"To the point jika ingin berkata. Jangan bertele-tele sehingga membuat semuanya semakin rumit dan sakit."
—Sean—
...
"Apa yang kalian bicarakan tadi?"
Brian datang menghampiri Ega yang tengah berdiri di samping motornya sambil melihat helm hitam-coklatnya. Dari apa yang dilihat oleh mata jeli Brian, raut wajah Ega sekarang sedang rumit. Ada banyak garis wajah yang saling tumpang tindih. Belum lagi sorot matanya yang tidak fokus. Sudah dapat dipastikan bahwa ada yang terjadi sebelumnya.
Ega menghela napas. Dia tidak menyembunyikan apapun. Memang tidak berniat juga untuk tampil baik-baik saja. Dia bukan tipe orang yang menyembunyikan masalah. Jika ingin diungkapkan maka akan diungkapkan.
"Aku dapat warning," ungkap Ega.
Dia kembali menghela napas. Kentara sekali bahwa dirinya sedang memikul beban berat. Tidak biasanya memang Ega akan terlihat pusing atau lelah oleh suatu masalah. Biasanya dia akan baik-baik saja, atau setidaknya tidak akan sampai terpikirkan sampai menghela napas seperti ini.
Ini menarik minat Brian untuk menanggapi masalah sobatnya dengan lebih serius. Dia tahu jikalau teman dekatnya saat ini tengah dalam masalah yang serius.
"Itu bagaimana?" tanya Brian menuntut penjelasan untuk semuanya. "Eh, bukan. Memangnya kenapa? Kamu kenapa sering telat?"
Rasanya salah jika langsung bertanya bagaimana masalahnya. Lagipula dirinya sudah tau bahwa Ega mendapatkan masalah yang serius. Dia seharusnya bertanya soal sebabnya. Makanya, dia langsung mengoreksinya.
"Bukankah aku sudah cerita masalahku kemarin?" Ega malah bertanya balik.
Mana nanyanya dengan raut wajah heran dan polos lagi. Ini membuat dia tampak seperti orang bego dan linglung.
Tentunya pertanyaan Ega membuat Brian mencebik. Dia sebal melihat wajah Ega yang sekarang. Sungguh membuat rasa ingin menampol timbul dengan cepat.
"Memangnya bagaimana emosimu kemarin? Macam perempuan yang lagi get periode," sindir Brian.
Bibirnya sampai menye-menye ketika mengucapkan semua itu. Jadinya gemes minta dicium.
Ega tak menanggapi sindiran halus temannya. Dia hanya membalas dengan tatapan tanpa minat dan mengendikkan bahunya santai lalu berkata, "Waktu latihan pertama sama Kak Avis, Kak Sean dapet masalah gara-gara aku. Jadi, kemarin dan hari ini ada kaitannya dengan kesalahanku."
Bibir tipis Brian yang awalnya mencebik kini berganti dengan bentuk 'O' yang bulat dan kecil. Dia ber-oh pendek sambil mengangguk beberapa kali. Tandanya dia mengerti tentang ceritanya.
Memang bukan rahasia lagi tentang Sean yang nempel pada Ega. Brian tahu itu. Setidaknya dia paham tentang garis nempel antara Sean dan Ega. Menurutnya itu sedikit berlebihan dan aneh.
"Lalu mamamu tidak melakukan apapun?" tanya Brian secara tidak sadar.
Pertanyaan itu mampir sekilas dan tidak dimaksudkan untuk dikeluarkan, namun sarafnya keburu menangkap dan mulutnya terbuka. Sampai akhirnya keluarlah pertanyaan bodoh dan ceroboh milik Brian.
"Kebodohanmu bertambah atau pikun?" tanya balik Ega dengan wajah malas, datar, dan dingin.
Memang tak salah Ega membalas dan bersikap demikian. Pertanyaan Brisn sungguh bodoh sih. Padahal Brian sudah sering melihat bagaimana sikap mamanya Ega terhadap Sean. Itu sudah tidak bisa ditutupi lagi. Sekilas pun tahu bagaimana tingkat kepedulian Mira kepada Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓
Fiksi RemajaWelcome to my universe 🔰 "It looks simple, but it is more deep and complicated inside." -Alzena Ainsley, the author of wonderful story. °°° Ega Asherxen itu laki-laki yang cukup baik. Baik dalam ketampanan dan dalam kepintaran. Tapi kurang baiknya...