37. Bekal Nasi

12K 1.1K 32
                                    

Seluruh anggota Bradiz tengah berada di ruangan tengah untuk menunggu kedatangan Anya. Gadis itu belum juga kembali sejak tadi. Asya dan Ivana sudah menelfonnya berulang kali namun tidak ada satupun yang ia jawab.

"Na, coba telfon Anya sekali lagi" suruh Asya, ia sangat khawatir dengan gadis itu.

"Udah Asya, tetep gak di jawab"

"Moza lu istirahat aja sama Rasya, pasti capek kan? Kalian juga udah bantu banyak di cafe tadi"

"Emang gapapa Kak?" tanya Moza ragu-ragu.

"Gapapa, buruan gih" Moza awalnya menatap Rasya ragu-ragu, tapi kemudian mereka langsung mengangguk kecil dan meninggalkan ketiga inti Bradiz di ruang tengah.

"Kenapa gak nyuruh Aretta buat lacak Anya?" ucap Key spontan. Asya dan Ivana langsung bergegas mencari nomor ponsel Aretta di kontaknya.

Baru saja kedua gadis itu ingin menekan tombol panggilan namun tiba-tiba Anya masuk begitu saja menghampiri mereka dengan mata sembab dan tatapan lesu.

Para sahabatnya memandang Anya bingung. Mereka masih diam diatas sofa, terus menatap Anya yang sudah duduk diam disebelah Key.

Asya menjadi takut, takut jika wanita yang sedang duduk disebelah Key bukanlah Anya,"Lu Anya?"

"Iya"

"Bohong nih pasti, coba gue liat leher lu" Ivana mulai mencari tanda lahir gadis itu dilehernya. Ternyata mereka tidak salah. Ini memang benar Anya sahabatnya.

"Are you oke?"

"Gak bakal ada wanita yang baik-baik aja ketika orang yang dia sayang lebih memilih wanita lain, dan lebih memilih bertunangan dengan wanita itu" ucap Anya tersenyum pahit.

"Anyaaaaaa" ketiga gadis itu langsung menghampiri Anya dan memeluknya erat. Dari balik pelukan itu mereka sudah mengutuk Fino. Lihat saja apa yang akan mereka lakukan esok hari. Tidak ada kata kasihan untuk Fino dimata Asya.

"Udah gih lu istirahat" suruh Key.

Anya hanya mengangguk kecil dan berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. Hari ini rasanya badan Anya sangat lemas. Ia lelah, lelah karena terus menangisi pria brengseknya.

Karena merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, ketiga gadis itu juga mengikuti Anya menuju kamarnya masing-masing. Mereka juga merasa lelah, lelah karena harus meladeni pria seperti Fino.

Asya masuk kedalam kamarnya. Ia mendudukkan dirinya diatas kasur. Asya mencoba membuka layar ponselnya dan kembali membaca ulang pesan Kelvin dengan dirinya setiap hari.

Senyuman Asya terukir diwajahnya. Ia kembali merasa salah tingkah hanya karena membaca ulang pesan Kelvin. Namun tiba-tiba saja Anya masuk kedalam kamarnya dengan sangat hati-hati. Wanita itu langsung mengunci pintu kamar Asya agar tidak ada orang yang masuk.

"Nya, lu ngapain?"

"Sttttt, nah aman nih kek nya" Anya menghampiri Asya yang tengah menatapnya heran. Gadis itu memilih untuk duduk disebelahnya.

"Ada apa sih?" tanya nya sekali lagi.

"Ada yang mau gue tanyain serius sama lu"

"Apaan? Kenapa pintunya dikunci segala?"

"Udah lu diem aja" Asya bungkam, ia menuruti perintah Anya agar dirinya tidak banyak bertanya. Gadis itu mengangkat salah satu alisnya bertanya-tanya pada Anya.

"Sya, siapa nama Adik lu?"

"Alena lah, kok lu nanya gitu sih? Lu kan tau Adik gue cuma Alena"

"Asya, ayo ingat-ingat lagi" paksa Anya. Asya mengerutkan dahinya bingung. Bukankah Adiknya hanya Alena? Lalu untuk apa ia harus kembali berfikir?

MOODYCLASS : THE FIRST WAR ✓ [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang