27. Push and Pull

5.6K 674 9
                                    

Tiga hari berlalu sejak pertemuan Jaehyun dengan Chaeyoung namun, kurun waktu itu tidak cukup untuk membenahi pikirannya yang terlanjur berantakan.

Bukankah bagus kalau Rion bukan anak kandungku.

Pikiran itu terbersit di benak Jaehyun pada suatu malam.

"Seperti apa kata Chaeyoung, aku akan hidup bebas tanpa perlu repot-repot memikirkan 'tanggung jawab tambahan'." Jaehyun berucap sambil mondar-mandir di dalam kamarnya yang gelap.

"Ya, ya, benar. Ini bukan salahku. Aku sudah berniat baik untuk bertanggung jawab, tapi dia malah mendorongku pergi. Ini bukan salahku. Ini salahnya sendiri."

Jung Jaehyun bukan orang suci. Ia hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kesalahan dan keegoisan. Malam itu dan malam-malam selanjutnya Jaehyun tertidur dengan niat mengikuti permintaan Chaeyoung; menjauh dan menghilang dari hadapan perempuan itu dan anak laki-lakinya.

"—Jaehyun, apa kamu mendengarkan saya?"

Jaehyun langsung menegapkan punggung saat mendengar namanya disebut. "Kamu bilang apa tadi?"

Yura memasang wajah dingin. "Kamu berani melamun di tengah-tengah rapat seperti sekarang?" Wanita itu tidak suka diabaikan, namun hari ini Jaehyun dengan sukses melakukannya berkali-kali.

"Sudah-sudah, intinya persiapan kita ke Hongkong sudah 90% siap. Dua minggu lagi kita berangkat." Mark menengahi dua rekan kerjanya yang sekarang sedang saling bertatapan dingin.

"Saya tidak suka ada yang tidak fokus saat membahas persoalan penting seperti ini." Yura mengetuk-ngetuk pulpen mahal di tangannya ke meja.

"Maaf, saya pastikan kedepannya tidak ada hal seperti ini lagi."

"Saya pegang janji kamu." Yura berdiri lalu dengan gerakan cepat mengambil dokumen dan tasnya lalu melangkah pergi dari ruang rapat.

Mark geleng-geleng kepala. "Aku merasa seperti rapat dengan t-rex setiap kali meeting bersama Yura. Apalagi statusnya sebagai anak Bos membuatku takut salah berbicara dan akhirnya dipecat."

Jaehyun tidak mengacuhkan Mark dan sibuk membenahi barang-barangnya.

"Bro, aku tahu." Mark menepuk bahu Jaehyun. "Kau pasti tidak fokus karena merasa berat harus berpisah dengan anak-anakmu, kan?"

Tangan Jaehyun seketika mengepal. Ia hampir lupa kalau Mark mengetahui keberadaan Rion dan Yewon tapi, yang membuat dada Jaehyun seperti diremas kuat adalah Mark belum tahu kalau Yewon sudah meninggal.

"Tenang saja, sekarang itu zaman sudah modern. Kau bisa video call dengan Yewon dan Rion setiap hari kalau kangen."

"Yewon sudah meninggal."

"Y-ya?" Mark menatap bingung.

"Yewon sudah meninggal sejak minggu lalu, Mark. Infeksi radang usus." Jaehyun berdiri lalu melangkah menjauh.

"Bro,..."

BRAK

Pintu ruangan rapat ditutup dengan sangat kasar oleh Jaehyun, padahal Mark baru saja hendak mengucapkan belasungkawanya.

***

Satu minggu berlalu sejak pertemuan terakhir Chaeyoung dengan Jaehyun. Laki-laki itu sama sekali tidak mencoba untuk menghubunginya. Tidak ada pesan, telepon, apalagi usaha yang menunjukan kalau Jaehyun masih ingin bertemu dengan Rion.

Awalnya Chaeyoung sempat ragu kalau kata-katanya pada malam itu hanya akan masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri Jaehyun namun, melihat laki-laki itu kembali menghilang bagai buih, Chaeyoung jadi merasa lega.

My Valentines ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang