Mental (Y/N) benar-benar terguncang awalnya, namun beruntunglah itu hanya berselang beberapa hari sehingga Senku hanya perlu menemani (Y/N) sepanjag harian juga. Ia sudah berjanji tidak akan meninggalkan wanitanya apapun yang terjadi. Apalagi setelah musibah yang menimpa mereka berdua.
(Y/N) juga masih terlihat sama, ia terkadang melamun atau tiba-tiba memegangi kepalanya sendiri seperti orang gila. Senku sempat khawatir dengan jiwa wanita itu, takut jika terjadi apa-apa, apalagi dijaman batu ini. Tidak ada yang namanya psikolog. Kesehatan mental (Y/N) harus tetap diperhatikan, karena itulah Senku tidak membiarkan (Y/N) sendirian, kemanapun ia pergi.
Contohnya seperti sekarang, saat wanita itu memaksa agar pergi sendiri guna mengumpulkan buah-buahan, Senku melarang keras, kejadian tentang serangan yang Hyoga lakukan masih melekat didalam benaknya. Membiarkan (Y/N) pergi sendirian tentu membuat Senku semakin khawatir. (Y/N) sempat berpikir bahwa Senku itu terlalu paranoid.
"Senku, hentikan. Jangan mengikuti ku terus!" Gerutu (Y/N) dengan tatapan matanya yang mulai menajam.
Senku terdiam, matanya menyendu kala sang wanita membentak keras. Bukan hanya itu, wajahnya mendatar seperti tidak mau tahu, lelaki itu diambang mental yang runtuh. (Y/N) harusnya tahu, yang butuh diperhatikan bukan ia, melainkan Senku. Helaan nafas terdengar, didekatinya lelaki disana untuk dirangkul pelan.
"Emm..maafkan aku. Tapi sungguh, aku baik-baik saja Senku." (Y/N) berkata sembari menunjukan wajah keseriusannya.
Senku hanya menghela nafas, setelahnya memeluk wanita itu erat didalam dekapan. Dalam hati berkata, mungkin ia lelaki terburuk yang pernah ada. Lalu bertanya, mengapa saat pertama kalinya ia jatuh cinta, malah sesakit ini. Jika Senku adalah dukun, mungkin ia memilih tidak ingin bertemu (Y/N).
"Kita akan jarang bertemu sekarang...Jaga diri mu."
Kalimat singkat tersebut menjadi akhir bagi dua pasangan itu. Senku meninggalkan (Y/N) sendiri saat wanita itu belum mencerna sepenuhnya maksud dari perkataan nya. Ia diam mematung menatap kepergian kepala bawang dengan tampang suram. Seharusnya (Y/N) tidak egois, memikirkan hanya dirinya yang begitu hancur, padahal ada orang lain yang merasa tidak berguna.
(Y/N) berjalan masuk kedalam hutan sembari memegangi dadanya yang berdegup kencang. Bukan merasakan rasa gugup, tapi rasa sakit yang menyesakan jiwa. Dan, (Y/N) benci perasaan itu.
***
"Hyoga."
Lelaki itu lantas menoleh kala suara yang begitu dikenal memasuki indra pendengarannya. Hyoga yang pada saat itu bersama dengan Homura, anak buahnya memandang seorang gadis dengan pakaian tertutup sempurna.
"Aruna?"
Aruna melangkah mendekati dua pasang insan yang terlihat waspada. Tidak peduli, senjata ditodongkan pada satu-satunya lelaki yang berada disana, melihat itu. Homura lantas mencengkram pergelangan tangan Aruna hingga pisau yang digenggam jatuh bebas.
"Aku tahu apa tujuanmu, Aruna." Hyoga berkata pelan dengan senyum dibalik penutup wajahnya. Ia menyuruh Homura untuk melepaskan Aruna. Dengan terpaksa, Homura melepaskan cengkramannya pada Aruna sembari menatap gadis itu tajam.
"Ayo bekerja sama. Aku ingin membunuh seseorang..."
Aruna duduk diantara bebatuan yang terdapat dihutan. Matanya yang cantik menatap Hyoga dalam, meminta respon dari lelaki itu. Sang empu yang ditanya terlihat tertarik atas ajakan kerja sama itu, Hyoga bangkit dari duduknya dan mendekati Aruna.
"Apakah Senku?" Tanyanya dengan suara khas.
Tanpa diduga, Aruna yang awalnya terlihat baik-baik saja menjadi emosi dan melemparkan mata pisaunya pada Hyoga, lagi-lagi gadis itu menyimpan barang tajam. Beruntunglah Hyoga cepat menghindar sesuai insting, pikirannya berputar pada satu tempat.
Aruna pantas ditakuti.
"Dia milikku." Tiap kata ditekan seolah tidak ingin dianggap remeh.
"Lalu siapa?" Kembali bertanya, kini Hyoga mengambil pisau yang tadi dilemparkan Aruna mengarah padanya. Dirinya cukup terkejut menyadari ketajaman pisau itu, selain pintar. Gadis ini juga sangat hebat memainkan instingnya, pantas saja Tsukasa sangat menyukai Aruna.
Asumsi yang Aruna berikan tidak pernah salah.
"(Y/N)...(F/N) (Y/N). Gadis, tidak! Wanita jalang itu harus kubunuh."
Aura membunuh yang kuat begitu menguar hingga membuat suasana yang canggung menjadi suram dengan kelopak mata menatap tajam dua manusia yang terlihat terkejut. Mereka pikir, Hyoga dan Homura. Aruna hanyalah gadis polos yang tidak akan mengotori tangannya sendiri. Bukti nyata adalah saat ia mencoba membunuh (Y/N) untuk pertama kali, Aruna tidak ingin ketahuan, jadi ia menyuruh orang lain untuk melakukannya.
Tapi sekarang, jiwa gilanya kambuh. Homura berpikir, selama ia mengenal bahkan bertemu Aruna di markas Tsukasa. Gadis itu terlihat kalem, bahkan ia sesekali pernah membantu Yuzuriha. Melihat perubahan yang besar terjadi pada Aruna, dan itu hanya karena 1 lelaki, jelas membuat mereka terkejut bukan main.
Siapa sangka, Aruna telah menyukai Senku sedalam-dalamnya.
"Kau yakin?" Hyoga bertanya pelan sekaligus menetralkan nafas yang tadinya sempat terhambat. Walaupun matanya terlihat tertutup, namun yakinlah. Ia masih bisa melihat dengan seksama.
"Ya Hyoga. Bukankah kau juga ingin membunuh Tsukasa? Kita bisa bekerja sama—"
"—Tapi, aku tidak ingin jika Senku harus ikutan terbunuh juga."
Hyoga menyerngitkan dahi, meminta penjelasan lebih. Aruna berdiri dan kembali memakai tudung kepalanya, sebelum melangkah pergi meninggalkan Hyoga dan Homura, Aruna meninggalkan kalimat yang sangat membekas di benak Hyoga.
"Tsukasa ingin membunuh Senku. Singkirkan dia, kita bisa memanipulasi Senku nanti..."
"—Sisanya, serahkan padaku."
Aruna pergi, ia terlihat santai berjalan dengan tenang, dibalik jubah yang ia pakai. Aruna telah menyiapkan beberapa pisau dan racun yang ia buat sendiri, kepintaran yang Aruna punya benar-benar membuat gadis itu berkuasa. Aruna juga sudah membuat rencana bagus untuk menghabisi (Y/N).
Tanpa disangka-sangka, keberuntungan berpihak padanya.
"Aruna."
(Y/N) berdiri 10 meter didepan Aruna yang menyunggingkan senyum manis. Tangannya mengudara sembari melambai pelan kearah (Y/N), pertemuan yang tidak diduga-duga, padahal niat awal Aruna ingin membunuh (Y/N) saat Tsukasa telah menyerang Senku, namun siapa sangka. Wanita itu sendiri yang datang padanya minta di bunuh.
"(Y/N), lama tidak bertemu ya?"
(Y/N) tertawa pelan, hal itu lantas membuat gadis lain disana mengerutkan alis. Pandangan yang awalnya sejuk berubah menjadi tikaman tajam, (Y/N) menatap tajam Aruna sembari tangan yang bersidekap didepan dada.
"Hay pembunuh. Ku harap anakku disurga sana mendoakan agar kau mati dan masuk neraka jahanam." Ucap (Y/N) diiringi kekehan kecil yang keluar dari mulutnya.
Senku benar, mental (Y/N) harus selalu diperhatikan. Tidak ada yang mengatakan jika jiwa (Y/N) akan benar-benar hancur hingga membuatnya menjadi sedikit gila.
"Mari selesaikan ini...Aruna"
(Y/N) mengenggam sebilah pisau yang ia ambil dari saku bajunya, butuh usaha keras agar ia bisa mengambil benda tajam tersebut karena Senku mengikutinya sepanjang hari. Untung saja Senku sedikit lengah hingga memberikan waktu pada (Y/N) untuk mengambil disekitar Lab.
Aruna juga mengeluarkan pisaunya dan beberapa racun. Hal itu membuat (Y/N) sontak terkejut dengan mata membulat sempurna, gadis ini sungguh gila! (Y/N) beruntung karena akal sehat masih berada diotaknya, sedangkan Aruna. Entahlah, (Y/N) tidak paham dengan jalan pikirnya.
"Mari selesaikan ini, (Y/N)."
"—Mari. Mati bersama!"
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Science Or Love 《SenkuxReaders》
ContoSenku tahu betul jika ia sudah terlibat cinta, maka otaknya tidak akan mampu untuk berpikir logis. Karena, semua hal tentang cinta itu tidak ada yang logis dan penuh fantasi. Karena itulah, Senku selalu menghindari kata "Cinta" dalam hidupnya. Bagin...