***
JAKARTA, 25 APRIL 2020.
Gedung fakultas kedokteran .
"Dosen baru tadi ganteng, kan?"
"Nggak."
"Mata lo kayaknya silinder deh, Sya. Orang ganteng gitu. Gila sih, matanya, hidungnya, bibirnya yang merah bikin gue salfok, sial!"
Sakila hanya mampu menggelengkan kepala atas tingkah laku Fanisa- teman kampusnya.
"Gue cariin ternyata udah dikantin." Dia menatap Kanaya yang baru datang dan menarik satu kursi di sampingnya.
"lo bucin mulu sih sama si Negara." cetus Fanisa.
Kanaya mendelik, tak terima dengan kalimat terakhir perempuan itu.
"Alaska, bukan Negara." koreksinya ketus.
"Alaska nama negara kan? berarti nggak salah dong?" balas Fanisa, sewot.
"Lo pesen makanan sana," ucap Sakila pada Kanaya. Sebenarnya dia berusaha mengalihkan perdebatan kedua orang itu sebelum merembet kemana-mana.
"Lo nggak capek apa? tiap hari dateng ke fakultas kedokteran cuman buat makan sama kita." tanya Fanisa, sembari mengaduk Pasta yang akan dia makan.
"Nggak sih, lagian gedung kita sebelahan."
"Tapi, kenapa lo nggak masuk kedokteran dan malah masuk manajemen?"
"Gue suka sama bisnis, apalagi kalo udah ngelola perusahaan. Mangkannya gue masuk jurusan yang sama kayak pacar gue."
Fanisa mengangguk mengerti, kemudian tatapannya beralih pada gadis dihadapannya yang sibuk dengan makanannya.
"Kalo lo, Sya? Lo masuk kedokteran karena apa?"
"Ha?" Sakila mengangkat wajahnya. Melirik Kanaya yang sama-sama terkejut karena pertannyaan Fanisa.
Fanisa menatap keduanya secara bergantian. Keningnya mengerut, bingung saat melihat wajah Sakila yang memancarkan raut kesedihan.
"Gak perlu lo jawab, Kil." Dan Fanisa semakin dibuat bingung dan penasaran karena ucapan Kanaya barusan.
"Gue masuk kedokteran, supaya gue bisa membantu orang-orang yang butuh bantuan medis. Karena gue nggak mau, orang-orang diluar sana merasakan kehilangan hanya karena keterlambatan kinerja medis." Sakila menerawang kedepan dengan senyuman getir.
"Karena gue pernah merasakan di posisi itu, dimana saat orang yang kita sayang pergi meninggalkan, tapi kita sendiri tidak bisa melakukan apapun selain mengikhlaskan."
***
Semesta pernah menjadi saksi, tentang perjalanan dua insan yang kini dipisahkan. Melukis indahnya gambar kehidupan yang tak pernah mereka bayangkan.
Kehilangan, Dia.
Takdir kehidupan yang dibenci sejak kepergian cintanya. Merenggut kebahagiaan yang terawal membuncah dan kini sirna tanpa persetujuan darinya.
Semesta, saya tidak pernah meminta untuk hidup selamanya. Tapi, saya hanya meminta untuk jangan pernah merenggut apa yang saya miliki.
- Dari penduduk bumi yang membenci semesta.
Sakila memandang deburan ombak yang menyurut. Dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari langit senja. Kemudian dia berkata.
"Tiga tahun lalu, kamu adalah fenomena yang begitu saya sukai bersamanya. Tapi setelah kepergiannya, saya mendadak lupa cara untuk menyukai kembali." Kedua kaki jenjangnya bergerak, melangkah kecil disisi pantai.
"Bahkan saya lupa, kapan terakhir saya bahagia dan tersenyum sambil menyapamu seperti dahulu kala."
Kedua matanya tiba-tiba terpejam saat rasa sesak menggerogoti ulu hatinya. Dia kembali membuka mata saat rasa itu mulai mengurang.
"Senja, saya menitip pesan untuk tokoh favorit yang telah pergi membawa bahagia. Ijinkan saya untuk bertemu dengannya walau hanya ilusi semata. Dan ajarkan kembali untuk saya bahagia."
***
"Selamat pagi, siang, sore dan malam pemilik hati."
Glace tersenyum lebar didalam layar.
"Gimana hari ini? Alaska sama Haikal melakukan tugasnya untuk menjaga kamu, kan?" tanya cowok itu diakhiri kekehan ringan.
"Aku buat video ini untuk kamu yang dilanda rindu. Harus selalu rindu, ya? karena aku disini, juga sangat merindukan perempuan yang sudah mengunci perasaan ini."
"Jangan pernah sedih, ya? Nanti dunia kaget lagi. Karena yang mereka tahu, senja hadir saat akan menjelang malam, bukan senja hadir karena hujan yang datang."
"Kalo kamu rindu, maka aku akan lebih rindu."
Sakila menghentikan putaran video didalam laptopnya dengan kedua mata yang sudah memanas.
"Terima kasih untuk pengajaran hari ini, Lino."
Tangannya tergerak, meraih sebuah figura mini yang terisi fhoto dirinya bersama Glace dengan seragam putih abu dan senyuman lebar yang menghiasi kenangan itu.
"Rindu ini tidak perlu aku suarakan, karena semesta, pun, tahu, jika aku merindukanmu, selalu."
"Sejauh dan selama itu kamu pergi. Kamu, akan selalu menjadi tokoh favorit didalam cerita ini."
Kemudian dia memeluk erat figura tersebut disertai cairan-cairan bening yang berjatuhan dari kedua bola matanya.
-AND FINISH-
INI BENAR-BENAR AKHIR DARI KISAH KITA BERDUA. KAMU YANG PERGI, DAN SAYA YANG MASIH DISINI BERSAMA LUKA YANG TAK KUNJUNG MEMUDAR.
TERIMA KASIH, KARENA KAMU PERNAH MENJADI SALAH SATU PENGHUNI DIDALAM HIDUP SAYA. MEMBERIKAN SAYA BAHAGIA DAN LUKA.
DAN SAYA PASTIKAN, KAMU TIDAK AKAN PERNAH BISA MASUK KEMBALI KEDALAM RINDU INI. KARENA KITA, TIDAK AKAN PERNAH BISA MELANJUTKAN KISAH YANG SUDAH SAYA AKHIRI. DISINI.
KAMU SAYA ABADIKAN DALAM BENTUK TULISAN, DAN SAYA CIPTAKAN DENGAN APA YANG KAMU LAKUKAN. HANYA SAJA, SAYA MENYEMPURNAKAN TOKOH UTAMA CERITA INI.
----
Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang selalu mendukung saya selama proses pembuatan karya ini. Terutama untuk para pembaca setia yang selalu memberikan semangat dan dukungan sampai saya bisa menyelesaikan cerita ini.
Saya tidak pernah menyangka bisa sampai pada tahap ini. Thanks you!!
GOOD BYE AND SEE U!!
SAMPAI JUMPA DI KARYA SAYA SELANJUTNYA.
DADA!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙲𝙾𝚆𝙾𝙺 𝙳𝙸𝙽𝙶𝙸𝙽- [ʀᴇᴠɪsɪ]
Ficção AdolescenteSenja mengajarkan, sesuatu yang indah, bisa datang dan pergi dengan semaunya tanpa kita duga dan sangka. Jangan pernah lupa, bahwa disetiap pertemuan pasti akan ada sebuah perpisahan. Kita tidak bisa menduga kapan perpisahan itu akan tiba dan beruj...