•••
Malam ini suasana terasa berbeda, jelasnya seperti penuh dengan kehangatan. Mereka berlima layaknya keluarga harmonis yang sangat bahagia. Di atas karpet ada Echan dan Jeje yang sedang bermain ps, sedangkan di sofa ada Nana dan Ajun, lengkap dengan Lia yang sedang tiduran dengan menjadikan paha Nana sebagai bantal. Bahkan Ajun tidak keberatan saat kaki Lia diselonjorkan dipahanya.
Tadi saat pulang sekolah Lia pulang dengan Nana ikut Luki yang beruntungnya membawa mobil, karena Ajun dan Jeje pulang telat.
Saat mengetahui kejadian yang menimpa Lia, Ajun dan Jeje tentunya langsung panik. Bahkan Jeje ngotot ingin membawa ke rumah sakit, sedangkan Ajun terus mengomel, katanya Lia sangat ceroboh. Memang Nana menepati janjinya hanya memberitahu mereka kalau Lia tidak sengaja terpeleset. Gadis itu sendiri terus meyakinkan mereka jika dirinya sudah baik-baik saja.
"Masih sakit, gak?" tanya Nana membuat Ajun ikut menoleh.
"Kalau sakit bilang. Makanya lain kali hati-hati, udah gede masih aja ceroboh!" cibir Ajun membuat Lia memutarkan bola matanya malas.
"Udah napa, Bang. Gak cape apa ngomel-ngomel terus daritadi."
Sontak saja Ajun memukul pelan kaki Lia. "Kalau di bilangin itu nurut!"
"MALAH KALAH BANGSAT!"
"Mulut lo bener-bener minta gue gaplok, ya?!" Ancam Ajun mendorong punggung Echan dengan kakinya.
"Gara-gara lo juga Lia jadi berani ngomong kasar," timpal Nana.
"Kok, gue?" kata Echan tidak terima.
"Siapa lagi kalau bukan lo? Lagian cuma lo doang yang duta toxic," balas Jeje sambil mengambil stik ps yang tadi dilempar Echan.
"Si Lia mah emang udah sering ngomong kasar. Cuma ke kalian aja sosoan lembut, padahal aslinya lebih busuk."
Lia menggeleng panik seraya mengubah posisinya menjadi duduk.
"Dih, anjir maen nuduh aja!"
"Tuh, kan apa gue bilang. Emang kaya gitu ke Kakak sendiri sopan?"
Gadis itu tidak peduli, dan malah menyenderkan kepalanya di bahu Nana. "Bacot lo ah! Mulut lo tuh bau busuk!"
Lagi-lagi Ajun memukul kaki adik bungsunya. "Kamu itu perempuan, jangan ngomong jelek!"
"Marahin aja, Bang. Emang dia harus digituin biar gak ngelunjak terus."
"Lo juga sama aja. Udah gede jangan suka ribut!" balas Nana membuat Lia memeluk lelaki itu karena merasa dibela.
"Kangen Papa," gumam Lia pelan. Jeje yang sudah selesai membereskan ps langsung menghampiri Lia. Echan pura-pura tidak mendengar, begitu pun dengan Nana dan Ajun.
"Papa ada hubungin kalian, gak?" tanya Lia menatap sendu semua kakaknya yang justru menggeleng.
"Kirain cuma ke aku doang. Udah lama Papa gak ada kabar sama sekali."
"Mungkin Papa sibuk banget," ujar Jeje memaklumi.
"Minimal ngasih kabar, kan bisa. Aku juga gak minta Papa buat terus ngehubungin. Aku cuma mau tau keadaan Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Because, Only Brother's
Novela JuvenilMenurut Lia, mempunyai saudara laki-laki itu rasanya nano-nano. Tidak tahu harus senang atau sedih. Apalagi sampai mempunyai empat sekaligus Namun, di sisi lain banyak orang yang bilang hidup dia itu beruntung, banyak juga yang mau berada di posisin...