Bercerita

24 7 0
                                    

Aku sedang berjalan menuju ruang tata usaha sekolah untuk mengumpulkan tugas yang Mr. Grazer berikan padaku. Namun langkahku terhenti saat menyadari Ronan tengah berbincang dengan Emma tak jauh dari sana. Aku pun berjalan masuk ke ruang tata usaha tanpa suara, agar mereka tidak menoleh padaku.

Aku menyimpan berkas di meja Jack yang sedang mengetik di depan komputernya.

"Berat, Mr. Taylor?" tanya Jack.

"Oh yeah berat sekali," jawabku.

Jack berputar di kursinya. Ia sedang memakai kacamata yang agak melorot di hidungnya. "Padahal menurutku laporan seperti ini mudah bagimu," ujarnya.

Aku baru menyadari ia sedang membahas soal tugas laporan ini. Bukan soal keadaanku.

"Oh," gumamku. Aku pun tersenyum simpul dan mengangkat bahu. Jack tidak terlalu memerhatikan karena sekarang ia sibuk memisahkan map-map di mejanya.

Ia mendongak. "Ada yang bisa kubantu, Mr. Taylor?"

Aku langsung bertindak seolah-olah membutuhkannya. Kepalaku berpikir keras. "Uhm," pikirku. "Apakah kau menyimpan data soal riwayat sakit murid-murid?"

Jack menoleh ke komputernya lalu menggerling lagi. "Kurasa tidak. Aku hanya mengurus bagian administrasi dan sebagainya," tuturnya. "Tapi, kukira semua itu dipegang oleh staff bimbingan konseling. Setahuku." Ia mengangkat bahunya.

Aku mengangguk, sekiranya tahu apa yang harus kulakukan. "Ok thanks."

Aku keluar ruangan dan melihat Emma sudah berjalan menjauh dari posisiku berdiri. Kutatap rambutnya yang terurai, kepalanya agak menunduk selama berjalan menjauh. Ronan melewatiku sambil menggerakkan bibirnya tanpa suara. Kutangkap ia mengatakan sesuatu.

"Ada yang ingin kubicarakan."

Aku mengangguk pelan. Aku pun berjalan sendiri agak jauh di belakangnya.

Pasti ini soal Emma, kataku dalam hati.

~~~

"Keputusannya sudah bulat," ucap Ronan tegas. Ia tak ingin aku protes lagi.

Aku menutup wajahku, dengan terpaksa menerima Katherine sebagai pemeran pengganti. Aku dan Ronan sudah bertemu dengan Katherine. Ia sangat kegirangan saat menerima kabar itu dari Emma.

"Kita harus yakin acara ini akan berjalan sesuai dengan yang kau mau," kata Ronan berusaha menenangkanku.

Aku membuang nafas dan menaruh pulpen yang sedari tadi berada di jariku. "Bantu aku untuk melatihnya."

Ronan mengangguk. "Kau tenang saja. Aku tak ingin melihat semangatmu kendor begini hanya karena bukan Emma yang memerankannya," ujar Ronan membuatku meliriknya.

Kau benar, ucapku dalam hati.

"Aku sudah berusaha menawarkannya untuk masuk grup musik saja. Tapi ia masih menolak dan lebih memilih untuk fokus ke pengobatannya saja," lanjut Ronan. "Tapi... Aku bisa menangkap ia tak benar-benar ingin keluar. Ia seperti sangat menginginkan dirinya masih berada di pentas."

"Apa yang ia ceritakan padamu?" tanyaku, kini membersihkan sedikit debu di jas hitam yang sedang kupakai.

Wajah Ronan berubah agak sendu. "Pertanyaanku terjawab sudah," ucapnya. Aku menggerling penasaran. "Selama ini aku memerhatikan gerak-gerik Emma ketika latihan atau ketika ia sedang membaca naskah. Berulang kali kulihat ia memegangi dada sebelah kirinya."

Aku diam mendengarkan.

"Kukira ia seperti itu hanya karena... yeah sedang ingin saja. Tapi saat tadi aku tanyakan padanya, ia mengaku menderita bradikardia." Ronan mengakhiri perkataannya dengan menatapku. "Dia menceritakan hal yang sama padamu, 'kan?"

HAUTE VALUER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang