20. Dita dan Kegiatan Olahraga

12 8 0
                                    

"Kesetiaan itu akan terjalin ketika rasa kepercayaan sudah benar-benar tumbuh." –Dita Khansa Aurora

Pagi yang cerah secerah hati Dita yang saat ini tengah berjalan menyisir koridor utama. Berpakaian olahraga berwarna biru yang berpadu dengan warna putih kebanggaan SMP Antariksa, dia merangkul tasnya dengan ukiran senyum yang tak pernah pudar sedikitpun. Seolah-olah hari ini adalah hari yang paling menyenangkan dalam hidupnya.

"Aku siap! Aku siap!" ucap Dita bersemangat seraya meniru gaya Spongebob saat dia masuk ke dalam kelas.

Keadaan kelas pagi ini jauh dari kata ramai, bahkan bisa dikatakan senyap. Jelas sekali ini baru pukul enam pagi, sementara Dita sudah datang lebih awal dari biasanya. Tiupan angin pun masih begitu dingin menusuk pori-pori tubuh. Gadis dengan rambut diikat buntut kuda itu kemudian menaruh tasnya di atas meja lantaran orang di dalam kelasnya saat ini baru dirinya saja.

Dita berdecak kecewa seraya mendudukkan tubuhnya di atas meja. Bosan, ia sangat bosan. Sesekali, Dita melirik tip-x yang tergeletak di meja lalu mencoret-coret kolong meja orang lain dengan benda tersebut sekadar untuk menghilangkan rasa jenuhnya.

"Serba salah, ya, sekolah itu. Dateng pagi, enggak ada orang. Giliran dateng siang, eh malah dihukum. Kalau gue jadi presiden, gue bubarin yang namanya sekolahan," gumam Dita dengan tampang wajah gemasnya.

Ia kembali melanjutkan pekerjannya menjadi seorang seniman jebol akhlak. Bayangkan saja, kalau orang lain itu melukis mengenakan pensil atau pun kuas, dan hasilnya tentu saja indah. Lah, tidak dengan Dita yang malah menggambar hal-hal aneh di meja orang lain. Pantas saja, SMP Antariksa dijuluki sebagai sekolah sejuta misteri dengan pelaku pencoretan fasilitas sekolah yang sampai sekarang tak kunjung terungkap.

"Heh, heh! Lo lagi ngapain woi?!" Tiba-tiba, teriakan seseorang menginterupsi pergerakan Dita yang tengah berjongkok sambil menghiasi kolong mejanya sendiri. Dia lalu mendongak, mendapatkan Kisya dan Nisya yang tengah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Weh, budak-budak sawah dah dateng, nih—eh jangan, Bos, jangan. Canda atuh, euy," ucap Dita yang semula berniat meledek, seketika urung ketika Nisya mengangkat kepalan tangannya dengan tatapan tajam.

"Tumben lo udah dateng jam segini," celetuk Kisya dari belakang.

"Wih ada musuh! Halo enemy! Apa kabar?" Dita berjingkrak menghampiri Kisya dengan pandangan bersahabat.

Kisya mendengkus sebal sambil memutar matanya. Bisa-bisanya pertanyaan seperti itu terdengar telinganya di pagi hari seperti ini. L

"Good morning Kisya sayang." Dita mengulurkan salah satu tangannya, lalu mengusap wajah Kisya dengan lembut.

Namun, pergerakan tangannya langsung ditepis kasar oleh Kisya. Perempuan itu lantas bergidik ngeri seolah ingin muntah ketika Dita merayunya dengan kata-kata seperti tadi.

"Jijik anjir," misuh Kisya mendorong dada Dita agar menjauh dari wajahnya.

"Idih, galak amat lo sama anak yatim. Lo mau kena azab gara-gara ngehardik anak yatim, hah?! Masuk neraka tau rasa lo," sembur Dita geram.

"Heh!" ucap Nisya menepuk bahu Dita. "Jokes lo gelap banget anjir."

"Hah?" timpal Dita tidak mengerti.

"Hah, heh, hoh aja lo bisanya."

Nisya dan Kisya lalu berjalan meletakkan tasnya di kursi masing-masing. Seiring berjalannya waktu, keberadaan kelas mulai ramai didatangi murid-murid lainnya. Keheningan yang sempat melanda beberapa waktu lalu, kini malah bising dipenuhi suara-suara yang beragam.

NIKISYA [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang