajaran akan di mulai besok.
Gadis yang berada di bangku depan Mentari, memberikan kertas yang berisi nama para siswa dan siswi kelas sepuluh A1.
"Tulis nama, alamat sama nomor hape," gadis dengan model rambut Shag ala Meg Ryan itu kemudian menunjuk gadis yang memakai jaket ungu yang berada di bangku paling depan, dekat meja guru. "kasih kek dia, biar dia kasih kek wali kelas."
Mentari mengangguk, kemudian mengambil pulpen pilot miliknya lalu mengisi nama dan di lanjutkan dengan alamat dan nomor hape.
"Btw, nama aku Tia, cewek yang paling miskin di kelas ini."
Tia menjulurkan tangannya pada Mentari. Mentari menatap tangan itu lalu membalas dan berjabat tangan.
"Mentari, panggil Tari aja." Mentari tersenyum tipis dan melepaskan jabat tangan mereka. "Dan, bukan cuma lo yang miskin, gue juga."
Tia mengangguk sambil membuka bungkus mienya, lalu menabur bumbu dan mengguncang-guncang mie itu.
Mentari merasa canggung, lalu kembali fokus untuk mengisi nomor hape di kertas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Pagi, Mentari
Novela JuvenilCerita tentang Mentari, Adilla, Tasya dan Dean yang melewati masa remaja di awal tahun 2000-an Cerita ini terinspirasi dari drama korea populer, Repply 1988