iii

580 104 12
                                    

###







Hawa dingin yang perlahan merayapi tubuhnya yang membangunkannya dari pejaman mata. Butuh waktu lama hingga matanya mau bekerjasama karena entah kenapa rasanya berat sekali.

Pening langsung menjalari kepalanya ketika ia mencoba duduk, baru kemudian menyadari bahwa pemandangan di hadapannya sangat asing.

Sunghoon terkejut ketika melihat pantulannya pada cermin di meja sampingnya—penampilannya benar-benar kacau, rambutnya acak-acakan dengan badan tanpa balutan kain, dan hanya boxer ketika ia memeriksa di balik selimut, yang bahkan ia juga merasa asing dengan motifnya.

Dengan segera ia mengedarkan pandangannya pada seluruh ruangan, mendapati seseorang sedang memunggunginya di dapur. Dapur itu menjadi satu dengan entah apa bisa ia sebut dengan kamar tidur hanya karena kasurnya ada disana.

Tidak sampai menit kemudian orang itu sudah berbalik, menyadari Sunghoon di atas kasur yang sudah terbangun. Hanya melirik sekilas, membuang napas malas kemudian melanjutkan kegiatannya yang terlihat seperti memasak sesuatu.

Jongseong ada disana, dan Sunghoon tiba-tiba saja jadi menyadari sesuatu karena ingatannya hanya sampai dimana dia mabuk dan. . . 

. . .tunggu. 

Sunghoon membulatkan matanya, mereka tidak mungkin melakukan itu, kan?

"A-apa yang kita lakukan semalam? Kenapa aku memakai boxer—kutebak, boxermu?"

Yang ditanyai menghentikan aktivitasnya, malah balik menatap Sunghoon tajam, "kamu benar-benar tidak ingat apapun tentang semalam?"

Demi apapun—Sunghoon ingin mengutuk dirinya sendiri karena ia tiba-tiba saja bisa menerka-nerka bagaimana jika ternyata ia yang lebih dulu meminta Jongseong untuk melakukannya?

Sial, kenapa Sunghoon harus mabuk semalam? Ia jadi tidak bisa mengingat apapun sekarang.

Menggeleng perlahan, Sunghoon takut-takut melirik ke arah Jongseong, "kita—"

"Kamu muntahin saya, muntahin baju dan celana kamu sendiri. Untung apartemen saya dekat. Saya nggak tahan, jadi baju dan celana kamu saya cuci."

Oh, sungguh, terimakasih Tuhan semesta alam.

Jawaban dari Jongseong benar-benar membuatnya lega. Sunghoon menghela napasnya yang sedari tadi tertahan, hanya untuk kemudian menyadari bahwa,

"Berarti?? Kamu sudah lihat tubuhku??"

Berlagak menarik selimutnya untuk kembali menutupi tubuhnya, yang terlihat seperti melindungi tubuhnya sendiri.

Ekspresi Jongseong saat ini benar-benar terlihat kesal,

"Kamu pikir saya sengaja?? Saya juga terpaksa, duh. Daripada kelihatan gak berperikemanusiaan, ninggalin orang bau muntah di jalan." berusaha mengendalikan emosinya, menghela napas pada akhirnya. Ia sungguh benci orang yang merepotkan.

Sunghoon kali ini malah tertawa—membuat Jongseong kesal lama-lama terasa menyenangkan.

Ia bangkit dari kasur, mulai melangkah ke arah lemari dan dengan lancangnya membuka, "kamu punya kaos?"

Jongseong sudah menyerah untuk marah, ia menghela napasnya (lagi) dan menunjuk bagian kedua lemarinya, yang Sunghoon langsung mengambil yang berwarna putih dan memakainya di tempat.

Mengitari satu ruangan kotak yang hanya tersekat lemari dapur. Temboknya sepi, hanya berisi beberapa poster usang band, gantungan dengan berbagai macam bentuk topi di ujung ruangan dengan tempat gitar yang terisi satu di sampingnya.

notes n words • jayhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang