Samantha
Kurasakan kepalaku berputar, dan pandanganku mengabur. Mungkin ini efek dari tidak minum sehari penuh. Karna penelitian mengatakan bahwa kau tidak bisa bertahan tanpa minum. Kini aku menjadi bukti bahwa penelitian itu benar.
Aku tak tahu apakah aku berhalusinasi atau tidak, tapi aku mendengar suara pintu terbanting. Lalu masuklah 3 orang dengan baju serba hitam, dengan masing-masing membawa senapan.
Perlahan kurasakan hawa dingin mulai menjalar lengan dan tubuhku, walau dahiku mulai berkeringat. Kepalaku pening dan nafasku berat. Aku tak sanggup lagi, aku merasa badanku akan segera lumpuh. Dan yang ku inginkan saat ini hanyalah berbaring.
Maka, ku tarik nafas panjang beberapa kali dan menghembuskannya perlahan-lahan. Tapi, itu tidak membantu. Karna kini, aku tak dapat melihat dengan jelas siapa mereka, atau apa yang mereka katakan.
Pengelihatanku terganggu oleh cahaya-cahaya kecil terang yang menyebalkan. Sedang telingaku mulai berdengung, seakan ada puluhan nyamuk di sebelah telingaku.
Tapi waktu terus berlalu, aku yakin ini tidak lebih dari 5 menit, tapi 2 kali lipat lebih lama bagiku karena gejala pingsan sialan ini.
Salah satu dari orang yang berpakaian serba hitam menghampiriku dan mengatakan sesuatu yang tidak dapat kupahami. Lalu Ia memotong tali tambang yang bedebah itu gunakan untuk mengikat ku di kursi.
Ia mengatakan sesuatu kepada entah siapa di sana. Telingaku terlalu berdengung untuk menangkap kata demi kata yang Ia ucapkan. Akhirnya tanganku terbebas setelah hampir 24 jam terikat kebelakang.
Senang rasanya bisa bebas. Tapi bukannya menaati keinginanku, badanku justru jatuh kekanan. Sekarang yang bisa kupikirkan hanyalah betapa dinginnya lantai ini. Lalu orang itu mengulurkan tangannya untuk menangkapku, dan setelah itu, pandanganku berubah menjadi gelap.
Daniel
Kami menghabiskan waktu 45 menit dari jalan besar untuk mencapai lokasi yang terpancar dari sinyal gps. Mobil kami terparkir cukup jauh dari satu-satunya bangunan yang nampak di antah berantah ini.
Aku tak tau bagaimana John dan kelompok sialannya menemukan bangunan di sini. Mungkin ini kediamannya dulu, karena suasana di sekitar sini sama dengan hatinya, suram.
Semakin kami melangkah, semakin erat kegelapan menyelimuti kami. Tapi apa boleh buat, aku tak bisa membiarkan Samantha berada di bawah penyanderaan John lebih lama lagi. Bayangan akan mimpi buruk ku kembali, bagaimana wajahnya ternodai darah dan matanya yang memohon pertolongan. Aku lebih baik mati daripada melihatnya tersiksa dan tak berdaya.
"Dayton, kau baik?" Tanya Klein, pemimpin pasukan yang bertugas dengan ku dalam misi ini.
"Ya, tentu saja" jawabku begitu kembali tersadar.
"Okay, sekarang berpencar menjadi 3. McFlyn, dan Tyve pintu belakang, Wayne dan Klarck awasi di sini, Marren, dan Dayton, kalian ikut aku ke pintu utama" ucap Klein begitu kami berdiri 100 m dari bangunan tua itu.
Lampu bangunan ini menjadi satu-satunya sumber cahaya di sini. Seluruhnya tertutup oleh pepohonan dan gelapnya malam. Dengan gugup ku genggam erat kalung pemberian Samantha yang menggantung di leherku. Ku usap seluruh permukaan depan dan belakangnya.
Ketika ibu jari ku mengusap garis terluar persegi panjang kalung ku ini, baru ku sadari bahwa ada semacam rongga sangat kecil. Dengan tergesa-gesa ku lepas kalung itu dan meletakkannya di telapak tanganku dengan sisi belakang menghadapku.
"Ada apa Dayton?" Tanya Klein melihatku menyarungkan pisotlku
"Kurasa kalung ku bisa di buka" jawabku
"Apa kau punya semacam jarum atau peniti?" tanyaku kemudian
"Aku ada Bobby Pin" ucap Marren.
Lalu Ia melepas penjepit itu dari rambutnya, sehingga sekarang poninya jatuh kedepan. Sebagai opsir wanita yang bertugas,kau diwajibkan untuk menjaga rambutmu agar tetap Ku ambil jepit itu dan melepas bagian ujungnya, hingga yang tersisa adalah besi nya. Ku renggangkan jepit itu dan mulai menyungkil bagian belakang kalungku.
Ketika ku menyungkil nya sedikit keras, bagian belakang itu terbuka. Nampaknya ada engsel mungil yang tertempel di sisi samping. Setelah terbuka, ada busa hitam tipis yang menutupi apapun itu didalamnya. Ku ambil busa itu dan kulihat liontin infinity silver dengan 4 batu permata bening di sisi kanannya. Di sisi kirinya terukir '0207' dengan warna yang sama, sehingga bila kau tidak meletakannya di bawah sinar lampu maka tidak akan terbaca.
"Klein, ini liontin yang asli" ucapku membatu
Bila liontin itu menggantung di leherku selama ini, Samantha menjalankan misi bunuh diri. Ia mengorbankan dirinya demi keselamatan aparat keamanan. John pikir Ia menang saat berhasil menangkap Samantha, walau sebenarnya Ia jatuh pada perangkap.
"Kau yakin?" Tanya Klein
"Ya" jawabku tersenyum.
Tak lama kemudian, suara tembakan terdengar keras dan jelas. Dalam sekejap realita menghantamku, Samatha masih di dalam. Ku letakkan liontin itu dalam kalungku dan ku kenakan kembali kalung itu. Kini tanganku berada di pistol dan siap untuk menembak. Tapi Klein menahan lenganku, Ia memberi aba-aba agar sub-tim pertama jalan, baru setelah itu kami.
Setenang mungkin kami berjalan menuju pintu utama. Klein, membuka pintu, setelah itu aku dan Marren mengikutinya masuk. Semuanya sunyi, lalu kami berpencar, aku mendapat pintu terakhir di sudut ruang. Perlahan ku tekan gagang pintu dan mendorongnya.
Disana berdirilah John bersama dengan 2 anak buahnya, menodongkan pistol ke arah ku. Melihat box hitam terbuka di atas meja, kepalan tanganku mengeras. Perlahan senyum merekah dari wajah John.
"Lihat siapa yang datang, rupanya pukulan di tengkuk tak cukup baginya" ucap John
Sebelum aku dapat membalasnya, HT di pundak ku berbunyi.
"Kami menemukan Samantha, Ia tidak sadarkan diri" ucap Hammrock
John membeku, begitu juga denganku. Lalu Ia kembali tersenyum, menatap mataku yang kini dipenuhi amarah.
"Kau tidak berpikir kami hanya akan menahannya tanpa melakukan apapun kan?" tanyanya
Aku memutar otak. Mereka bertiga dan aku sendiri, bila aku melepaskan satu saja peluru, mereka dapat menghujaniku dengan belasan lainnya. Aku tak dapat memanggil Klein maupun Marren. Maka, aku hanya melakukan satu hal yang akan membuatku dipecat. Aku menembakkan peluru pada box hitam pemindai liontin yang terletak di meja sebelah John.
Begitu seluruh perhatian mereka terpusat pada box itu, kutembakkan peluru kedua dan ketiga kepada anak buah John. Bukan tembakan jitu, hanya membuat mereka lemah. Setelah itu aku menekan tombol merah pada HT di pundakku, memberi sinyal bahwa aku dalam keadaan darurat.
"Sungguh cerdas, tapi kau berakhir disini Daniel Dayton" ucapnya sebelum mengeluarkan pistol dari belakang.
Kini kami berhadapan dengan pistol dalam genggaman. Aku membidik jantungnya, Ia membidik kepalaku. Ia menarik pelatuknya, tapi aku bisa melihat darah membasahi dadanya. Aku tau aku tidak menarik pelatuk pistolku, atau itu yang aku pikirkan. Karena kini, ragaku mendadak berat. Seolah ada magnet yang menarikku ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Infinity Necklace
Teen FictionDaniel Dayton adalah salah satu siswa baru di suatu sekolah menengah atas di kotanya. Pengelola sekolah mewajibkan seluaruh siswa baru mengikuti masa orientasi yang diselenggarakan selama 4 hari di sebuah lapangan di pinggir hutan. dalam masa orient...