Mata monoloidnya menyorot tajam, tak ada kelembutan di sana seakan enggan menunjukkan sisi dalam dirinya pada orang-orang asing dimata tapi tidak dengan anaknya. Daniel menghela nafas sedikit kasar.
Tidak fatal memang, hanya terjatuh disisi trotoar hingga membuat Jihoon terluka. Seharusnya Daniel berterimakasih pada pemuda tinggi didepannya yang saat ini membungkuk meminta maaf padanya kala mengatakan mereka hendak bolos dan terjadilah kejadian yang tak terduga ini.
Kekalutan dalam diri Jihoon juga mereka sampaikan tanpa melebih-lebihkan, Daniel tahu.
"terimakasih sudah menyelamatkan Jihoon." ujar Daniel akhirnya meluluh, melupakan sejenak kesalahan mereka. Hingga matanya menatap Younghoon dari atas hingga bawah.
"sudah periksa tubuhmu?"
"sudah paman, hanya memar pada punggungku." balas Younghoon sesopan mungkin.
"lebih baik kalian pulang." dan ketiga remaja itu pamit tanpa membuang waktu melangkah pergi meninggalkan dua pria di sana dengan teman mereka masih terbaring.
"Jungkook," Daniel menatap lamat Jungkook disampingnya, menunggu. "kau tahu apa yang akan terjadi saat Jihoon terbangun nanti?"
"aku tidak tahu... Ada dua kemungkinan. Jihoon menangis meraung mengingat kejadian itu, atau mungkin melupakannya begitu saja seperti tidak ada yang terjadi."
Hembusan nafas yang begitu teratur berbaur dengan baunya medis begitu kentara disekeliling. Itu tidaklah asing bagi keduanya. Pikiran mereka melayang dengan sendirinya, tatapan sendu menatap Jihoon yang merengut dari tidur. Daniel kembali bersuara.
"tolong pindahkan dia keruanganmu Jeon. Aku yang akan mengurus sisanya. Dia tidak perlu rawat inap, aku akan menunggunya sadar hingga laporan kesehatan mentalnya sampai padaku nanti." ujar Daniel sebelum pergi meninggalkan keponakannya di sana seorang diri.
Jungkook menyanggupi. Tidak akan menolak permintaan sang paman, dan hal ini tidaklah susah untuk dilakukan pamannya. Pamannya orang yang berpengaruh dirumah sakit besar ini, jabatanya cukup tinggi selain lisensi yang dipunya juga sudah sangat membanggakan keluarganya.
Ada tempat tidur khusus diruangan yang Jungkook miliki, di sekat dengan pintu lainnya selain untuk pasien jika ingin berkonsultasi seperti hari biasa. Ini sedikit berbeda.
Dan tepat sejam setelah Jihoon dipindahkan keruangannya, pemuda manis itu membuka matanya. Jungkook was-was menanti.
"dokter Jeon..."
"hai adik manis?" sebisa mungkin bersikap wajar, Jungkook menatap gerak-gerik Jihoon, melihat apakah ada yang mengganggu pemuda atau tidak.
Kelopak mata Jihoon mengerjap kembali. "apa aku dirumah sakit?"
"iya, ini diruanganku. Membutuhkan sesuatu?".
"Daddy?"
"mau dokter panggilkan?"
Jihoon menggeleng.
"Lalu teman-temanku?"
"mereka sudah pulang, teman-temanmu sangat mengkhawatirkanmu. Daddymu menemui mereka tadi untuk menanyakan apa yang terjadi, kau sangat nakal ya? Bolos sekolah eoh? Daddy mu hampir menceramahi teman-temanmu," Jungkook tertawa kecil.
"Daddy marah?"
"aku tidak tahu. Berdoalah pada tuhan, agar kau tidak diceramahi nanti."
"dokter..."
"hm?"
"apa aku bisa sembuh?"
"tentu saja! Lukamu tidak serius, lihat! Ini akan mengering beberapa hari—"
YOU ARE READING
Get Closer (NIELWINK) I√
Fanfic(COMPLETED) 🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Jihoon membenci rintikan air. rintikan air itu membuatnya kehilangan dunianya, kakek yang menjaganya dari lahir. orang tua? hahaha jangan membuatnya mendengar pertanyaan itu. Wajah mereka bahkan ia tidak tahu. hidup seoran...