Mikasa beberapa hari lalu menemukan seekor kucing. Kucing betina yang malas dan tidak terlalu aktif. Warnanya oranye cerah dan agak kurus.
"Kau suka sekali, ya? Mau membawanya pulang?" tanya Eren sambil duduk di atas tumpukan karung.
"Jangan. Bibi mungkin tidak akan mengizinkan, biarkan saja dia di sini."
"Kau bahkan belum bertanya," gumam Eren dengan wajah masam.
"Tidak masalah. Lagipula kucing ini tidak pernah pindah. Aku bisa datang lain kali." Mikasa berdiri dan membersihkan roknya. "Sekarang ayo pulang. Bibi pasti sudah selesai memasak makan siang."
Gadis itu menawarkan tangannya pada Eren yang duduk di tempat tinggi lalu melompat turun. Mereka bergandengan tangan sepanjang jalan.
"Aku penasaran kapan Pasukan Pengintai akan kembali," ucap Eren sambil melihat jalanan yang ramai. Keduanya mungkin akan tertelan kalau tidak berjalan di pinggir. "Ekspedisi mereka tidak pernah terlalu lama. Ada banyak sekali titan di luar sana dan Pasukan Pengintai terus melenyapkannya, tetapi makhluk-makhluk itu seakan tidak ada habisnya."
"Itulah kenapa tinggal di dalam dinding lebih aman," balas Mikasa. Dia meremas tangan Eren. "Jangan ikuti mereka, Eren akan mati."
Bocah itu tidak membalas. Mereka sudah terlanjur sampai di rumah dan Eren sudah meminta Mikasa tidak membicarakan tentang niatnya satu itu di depan Carla atau Grisha.
***
Tengah malam ia terbangun, satu tangannya meraba-raba sebelah tempat tidur. Kosong.Matanya langsung terbuka syok. Ditambah saat menjumpai Mikasa benar-benar tidak ada di sisinya.
"Mikasa?" Eren setengah bangun dari kasur dengan panik. Menoleh pada jendela, dia menangkap siluet belakang seorang gadis kecil. Dia mendekatinya. "Mikasa, kau sedang apa?"
Gadis itu memutar tubuhnya, menunjukkan seonggok daging berbalut bulu oranye kotor dalam gendongannya. Kucing gang itu.
"Kau bilang tidak akan membawanya."
"Memang tidak!" jelas Mikasa tegas. "Dia masuk dari jendela dan menindihku." Walau terlihat kurus, kucing itu cukup berat sampai Mikasa sesak dan akhirnya terbangun.
Eren ikut mengelus bulu lembut makhluk itu. "Kalau begitu pelihara saja. Ayah dan ibu pasti tidak akan melarang."
"Tidak, jangan. Ayahmu itu dokter, mungkin ada pasien datang dan alergi bulu kucing atau dia akan merusak obat-obatan ayahmu dan perabotan Bibi Carla. Tidak usah, aku akan datang ke gangnya saja."
"Terserah." Eren enggan membujuk lebih jauh. Padahal kucing ini terlihat kalem.
Kucing itu melompat pergi melewati atap-atap rumah saat dini hari menjelang. Mikasa baru sadar dia sangat mengantuk dan menguap lebar. Eren tertawa kecil dan mengajaknya kembali ke kasur.
***
Esok harinya Eren menemukan dirinya bangun lebih lambat dari Mikasa. Dia menguap dan menggaruk kepalanya, lalu bangun untuk mencuci muka."Aku akan keluar sebentar," ucapnya melewati Mikasa dan ibunya yang sedang memotong sayur.
"Kembali sebelum sarapan, oke?"
"Hmmm."
Eren mengelilingi rumahnya sambil sesekali meregangkan badan. Tenggorokannya agak kering, harusnya tadi minum dulu baru pergi.
Bocah itu secara acak mengedarkan pandangannya dan terperanjat kaget.
***
Mikasa berubah murung. Berhari-hari dia mendatangi gang tempat kucing jalanan itu biasa tidur, tapi hasilnya nihil. Dia terus menerus datang sampai Eren jengkel. Bisa-bisanya Mikasa mengabaikannya dan terus menjenguk kucing kotor itu."Sudahlah, Mikasa. Kucing itu mungkin pindah tempat atau diambil orang. Jangan pikirkan hewan itu lagi."
Mikasa tidak menjawab. Dia meneruskan mengelap piring-piring yang sudah dicuci.
Tidak, tidak. Jangan abaikan aku, jangan marah padaku. "Kucing itu mati, Mikasa!"
Berhenti. Tangan Mikasa istirahat dari pekerjaannya. "Bagaimana kau tahu?"
"Aku yang membuangnya."
"Kenapa—"
"Jangan salah paham!" teriak Eren sebelum Mikasa mengira dia membunuhnya. "Aku menemukan bangkainya pagi-pagi sekali beberapa hari lalu. Jadi aku menguburnya agar tidak mengotori jalan."
"Kenapa kau tidak memberitahuku?" Mikasa menuntut penjelasan.
"Aku tidak mau kau sedih," tapi kau malah mengabaikanku, "kucing itu sudah tua, lagipula. Malam ketika dia mengunjungimu mungkin untuk mengucapkan selamat tinggal." Eren mencoba menghibur gadis itu.
Mikasa mengangguk maklum. Dia melanjutkan tugasnya dengan lambat. Eren kemudian menghampirinya dan mengistirahatkan tangan di kepala Mikasa.
"Maaf, aku tidak langsung mengatakannya. Aku hanya tidak mau kau sedih."
Mikasa lagi-lagi diam. Tapi tangannya kemudian bergerak menggantung di lengan Eren, sedikit mengusapnya.
Di sudut ruangan, Carla dengan tawa tertahan mencoba tetap senyap menikmati drama gratis di depannya.
»◇◆◇«
Grimalkin (n.): An old female cat.
Saya gak tahu harus senang atau ngeri, tapi beberapa waktu lalu saya menemukan artikel panduan summoning (pemanggilan iblis)🗿 Lain kali bisa lah ya ambil referensi dari sana hehe tinggal cari artikel necromancy.
Terimakasih sudah berkunjung!
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafuné
Fiksi PenggemarAn EreMika fanfiction by me to celebrate #eremikaday Cafuné (n.): Running your fingers through the hair of someone you love. You are free to read. Tetapi bagi anime only, ini (mungkin) berisi spoiler. . . . All characters belong to Isayama Hajime