Sendiri Tidak Mati, Namun Memang Tak Hidup

15 0 1
                                    

She was tired, 'cause she was brought into a world
Where family was merely blood
Does she know how proud I am she was created?
With the courage to unlearn all of their hatred?
We don't talk much, but I just gotta say
I miss you, and I hope that you're okay

- hope ur ok, olivia rodrigo -

🍁🍁🍁

Sudah hampir satu tahun kejadian itu berlalu, tapi rasa-rasanya seperti baru saja aku alami sepuluh menit yang lalu.

Ingatan itu belum membekas, sepertinya memang belum kering.

Cacian, amukan, pukulan yang katanya adalah seorang Ayah -pada seorang perempuan yang ku anggap malaikat, masih teringat jelas bagiku.

Tangisan, bahkan raungan Mama juga terus terngiang pada telingaku. Aku yang tak berdaya ikut menangis di sudut ruangan. Menahan raungan dan ketakutan yang dalam kala itu.

Kala aku menyaksikan semuanya, dengan mata yang memanas dan telinga yang berdengung.

Dimana Mama berteriak meminta maaf dan ampunan dari pria bejat itu. Bahkan sejauh yang ku tahu, Mama tidak memiliki salah apapun. Malah seharusnya, laki-laki itu yang harus bersimpuh di bawah kaki Mama karena telah menyakitinya beribu-ribu kali.

Bayangan mengerikan itu bahkan kerap kali mampir kala aku menutup mata. Membuatku sering terpaksa untuk tetap membuka mata padahal besok harus kembali bekerja. Bahkan menimang-nimang kenyaatan - ini sudah berakhir atau bahkan belum dimulai sama sekali? Padahal, kami sudah berdua tanpanya kurang dari setahun yang lalu.

"Tidurlah, putriku sayang." Mama yang selalu tahu aku sering terjaga, malam itu menarikku dalam pelukannya.

Meninabobokan aku dengan senandungnya yang tenang, bak aku bayi yang baru saja dia lahirkan kemarin.

Aku tersenyum damai dalam rengkuhnya. Ikut memeluknya sambil terpejam.

Di tengah senandungnya yang lembut, mataku kembali terbuka. Ku lihat wajah Mama dengan sendu. Membayangkan kapan waktu tiba dia akan terlihat bahagia. Karena sejauh yang ku tahu, Ia sama sepertiku. Masih mengingat bahkan merasa dengan jelas kejadian yang membuatnya sakit itu.

Maka, pertanyaan mengenai kapan waktu memberikan bagian istimewanya pada Mamaku ini menjadi santapan malamku saat aku melihat wajahnya ketika kami berbaring.

- Dapat ku lihat Mama melamun. Walau senandungnya tidak jua berhenti.

"Mama, kalau nanti aku sukses dan memiliki banyak uang, ke mana kita akan pergi?"

Mama melihat mataku lalu tersenyum. Tapi tidak dengan matanya. "Tidak perlu menjelajah kemanapun. Asal hanya kamu di sisi Mama, itu sudah cukup."

Aku mengangguk dan tersenyum. Tidak mampu lagi mengeluarkan kalimat yang melawan permintaan sederhana itu.

Mataku berlinang. Sumpah, aku sangat ingin menangis tapi tak ingin terlihat lemah di hadapannya.

Dengan semua kekacauan yang sudah kita lewati bersama, maka akan aku pastikan tak akan pernah melepas tangannya. Sedetikpun tidak!

"Aku janji, jika Mama juga berjanji."
Dan Mama mengangguk sambil mengelus rambutku yang tipis.

- Dan kembali, aku dijatuhkan anganku sendiri.

Mama, Sekarang Aku SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang