•••
Echan yang baru selesai sarapan, sontak menatap Jeje yang baru saja datang ke dapur. Terlihat Kakak keduanya itu sudah berpakaian rapih walaupun hari ini tidak ada kelas kuliah, karena akan mengantar Lia ke sekolah sesuai janjinya tadi malam.
"Lia mana, Mas?" tanya Echan bingung. Padahal sekarang hari sudah mulai siang, dia saja hendak berangkat.
"Kirain udah turun."
"Gue aja sekarang mau berangkat. Abang sama Nana malahan udah berangkat pagi banget."
"Kalau gitu gue cek dulu, takutnya belum bangun," ujar Jeje yang tangannya malah ditahan Echan.
"Biar gue aja."
Sesampainya di atas, beberapa kali Echan mengetuk pintu kamar Lia, akan tetapi tidak ada jawaban. Dia juga tidak berani langsung masuk, karena takut adiknya itu sedang melakukan hal privasi.
"LIA BANGUN UDAH SIANG!"
Teriakkan Echan tidak membuat Lia bangun, karena saat ini kepalanya benar-benar terasa sakit. Jangankan untuk bergerak, mengeluarkan suara saja rasanya sangat sulit.
Karena Lia tidak kunjung keluar, Echan memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Namun, bibirnya spontan mengeluarkan decakan saat melihat gadis yang dibangunkan masih bergelung dengan selimut.
Setelah berada di sisi ranjang, Echan malah merasa sepatunya menginjak sesuatu, lantas dia pun menatap ke bawah. Sontak dahi lelaki itu mengernyit karena melihat sesuatu yang diinjaknya seperti muntahan. Merasa ada yang tidak beres, dia langsung menggoyangkan badan adiknya dengan pelan.
Seketika Echan kaget karena tangannya yang menyentuh dahi Lia terasa sangat panas. Dia bisa menyimpulkan jika gadis itu mengalami demam. Beberapa kali memanggil pun hanya dibalas dengan gumaman parau, dan Lia tidak juga membuka matanya.
"MAS CEPETAN KE SINI! LIA DEMAM!"
Jeje yang mendengar teriakkan Echan, tentu saja segera berlari ke kamar. Dia langsung menghampiri Lia untuk menyentuh dahinya, dan rasa panas seketika menjalar di telapak tangan lelaki itu.
"Bawa ke rumah sakit aja, Mas, takutnya parah."
Usulan Echan justru mendapat gelengan kepala oleh Lia.
"Ke rumah sakit, ya. Mas gak mau liat kamu kaya gini."
Lia tetap menggeleng, dan malah menarik Jeje naik ke kasur.
"Mau di sini aja sama, Mas," lirih gadis itu sambil memeluk erat pinggang Jeje. Namun, saat menyadari sesuatu, dia pun lantas melepaskannya lagi.
"Aku takut Mas ketularan."
Jeje justru tersenyum seraya kembali memeluk tubuh Lia.
"Gue kabarin Abang sama Nana dulu."
"Jangan! Kasian mereka lagi sekolah, nanti malah gak fokus," cegah Lia terdengar sangat pelan.
"Kalau gitu biar gue yang jagain lo di sini sama Mas Jeje."
"Lo sekolah aja, jangan bolos terus. Biar gue yang jagain Lia." Perkataan Jeje tentu saja disetujui Lia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because, Only Brother's
Teen FictionMenurut Lia, mempunyai saudara laki-laki itu rasanya nano-nano. Tidak tahu harus senang atau sedih. Apalagi sampai mempunyai empat sekaligus Namun, di sisi lain banyak orang yang bilang hidup dia itu beruntung, banyak juga yang mau berada di posisin...