Bab 5

1.2K 73 2
                                    

Aarav tidak tahu kenapa tiba-tiba Darin menelponnya. Tapi yang jelas dia sudah tidak lagi ingin berada di tempat ini lagi.

Dia mengatakan selamat tinggal pada teman-temannya dan mulai mengemudikan mobilnya untuk kembali ke rumah.

Ketika malam tiba, dia menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk melihat langit-langit kamarnya hingga akhirnya tertidur.

Aarav bermimpi.

Dia memimpikan Lexi.

Wajah Lexi yang cantik samar-samar tertutup oleh kabut, dia tidak dapat melihatnya dengan jelas.

"Aarav, aku sudah tak mencintaimu lagi."

Aarav ingin menjawab perkataan Lexi namun suaranya seperti terpenjara di tenggorokannya, tak mampu untuk keluar.

"Aku menyerah"

Lexi memilih untuk menyerah, dia sudah tak sanggup lagi untuk berjuang dan mencintai laki-laki yang selama bertahun-tahun ini selalu dia puja.

Dia telah menyerah pada hubungan cinta mereka yang memang ditakdirkan untuk berakhir.

Dia telah menyerah pada masa-masa indah mereka yang hanya menyisakan air mata.

Saat dia kecil, dia bisa menangis, tertawa dan berkhayal tentang masa depannya yang indah.

Namun saat dia mulai beranjak dewasa, dia baru menyadari bahwa dia hanyalah wanita lemah yang akan selalu menangis saat masalah datang, meskipun hanya masalah kecil.

Mulai saat itu, dia mulai belajar untuk berpura-pura tersenyum dan berjalan menuju kegelapan yang perlahan-lahan mulai menghancurkannya.

"Jangan.", Aarav ingin berteriak namun dia tak mampu untuk bergerak maupun bersuara. Dengan perasaan yang tercampur aduk, dia hanya mampu menyaksikan perlahan-lahan Lexi telah pergi dari hadapannya dan menghilang bersama kabut itu.

Saat terbangun, dia menyadari bahwa dia menangis sepanjang tidur malam.

Dia mengambil handphone -nya dan menekan kata sandinya. Cahaya layar handphone-nya mulai menyala dan menampak sebuah fotonya bersama dengan seorang wanita sebagai wallpaper. Walpaper handphone-nya saat ini adalah fotonya bersama dengan Zeline yang dia ambil beberapa hari yang lalu.

"Tidak! Seharusnya bukan foto ini.", dia bergumam pada dirinya sendiri.

Wallpaper handphone-nya seharusnya adalah fotonya bersama dengan Lexi yang sedang berciuman di hari ulang tahunnya yang ke-18. Itu adalah foto favoritnya.

"Dimana foto itu?", dia mencari-cari di dalam album foto handphone-nya. Dia tidak bisa menemukan satupun foto Lexi.

Lexi jarang mengambil foto. Dia tidak menyukainya.

"Kenapa kamu tidak suka ku foto?", Aarav mengerutkan alisnya dan menatap Lexi dengan sedikit kecewa.

Wanita itu tersenyum, "Aku tak tahu. Ketika aku kecil, aku selalu menangis saat ibuku memaksaku untuk berfoto."

"Ayo kita harus foto bersama. Aku ingin melihat kamu menangis.", Aarav tersenyum licik. Lexi memukulkan tangannya yang halus ke pipi Aarav dengan lembut, "Kamu sudah bisa berpikiran kotor ya sekarang, mentang-mentang kita sudah selesai ujian!."

Aarav mulai bersandar mendekati Lexi. Lexi dapat mendengar suara nafas Aarav tepat di telinganya. Daun telinganya yang biasanya nampak pucat kini mulai memerah.

"Dasar kamu bajingan. Kamu membisikkan apa ke Lexi?", Darin menendang kursi Aarav hingga hampir terjungkal.

"Sialan. Kamu tidak punya pekerjaan lain selain menguping ya!", Aarav meloncat dari kursinya karena kaget.

"Iyalah. Dengan melihat mukamu saja aku tahu, kamu pasti mengatakan hal yang tidak-tidak kepada Lexi." Darin mencengkram kerah baju Aarav kuat-kuat.

Lexi menatap mereka dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Dia berpikir entah mengapa dia memiliki pacar dan teman yang bodoh seperti mereka.

------------------------------

Cahaya matahari mencari jalannya menembus sela-sela jendela kamar nya.

Udara pagi hari yang menyegarkan mulai menyebar ke seluruh ruangan kamarnya, begitu mendamaikan hati.

Namun Lexi tidak akan kembali.

Dia akhirnya tertidur sambil memeluk sebuah foto.

Itu adalah satu-satunya foto bersama Lexi.

Sebagian dari kertas fotonya telah tersobek, dia menyobeknya saat itu, saat dia sedang marah.

Dia sungguh menyesalinya.

Dia tidak pernah menyangka akan menyesali apa yang telah dia lakukan terhadap Lexi selama ini. Dia menyesal, mengapa dia tidak memperlakukan Lexi sebaik yang pernah dia janjikan dulu terhadapnya. Dia sangat menyesal karena telah menghapus kenangan tentang Lexi.

Ya. Seperti kata orang, jangan pernah sia-siakan orang yang kamu sayangi, karena penyesalan akan datang setelahnya, dan mungkin itu sudah terlambat.

Dia dan Lexi sudah tidak bersama lagi.

Lexi.

Di kehidupan selanjutnya, kamu harus selalu bahagia. Ingatlah, kamu harus menemukan orang yang jauh lebih baik dari pada aku. Jika tidak, aku tidak akan pernah bisa merasakan kedamaian dihidupku.

--------------------------------------------------------

Aku telah mendaftarkan diriku dalam program donor organ di rumah sakit, dan semua organku yang berguna akan disumbangkan secara penuh untuk menyelamatkan hidup orang lain.

Aku berharap kamu tidak akan pernah menemukanku.

Jangan pernah mencariku.

Aku selalu mendoakanmu dan Zeline agar dapat hidup bahagia selamanya.

Aku sudah tak mampu untuk menahannya lagi.

Aku harap ketika aku pergi, kamu tidak akan menilaiku sebagai seorang wanita pengecut.

Aarav

Aarav

Aarav

Aku mencintaimu. Tapi mari kita akhiri disini.

Mungkin aku mengetahui sedikit kebenaran tentangmu, namun kenyataanya aku belum mengenalmu dengan baik.

Kamu harus menemukan orang yang jauh lebih dariku. Kamu adalah laki-laki yang baik hati, sangat perduli, periang dan hangat. Tidak sepertiku, yang tidak mampu membuatmu bahagia.

Mulai sekarang lupakanlah saja tentangku, oke.









Good Bye AaravTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang