Nielwink short fanfic🍫
×××
Jihoon pikir ia benar-benar sudah kehilangan egonya ㅡatau mungkin rasa malunya? Tidak pula pasti, karena Jihoon sendiri tak begitu memahami pengertian ego itu seperti apa. Untuk saat ini, akan lebih tepat disebut 'Keangkuhan Park Jihoon' dibanding malu dan sebagainya.
Saking tidak adanya keangkuhan tersebut, Jihoon mau-mau saja dimintai Daniel untuk menungguinya mandi. Pria itu berjanji akan mandi seefisien mungkin agar Jihoon tidak menunggu lama. Dan, ya, Jihoon duduk saja di sudut dekat rak sepatu.
"Ji, ngapain duduk di situ? Kaya gembel jadinya, sini duduk di sofa aja kali," seru Daniel dengan kemunculannya yang tiba-tiba. Ia menepuk bantalan punggung sofa yang kosong, sedangkan satu tangannya menahan handuk di pinggang.
Jihoon mendongak. Awalnya tidak bersuara.
"Gue dari rumah sakit. Tau sendiri," katanya akhirnya.
Daniel menggaruk tengkuknya kikuk. "Oh iya." Selanjutnya pria itu berlari ke kamarnya, meninggalkan Jihoon yang masih menunjukkan air muka tak berarti.
"AAAㅡeenggg," jeritan khas orang histeris itu terendam oleh dua kaki yang ditekuk. Yang memekik penuh emosi tadi masih menyembunyikan wajahnya di antara lutut dan ditutupi lengan yang ditumpuk di bagian pucuk kepalanya.
Astaga.
Tadi itu sungguh-sungguh hampir saja.
Diam-diam Jihoon menyumpahi rumah sakit tempat ia menjalankan program koass karena tidak pernah mendatangkan pasien berbadan indah ㅡmaksudnya, sehat seperti itu. Ini menjengkelkan mendapati dirinya yang kaget melihat abdomen terbentuk Daniel. Padahal selama ini memegang bahkan menjahit trauma pasien yang ada di perut pun Jihoon tidak sampai menggeram.
Ah, ya, benar. Jihoon menggeram. Hanya saja aumannya lebih mirip seperti bayi singa.
"Bakat gila gue meningkat kayanya.."
Sosok yang diteriaki dalam hening oleh Jihoon muncul secara tiba-tiba, lagi. Bedanya sekarang sudah berpakaian lengkap ㅡmalah kelewat lengkap untuk yang hanya di rumah sendiri.
Jarak keduanya nyata tidak dekat. Daniel di tepi sofa, Jihoon di dekat pintu masuk.
Kalau tadi Jihoon berharap Daniel-lah yang akan berisik duluan, agaknya harapan itu harus dikubur dalam-dalam di bawah ego Jihoon yang juga sudah entah ke mana. Jangankan berisik, sampai di detik di mana keduanya sudah berpandangan pun pria yang lebih dewasa itu tidak membuka mulut.
"Yaudah semangat ya lo. Buang jauh-jauh tuh ego. Gue tungguin kabar resminya."
Tentu ada baik buruknya menjadi pribadi yang (kelewat) peduli ucapan orang lain. Baiknya? Sedikit, menurut Jihoon. Buruknya? Ya, seperti sekarang.
Satu Jihoon yang kekeh ingin mempertahankan egonya sementara Jihoon yang lain berkeinginan masalah cepat selesai. Kali ini bukan masalah harga diri lagi, tetapi ini sudah pertarungan antar inner Park Jihoon.
Di sisi lawan, Daniel berusaha mencari topik yang bagus. Yang tidak kaku, tidak terdengar berlebihan, dan cerdas. Namun, apa? Dari lirikan matanya, Daniel menyimpulkan jikalau Jihoon sedang tak memiliki suasana hati yang baik. Dari tengah dahi yang berkerut sampai ke hidung dan bibir yang mencebik adalah pertanda Jihoon sedang memikirkan sesuatu ㅡmeskipun ini hanyalah hipotesis Daniel.
Ingatan tentang adegan yang lalu, di mana Jihoon berteriak maaf dengan mata ditutup rapat kembali berlari-larian di pikiran Daniel. Sebisa mungkin ia menahan tawanya karena tidak ingin kejadian lama terulang lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
frequency. ㅡnielwink
FanfictionZaman sekarang masih ada perjodohan lewat pesta dansa? Eh, bisa disebut perjodohan tidak, ya? an alternate universe. boyslove, bxb, yaoi!