Di malam itu, tak ada satupun dari kita yang buka suara. Desiran ombak di depan kita ribut bersahut-sahutan, tetapi runguku hanya dapat menangkap suara helaan napas beratmu di samping.
"Ayo kita akhiri," cicitmu pelan. Netramu bersirobok dengan milikku yang sendu dan kutemukan diriku terbawa kembali ke kali pertama kita bersitatap. Kerlingan yang dahulu penuh determinasi itu telah terganti dengan manik hitam yang juga sama letihnya seperti sang pemilik raga. Kamu mencoba memberanikan diri untuk lepas dari aku yang stagnan. Lantas ketika kamu mengerjap pelan pun akhirnya kupahami —bahwa hatimu sudah tidak lagi aku genggam.
Aku mengangguk pasrah seperti anjing yang bertuan. Andai kamu tahu kak; di kala itulah patah pertama juga patah terhebatku. Di bawah pancaran rembulan dan rengkuhan rasi orion kesukaan mama, hatiku remuk dan abunya tertiup habis tak bersisa. Tapi aku bisa apa lagi, ketika hanya aku yang mencinta sendiri di sini?
YOU ARE READING
akhir dan lepas
Randomat 2 a.m., writing about a heartbreak i somewhat experienced.