18 - Imperfect Love (Part 2)

909 49 37
                                    


Jangan lupa vote dan komennya ya..

*

*

*

Perlahan, Donghae mulai membuka kedua matanya ketika rasa nyeri di pinggang dan lengannya mulai mengganggu tidurnya. Ia mengangkat kepalanya, melenguh pelan sambil memegangi pinggangnya. Pantas saja tubuhnya terasa begitu nyeri. Ternyata, ia tertidur dalam posisi duduk dan dengan lengan yang menjadi tumpuan kepalanya.

Meski begitu, pada akhirnya senyuman manislah yang tercetak jelas di wajah Donghae saat ia melihat Jessica yang masih berbaring di atas sofa. Tertidur pulas tanpa merasa terganggu sama sekali meski cahaya matahari yang menembus jendela tepat menyinari wajahnya, sehingga wajah cantiknya itu seperti mengeluarkan cahaya. Donghae pun kembali meletakkan kepalanya di atas sofa, mengarahkannya ke wajah Jessica, dan memandanginya sesuka hati.

Senyuman Donghae semakin melebar saat ia bisa mendengar nafas Jessica yang teratur. Berhembus dengan lembut, dan akhirnya membuat Donghae tak tega untuk membangunkannya. Ia menyukai Jessica saat wanita itu terlihat begitu tenang seperti ini.

Donghae hanya diam. Tak berniat untuk melakukan apapun selain hanya memandangi wajah Jessica yang begitu menenangkan. Wanita itu terlihat sangat cantik dalam kondisi apapun di mata Donghae. Bentuk matanya yang bulat, hidungnya yang tidak terlalu mancung, serta bibir mungilnya yang tampak begitu manis. Jessica memiliki wajah yang nyaris sempurna, sehingga mustahil bagi Donghae jika ia akan berpaling dari wanita yang seperti ini.

Donghae kembali tersenyum ketika teringat akan tuduhan Jessica padanya tadi malam. Jessica bilang, ia tidak pernah mencintainya. Lucu sekali. Jessica tidak pernah tahu bahwa di setiap detiknya, nama dan wajahnya selalu muncul di kepala Donghae. Dan itulah yang selama ini menjadi penyemangat bagi Donghae untuk melakukan pekerjaannya.

Lagipula, siapa yang tidak akan jatuh hati pada seorang Jessica Jung? Ini bukan hanya soal kecantikannya yang memang menjadi daya tarik utama dari wanita itu. Dua belas tahun bersama, tidak mungkin Donghae tidak mencintai Jessica. Wanita yang selalu ada untuknya, berdiri di belakangnya, dan menyemangatinya. Wanita kedua setelah ibunya yang tak pernah lelah menyayanginya, memperhatikan dirinya, bahkan dalam hal terkecil yang tak pernah Donghae perhatikan. Jessica adalah wanita yang sangat sabar menghadapinya, tak pernah mengeluh, dan selalu tersenyum meski ia tak pernah memberinya senyuman. Donghae tidak mungkin jika tidak mencintai wanita yang telah menemaninya selama dua belas tahun, menunggunya dengan sabar, meski ia tak pernah memberikan kepastian.

Tidak ada yang perlu diragukan lagi dari Jessica. Wanita itu benar-benar mencintainya dengan tulus. Bahkan sebelum Donghae menjadi apa-apa. Sejak dulu hingga sekarang, yang selalu Donghae takutkan adalah kepergian Jessica dari hidupnya. Donghae tidak ingin Jessica pergi sekalipun wanita itu masih berada dalam jarak pandangnya. Jika Jessica bukan ditakdirkan untuknya, lebih baik ia mati saja. Donghae selalu memiliki pemikiran seperti itu.

Donghae mengangkat tangannya, menyingkirkan helaian rambut yang jatuh menutupi wajah Jessica ketika wanita itu melakukan sedikit pergerakan. Menyingkapnya dengan lembut, agar Jessica tidak merasa terganggu. Ia kembali memandangi wajah cantik itu setelahnya.

Sejak dulu, Donghae selalu bertanya-tanya mengapa Jessica begitu menyukainya. Padahal, banyak pria yang juga menyukai Jessica yang lebih mapan dan lebih tampan dari Donghae. Tapi Jessica tetap keukeuh mempertahankan Donghae yang cuek. Hal itulah yang selalu membuat Donghae merasa beruntung karena dari sekian banyak pria tampan, mapan, dan kaya, Jessica tetap menjatuhkan pilihan padanya.

Sebenarnya, Donghae masih belum puas memandangi wajah Jessica dari jarak sedekat ini. Tapi sayangnya, ia harus mengakhirinya ketika menyadari bahwa Jessica mulai membuka matanya. Ia segera menjauhkan wajahnya, menatap sekitarnya dengan ekspresi seolah ia juga baru terbangun dari tidurnya.

"Astaga!" Jessica langsung terduduk begitu saja ketika melihat Donghae. Ia langsung turun dari sofa, dan duduk di samping Donghae, menatap pria itu dengan penuh rasa bersalah.

"Apa posisimu seperti ini sejak semalam?" tanya Jessica khawatir.

"Iya. Kau tidak perlu pusing memikirkannya. Sekarang kau mau sarapan apa?" tanya Donghae yang dengan santainya langsung berdiri. Merapikan pakaiannya yang kusut, dan menyisiri rambutnya dengan tangan. Dalam hati, Donghae memaki dirinya sendiri. Sial! Seharusnya ia mencuci muka dan menyisiri rambutnya sebelum Jessica bangun. Donghae yakin, ia pasti terlihat begitu berantakan sekarang.

Jessica hanya diam. Sebenarnya, nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Akan tetapi, keberadaan Donghae disini membuat suasana terasa menegangkan bagi Jessica. Ia belum sepenuhnya mampu menyesuaikan diri lagi dengan dinginnya sikap Donghae. Hingga akhirnya, Jessica memilih untuk tidak banyak bicara.

"Kau ingin makan apa untuk sarapan pagi ini?" Donghae mengulangi pertanyaannya. Ia kembali duduk di bawah sofa, atau lebih tepatnya di hadapan Jessica.

"Aku.. aku akan buatkan makanan jika kau lapar. Kau mau apa?" Bukannya menjawab, Jessica malah balik bertanya. Dan itu membuat Donghae menghela nafasnya panjang.

"Aku bertanya padamu, kau ingin makan apa pagi ini? Hm?" tanya Donghae untuk yang ketiga kalinya. Ia mengangkat kedua alisnya, lalu mengunci Jessica dengan tatapannya sehingga wanita itu semakin membantu.

"Aku... Aku... tidak mau.." balas Jessica. Ia menggigit bibir bawahnya yang langsung membuat Donghae memalingkan wajahnya. Sial! Tanpa sadar, ia baru saja membuat Donghae hampir gila hanya karena sesuatu yang remeh namun tidak bisa dianggap remeh ketika seorang pria dewasa yang melihatnya.

"Aku akan memesankan makanan. Kau harus makan ya? Jika kau ingin menunggu makanannya datang sambil tidur, tidurlah! Aku akan membangunkanmu nanti.." ujar Donghae sambil sibuk memilih-milih menu breakfast yang akan ia pesan dari kafe miliknya sendiri. Karena selain rasa dan kesehatannya yang terjamin, Donghae juga yakin bahwa Jessica akan menyukai menu apapun yang ia pesan. Karena semua menu yang ada di kafe miliknya, adalah rekomendasi dari Jessica.

"Aku akan mandi. Aku harus berangkat ke kantor." Balas Jessica. Ia segera berdiri dan bergegas mandi. Namun Donghae malah menahan tangannya. Dan menariknya untuk duduk kembali di sampingnya.

"Tidak. Kau tidak boleh pergi. Aku akan berkata pada bos mu agar kau diizinkan cuti hari ini, besok, dan lusa.." ujar Donghae yang tentu saja membuat Jessica kebingungan sekaligus terkejut.

"Ke-kenapa?"

"Aku pikir, itu yang terbaik untukmu sekarang ini." Jawab Donghae yang sebenarnya masih tidak dimengerti oleh Jessica, namun wanita itu memilih diam. Hingga akhirnya, ia hanya duduk diam tanpa tahu harus melakukan apa. Hanya memperhatikan Donghae yang sibuk dengan handphonenya.

Tiba-tiba, Donghae menyimpan handphonenya di atas meja di hadapannya. Lalu beralih menatap Jessica di sampingnya yang terlihat begitu kikuk, menarik pelan kepalanya, supaya bersandar di bahunya. Sementara itu, Jessica hanya diam dan menurut saja. Usapan tangan Donghae di bahunya, membuatnya ingin kembali memejamkan mata. Jessica suka dengan sikap Donghae yang seperti ini. Meski rasanya sedikit aneh.

"Kau tidak boleh terus bekerja! Tubuhmu lelah dan butuh istirahat.." ucap Donghae yang langsung di sambut dengan anggukan kepala dari Jessica. Ia tersenyum, lalu menggerakkan satu tangannya lagi untuk memeluk Jessica. Persetan dengan gengsi. Donghae sudah tidak tahan lagi ingin memeluk wanita itu sejak ia terbangun dari tidurnya.


*

*

*


Hari yang pas. Kenapa disebut seperti itu? Yah.. karena saat Donghae memaksa Jessica untuk mengambil cuti, Ye Eun tiba-tiba memberitahunya bahwa ia tidak akan pergi kemana-mana hari ini karena ingin menyelesaikan project barunya. Jadi, Ye Eun tidak butuh pengawalan hari ini.

Setelah selesai sarapan, Donghae berpamitan pada Jessica untuk pulang. Ia harus mandi, dan mengganti pakaiannya. Dan tiga jam kemudian, ia datang kembali untuk menjemput Jessica. Wanita itu bilang, ia begitu penasaran dengan cincin yang sudah di pesankan Donghae untuknya. Awalnya, cincin itu akan diberikan Donghae pada Jessica di hari jadi mereka lusa nanti sebagai kejutan. Tapi karena Jessica yang sudah terlalu penasaran, yahh.. mau tidak mau.

Donghae membawa Jessica ke sebuah toko perhiasan yang berbeda dengan yang sebelumnya. Jessica sangat terkejut saat tahu bahwa Donghae ternyata memesan cincin untuknya di sebuah toko perhiasan yang namanya sudah mendunia. Ia senang. Tentu saja. Tapi di samping itu.. ia juga merasa tidak enak hati pada Donghae karena ia tahu, semua perhiasan di toko ini memiliki harga yang fantastis.

"Ada yang bisa saya bantu?" Seorang pria dengan setelan jas berwarna hitam langsung menghampiri Donghae dan Jessica ketika keduanya berdiri tepat di hadapan etalase kaca. Kemudian, Donghae pun memberitahu pria itu bahwa ia hanya ingin mengambil cincin yang telah ia pesan dua hari yang lalu.

"Engagement Ring with a Diamond Platinum. Silahkan di cek.." ucap pria itu yang baru saja kembali entah dari mana. Ia membawa sebuah kotak berwarna Aquamarine yang di dalamnya terdapat kotak beludru berwarna hitam yang Jessica yakin jika isinya adalah sebuah cincin. Namun, yang membuat Jessica terkejut adalah ketika pria itu mengatakan 'Engagement Ring'. Apa? Cincin pertunangan? Apa sebenarnya.. Donghae berniat untuk melamarnya?

"Engagement Ring?" Tanya Jessica memastikan.

"Iya. Ini cincin pertunangan.." jawab pria itu. Jessica segera mengalihkan pandangannya ke arah Donghae yang hanya diam saja. Menundukkan kepalanya, seolah tak ingin menatapnya. Kemudian, Jessica pun ikut menundukkan kepalanya. Menyembunyikan senyumannya, sambil menahan diri untuk tidak berteriak. Apa.. Donghae akan melamarnya? Jessica bertanya-tanya dalam hatinya.

Donghae mengambil kotak tersebut, membukanya, lalu mengambil sebuah cincin yang ada di dalamnya. Sebuah cincin berlian yang tak kalah indah dari yang ia pesan sebelumnya yang kini sudah menjadi milik Ye Eun. Lihat saja, Jessica bahkan sampai terkagum-kagum melihat cincin itu.

"Cobalah!" ucap Donghae pada Jessica. Ia memberikan cincin itu, namun tak berniat untuk memakaikannya di jari manis Jessica.

"Eum.." Jessica menerima cincin itu dari tangan Donghae. Lalu memasukkan cincin itu di jari manisnya. Ia tersenyum lebar sambil menatap cincin ditangannya itu. Cantik sekali. Puji Jessica dalam hatinya. Siapapun, akan ikut tersenyum melihat betapa bahagianya ekspresi Jessica saat ini. Termasuk Donghae dan pria berjas hitam itu. Tanpa sadar, keduanya juga ikut mengukir senyuman di wajah mereka.

"Apa kau suka? Atau kau ingin menukarnya dengan yang lain?" tawar Donghae. Ia menatap Jessica yang masih saja tersenyum bahagia. Hatinya terasa begitu lega setelah melihat senyuman yang sungguh ia rindukan itu.

"Tidak. Aku suka yang ini.." jawab Jessica seraya menggelengkan kepalanya, namun tak melepas pandangannya pada cincin yang telah membuatnya jatuh hati itu. Cincin itu benar-benar cantik menurutnya, bahkan.. Jessica pikir cincin ini lebih cantik dari cincin yang diberikan pada Ye Eun.

"Baiklah. Aku ambil yang ini.." ucap Donghae pada pria berjas hitam yang sedari tadi hanya diam memperhatikan keduanya.

"Baik tuan. Apa.. cincinnya akan di simpan di sini atau-"

"Langsung pakai saja.." potong Donghae yang membuat Jessica langsung menoleh kearahnya.

"Tidak. Ini di simpan saja.." sahut Jessica. Ia langsung melepaskan cincin di jari manisnya itu. Ia pikir.. sayang sekali jika cincin sebagus itu di pakai saat tidak ada acara penting. Apalagi, cincin itu adalah pemberian dari Donghae.

"Pakai! Jika kau menyukainya, kau harus memakainya!" ucap Donghae. Tatapan matanya mengisyaratkan Jessica untuk memakai cincinnya kembali.

"Tapi sayang sekali.." ucap Jessica.

"Tidak apa-apa. Jika kau memakainya, semua orang akan tahu bahwa kau sudah memiliki seorang pria." Ujar Donghae cepat, yang akhirnya membuat Jessica menurut dan kembali memakai cincinnya.

"Dia akan memakainya." Ucap Donghae pada pria berjas hitam itu.

"Baiklah. Saya akan menyiapkan notanya.." ujar pria itu. Ia kemudian menyiapkan nota, surat kepemilikan, dan surat pembeliannya.

"Silahkan tuan.. Engagement Ring with a Diamond Platinum dengan harga-"

"Iya. Saya setuju." Donghae memotong ucapan pria itu ketika ia akan menyebutkan harga cincin yang dibelinya. Donghae tidak mau Jessica tahu berapa harga cincin itu. Ia malu jika ternyata harga cincin tersebut terlalu murah bagi Jessica. Yah.. walaupun kenyataannya, cincin yang ini harganya lebih besar dua kali lipat dari yang sebelumnya. Harga 8 juta won, pasti tidak ada apa-apanya bagi Jessica.

Donghae langsung mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompetnya, lalu memberikannya pada pria tadi. Tanpa peduli dengan Jessica yang menatapnya heran.

"Donghae..." panggil Jessica pelan. Donghae menoleh, menaikkan kedua alisnya.

"Terimakasih..." ucap Jessica. Dan ia hanya mendapatkan anggukkan kepala dari kekasihnya itu.

*

*

*

Setelah selesai mengambil cincin. Keduanya pergi ke kafe milik Donghae yang letaknya di dekat sungai Han. Karena sudah lama sekali mereka tidak pergi ke sana. Kafe itu adalah kafe pertama yang didirikan Donghae sebelum akhirnya terkenal dan berhasil membuka cabang di beberapa tempat. Dulu, mereka sering pergi ke sana untuk menyelesaikan tugas kuliah bersama. Tapi semenjak Donghae bekerja sebagai bodyguard, keduanya hampir tidak pernah bertemu di sana lagi.

Jessica sering datang ke sini walau hanya seorang diri untuk menikmati menu kesukaannya. Dan beruntungnya, ia memiliki golden tiket berupa gratis memesan apapun seumur hidupnya di kafe milik Donghae ini. Semua pegawainya juga sudah sangat mengenal Jessica dengan baik. Maka dari itu, setiap Jessica datang, mereka akan memperlakukan Jessica sebaik mungkin sebagaimana mereka memperlakukan Donghae sebagai bosnya.

Sofa saling berhadapan yang terletak di paling pojok kafe, adalah tempat favorit Donghae dan Jessica setiap kali mereka datang kemari. Keduanya duduk berhadapan, lalu sibuk dengan smartphone masing-masing. Sampai akhirnya, seorang waiters datang membawakan makanan yang biasa dipesan keduanya.

"Lama tidak bertemu.." sapa Jessica pada pelayan wanita tersebut. Tak lupa, ia menyunggingkan senyuman ramahnya pada pelayan yang sudah tak asing lagi baginya. Bahkan, ia tahu siapa nama pelayan wanita itu.

"Ahh.. iya.. anda terlihat semakin cantik saja..." Balas pelayan wanita itu. Sementara itu, Donghae hanya diam dan tak menoleh sedikitpun dari ponselnya. Sampai akhirnya, pelayan itu pergi dan menyisakan mereka berdua. Dan barulah Donghae mengangkat kepalanya, menatap Jessica yang tengah menikmati hot capuccino favoritnya. Benar apa kata pelayannya tadi. Jessica memang terlihat semakin cantik.

"Aku ingin bicara sesuatu.." ucap Jessica. Ia menaruh cangkir hitam berisi hot capuccino nya di atas meja dengan hati-hati.

"Apa? Bicaralah.." ucap Donghae.

"Kenapa kau... membeli cincin pertunangan?" tanya Jessica langsung pada poinnya. Ia menatap cincin yang sedari tadi tidak dilepasnya dari jari manisnya. Ia penasaran, kenapa Donghae memesan sebuah cincin tunangan. Tapi pria itu tidak mengajaknya untuk bertunangan, juga tidak langsung melamarnya.

"Tadinya...." Donghae menggantungkan kalimatnya yang tentu saja membuat Jessica semakin penasaran. Ia membenarkan posisi duduknya supaya lebih nyaman. Beruntung, ia tidak mengenakkan jas hari ini. Karena tiba-tiba saja, ia merasakan seluruh ruangan memanas seketika meskipun sudah dilengkapi fasilitas AC.

"Apa? Tadinya kau akan melamarku?" tanya Jessica dengan sangat yakin dan tidak sabaran. Ia menatap Donghae dengan kedua mata yang membulat. Sementara itu, yang ditatap hanya tersenyum melihat betapa gemasnya ia saat ini.

"Iya?" tanya Jessica lagi. Sementara itu, Donghae masih saja terlihat santai. Pria itu menyandarkan tubuhnya pada sofa yang didudukinya.

"Tadinya begitu." Jawab Donghae singkat. Dingin.

"Lalu??" tanya Jessica. Entah kenapa, ia malah merasa panik.

"Sekarang kau sudah memakai cincinnya. Lalu apa lagi?" tanya Donghae.

"Kau tidak jadi melamarku kalau begitu?" tanya Jessica. Ia ikut merasa panas. Keringat mulai muncul perlahan dari pelipisnya.

"Yaaa.. mau bagaimana lagi?" tanya Donghae sekenanya. Ekspresi wajahnya terlihat begitu tak peduli. Namun sebenarnya, ia tengah menahan tawa ketika melihat Jessica yang benar-benar panik.

"Ini! Ambillah! Cincin itu seharusnya kau gunakan untuk melamarku!" Ujar Jessica. Ia langsung melepas cincinnya dan memberikannya pada Donghae. Pria itu terkekeh. Lalu mengambil cincin yang kini tergeletak di atas meja.

"Pakai lagi!" ucap Donghae. Ia meraih paksa tangan Jessica, lalu memasangkan kembali cincin itu di jari manis Jessica.

"Kau mau menikah denganku?" tanya Donghae.

"Apa kau sedang melamarku?" tanya Jessica. Ia menatap Donghae yang juga menatapnya. Pria itu menganggukkan kepalanya tanpa ragu. Sebenarnya, Jessica merasa senang. Tapi.. cara Donghae melamarnya benar-benar tidak romantis dan kesannya terpaksa.

"Ck. Yasudah. Aku mau menikah denganmu." ketus Jessica pada akhirnya. Ia menarik tangannya dari genggaman Donghae dengan kesal. Lalu kembali menikmati hot capuccino miliknya tanpa mau menatap Donghae sama sekali. Ia merasa kecewa karena di tingkat melamar pun, Donghae tidak memperlakukannya dengan romantis. Pria itu bahkan tidak merencanakan apapun untuk melamarnya. Sebuah kejutan, atau pesta kecil-kecilan pun tidak. Bahkan, pria itu seolah tak berniat untuk benar-benar melamarnya. Ini seharusnya menjadi momen bahagia yang tak pernah terlupakan. Tapi Jessica malah merasa bahwa dirinya tidak istimewa sama sekali.

Donghae hanya diam. Meski ia sadar dengan raut wajah Jessica yang langsung berubah. Ia selalu tidak tahu harus melakukan apa setiap kali berhadapan dengan Jessica jika wanita itu sedang kesal. Tapi sepertinya, kali ini ia tidak seharusnya hanya diam saja. Semalam, ia baru saja melihat betapa frustasinya Jessica ketika wanita itu mengungkapkan bahwa dirinya lelah dengan sikap dinginnya. Ia tidak mau membuat Jessica semakin lelah, dan akhirnya benar-benar menyerah.

Lantas, Donghae pun beranjak dari tempat duduknya dan berpindah ke samping Jessica. Wanita itu sama sekali tidak menoleh. Berpura-pura fokus menatap hiasan dinding yang terpajang tak jauh darinya.

"Kau ingin aku melakukan apa untuk melamarmu?" tanya Donghae pelan. Ia memiringkan kepalanya, menatap Jessica yang berusaha untuk tidak meliriknya sama sekali.

"Jessica..." panggil Donghae.

"Kau ingin aku melakukan apa unt-"

"Tidak perlu." Jessica memotong ucapan Donghae saat pria itu hendak mengulangi pertanyaannya. Meski ia berhak merasa kecewa, tapi Jessica pikir.. itu sangat tidak penting bagi dirinya yang sudah tahu betul bagaimana watak dari kekasihnya itu. Donghae adalah pria dingin, tidak romantis, dan paling tidak pengertian. Cara pria itu melamarnya yang terkesan terpaksa, adalah bagian dari sifat tidak romantis dan tidak pengertian yang dimilikinya.

Mau tidak mau, Jessica harus mengerti. Karena bagaimanapun, Donghae tetap seperti itu. Jika saja pria itu membuatkannya sebuah pesta lamaran, barulah itu yang membuat Donghae terpaksa. Karena Donghae bukan tipe orang yang apa-apa harus dibuatkan pesta. Pria itu menyukai sesuatu yang simpel, meski tidak menyenangkan.

"Jessica?"

"Terimakasih... Kau tidak perlu melakukan apapun untukku. Aku sangat bahagia dengan cincin yang kamu berikan dan waktu yang sengaja kamu luangkan untukku.." ujar Jessica. Awalnya, ia memang merasa kecewa dengan bagaimana cara Donghae melamarnya. Tapi jika di pikir lagi, ia seharusnya bersyukur karena setidaknya.. Donghae mulai menunjukkan rasa cinta dan peduli terhadapnya walaupun sedikit demi sedikit. Pria itu memberinya sebuah cincin, dan memeluknya dengan erat tadi malam, adalah sebuah perkembangan yang besar dan Jessica sangat bahagia karena itu.

"Maaf. Karena aku tidak pernah bisa memahami apa yang kau mau.." ucap Donghae merasa bersalah.

Jessica tersenyum. Satu hal lagi, Lee Donghae-nya kini sudah mulai berani untuk meminta maaf secara langsung. Dulu, mana pernah pria itu meminta maaf padanya sekalipun ia menangis di hadapannya.

"Tidak apa-apa. Kau tidak salah. Hanya saja, watakmu yang menyebalkan." Balas Jessica. Ia tersenyum melihat betapa gemasnya ekspresi Donghae saat ini.

"Aku menyebalkan?" tanya Donghae. Keningnya mengkerut, seolah tak terima bahwa ia dikatakan menyebalkan.

"Hmm. Kau tidak menyadarinya?" Jessica menggelengkan kepalanya. Ck. Lee Donghae memang manusia langka yang bahkan tidak pernah sadar betapa menyebalkannya ia bagi wanita yang sangat mencintainya seperti Jessica ini.

"Kau tidak pernah berbicara tentang itu." Ucap Donghae.

"Sekarang aku sedang membicarakannya." Balas Jessica. Ia menatap Donghae yang sepertinya kebingungan untuk mengatakan apa lagi.

"Maaf kalau selama ini aku menyebalkan.." ucap Donghae pada akhirnya. Jessica tertawa kecil mendengarnya. Ia menaruh cangkir hitam berisi hot capuccino miliknya yang hampir habis. Kemudian memberanikan diri untuk menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya itu.

Dulu, Jessica sangat berani melakukan apa saja pada Donghae. Bahkan ia tak pernah malu untuk mengajak Donghae berciuman meski pria itu selalu menolak mentah-mentah. Dan akhirnya, Jessica terpaksa mencuri ciuman ketika pria itu sedang melamun atau sedang tertidur. Meski begitu, Donghae tidak pernah marah dan tidak pernah mengelap bibirnya ketika Jessica tiba-tiba menciumnya dengan tidak sopan.

Tapi sekarang, entah mengapa rasanya begitu aneh barang hanya memeluknya saja. Jessica yang sekarang, tentu berbeda dengan Jessica yang dulu. Sekarang, Jessica adalah wanita dewasa yang sangat mengerti dengan apa yang disebut sopan santun. Jessica sadar bahwa apa yang pernah ia lakukan pada Donghae dulu, adalah kelakuan yang begitu genit dan sangat memalukan. Dan ia tidak pernah ingin mengingatnya, meski kenyataannya ia selalu mengingatnya.

"Donghae.." panggil Jessica. Ia menarik tubuhnya kembali, duduk dengan tegak. Karena ia tahu, baik Donghae maupun ia sendiri merasa tidak nyaman dengan posisi saat ia memeluk pria itu. Bukan karena pelukannya yang membuat keduanya merasa tidak nyaman. Melainkan tempatnya. Karena ada beberapa pelayan yang tak sengaja melihat mereka dan itu membuat keduanya merasa kikuk. Sepertinya.. mereka membutuhkan tempat lain untuk melakukan hal seperti tadi.

"Boleh aku meminta sesuatu darimu?" tanya Jessica. Sementara itu, Donghae hanya mengangkat kedua alisnya sebagai tanggapan.

"Kau boleh menjadi pria dingin yang menyebalkan. Tapi tolong, jangan bersikap menyebalkan saat lusa nanti.." ucap Jessica. Ia menatap Donghae dengan penuh permohonan.

"Hm. Baiklah." Balas Donghae tanpa berpikir panjang.

"Memangnya kau tahu lusa adalah hari apa?" tanya Jessica menguji.

"Eumm.. hari Sabtu?" tebak Donghae asal. Meski ia tahu bahwa sebenarnya, lusa adalah hari jadinya dengan Jessica yang ke dua belas tahun.

"Ck. Ih..." kesal Jessica. Ia memukul pelan dada Donghae, namun pria itu menahan kedua tangannya.

"Iya iya. Aku tahu.." ucap Donghae, ia menatap Jessica sambil tersenyum manis dengan jarak wajah yang lebih dekat. Sehingga yang di tatap merasa tersipu. Hahh.. memangnya kapan Donghae menatapnya sambil tersenyum seperti itu??

"Aku belum membelikan hadiah untukmu. Karena kupikir, kita akan putus." Ujar Jessica. Ia memang tidak mempersiapkan apapun untuk merayakan hari jadi mereka yang ke dua belas lusa nanti. Karena awalnya, ia pikir hubungan mereka akan terhenti sebelum benar-benar menginjak usia dua belas tahun.

"Tega sekali." Cibir Donghae. Ia tidak menyangka bahwa Jessica bisa berpikir seperti itu di saat ia selalu membayangkan kehidupannya bersama Jessica di masa depan. Jujur saja, meski sikapnya dingin, Donghae tak pernah membayangkan perpisahannya dengan Jessica.

"Memangnya kau sudah punya hadiah untukku?" tanya Jessica.

"Kau bahkan sudah memakainya." Balas Donghae, ia melirik cincin berlian yang menghiasi jari manis Jessica saat ini.

"Cincin ini?" tanya Jessica tak percaya. Dan Donghae pun menganggukkan kepalanya.

"Yasudahlah. Tidak apa-apa. Terimakasih ya.." lanjutnya. Ia berterimakasih pada Donghae untuk yang kesekian kalinya. Tanpa mempermasalahkan kenapa Donghae tidak memberinya hadiah lain.

Drrtt.. Drrtt.. Drrtt..

Tiba-tiba saja handphone milik Donghae bergetar dan membuat pembicaraan mereka terhenti. Jessica bisa melihat siapa yang menghubungi kekasihnya itu saat Donghae mengambil handphonenya dari atas meja.

"Angkat saja.." ucap Jessica ketika Donghae menatapnya seolah meminta izin untuk mengangkat panggilan yang ternyata dari Ye Eun itu.

"Halo.." sapa Donghae. Pria itu sengaja mengeraskan volume handphonenya supaya Jessica dapat mendengar apa yang ia bicarakan dengan Ye Eun. Juga supaya wanita itu tidak merasa curiga.

"Donghae-yaa.. kau dimana? Bisa antar aku tidak?"

Donghae membuang napasnya kasar ketika ia mendengar itu. Ia melirik ke arah Jessica, dan mulai merasa bersalah.

"Kemana?" tanya Donghae.

"Aku akan minum kopi bersama teman-temanku. Mereka semua sudah menunggu. Hanya aku yang belum datang.."

"Bukankah kau bilang tidak akan pergi kemana-mana hari ini?"

"Aku lupa jika punya janji bersama teman-temanku. Ayolah.. aku tidak mungkin meminta orang lain untuk mengantarku. Kau mau papa memarahimu? Inikan tugasmu!"

Donghae menatap Jessica sebentar. Jujur saja, ia sangat tidak enak pada Jessica. Tapi mau bagaimana lagi?

"Iya sudah. Tunggulah.. sepertinya aku akan terlambat.."

"Kau tidak boleh terlambat! Aku sudah sangat di tunggu!"

"Tapi-"

"Kau tidak boleh terlambat pokoknya..."

"Hahhh... baiklah..."

*

*

*

Ye Eun tersenyum bahagia setelah merasa puas melihat pantulan dirinya dalam cermin. Ia menyemprotkan parfum di beberapa bagian tubuhnya serta sisi kanan dan kiri lehernya. Perpaduan bunga dan vanila yang manis, membuatnya merasa lebih percaya diri untuk beraktivitas di luar rumah. Apalagi, jika yang menemaninya adalah Lee Donghae. Bodyguard kesayangannya.

Awalnya, ia memang berencana untuk tidak pergi kemana-mana hari ini. Tapi tiba-tiba saja, salah seorang temannya menelpon dan mengajaknya untuk minum kopi. Tentu ia tak mau ketinggalan. Karena jika para wanita sudah berkumpul, pasti banyak hal yang dibicarakan selain hanya minum kopi. Dan itu sangat menyenangkan bagi wanita seperti Ye Eun.

Ye Eun menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang kini menunjukkan pukul dua siang. Sebenarnya.. janjinya bertemu dengan teman-temannya masih pukul tiga sore nanti. Tapi Ye Eun sengaja meminta Donghae mengantarnya sekarang karena ia ingin menikmati waktu berduanya bersama Donghae sambil menunggu teman-temannya datang. Donghae adalah bodyguard nya yang multipurpose. Selain bisa menjaga dan melindunginya dengan baik, Donghae juga bisa menjadi teman baiknya. Dan Ye Eun harap, mereka bisa lebih dari itu.

Untuk yang kesekian kalinya, Ye Eun menatap dirinya dalam pantulan cermin. Hanya untuk memeriksa apakah masih ada yang kurang pada dirinya. Ia tidak mau berhadapan dengan Donghae dalam keadaan yang tidak sempurna. Ia harus terlihat perfect di mata pria itu.

Drrtt... Drrtt...

"Halo?"

"Aku di luar. Di depan gerbang. Mobilnya tidak masuk. Mobil milik tuan Jang menghalangi.."

"Oh begitu. Baiklah, aku akan kesana saja.."

Sekali lagi, Ye Eun menyemprotkan parfum di beberapa bagian tubuhnya. Jantungnya mulai berdetak tak karuan ketika tahu bahwa Donghae sudah tiba. Oh tidak. Ia selalu gemetar setiap kali akan berhadapan dengan pria itu. Tapi di sisi lain, ia merasakan kebahagiaan yang tak terbendung.

Lantas, iapun bergegas keluar dari kamarnya, turun ke lantai bawah, lalu berjalan menuju gerbang rumahnya karena Donghae bilang, ia memarkirkan mobilnya di luar gerbang karena mobil milik tuan Jang terparkir menghalangi jalan masuk.

Senyuman Ye Eun semakin melebar kala ia menjumpai sebuah Mercedes-Benz berwarna hitam terparkir di depan gerbang rumahnya. Mobil yang tidak terlalu mahal, tapi terlihat mewah dan keren jika Donghae yang mengendarainya. Iapun segera menghampiri mobil itu, dan tanpa ba-bi-bu lagi langsung membuka pintunya untuk masuk dan duduk bersebelahan dengan Bodyguard kesayangannya.

Tapi...

Glek..

Ye Eun baru saja akan menyapa Donghae dengan sapaan riangnya. Kedua tangannya bahkan sudah bersiap untuk memeluk pria itu. Akan tetapi, sesuatu yang sama sekali tidak ia duga malah mematahkan mood baiknya. Seketika itu pula, senyumannya menghilang begitu saja. Berganti dengan ekspresi terkejut, dan raut wajah kebingungan ketika ia malah menemukan seorang wanita duduk di samping Donghae.

Ini bukan kali pertama Ye Eun melihat wanita itu. Ia pernah melihatnya beberapa kali, tetapi hanya di dalam televisi. Ye Eun tahu siapa wanita yang Donghae bawa itu. Dia adalah seorang reporter, yang ia tahu bahwa Donghae begitu mengidolakannya hingga tak mengedipkan mata saat melihat siarannya. Ye Eun pikir, Donghae hanya mengidolakan wanita itu seperti kebanyakan orang. Tapi ternyata, ia bahkan sudah mengenali reporter itu.

"Siapa kau?" tanya Ye Eun dengan nada dingin dan sinis. Ekspresi wajahnya sungguh tidak mengenakkan, hal itu membuat Donghae mengambil gerakan cepat. Buru-buru, ia keluar dari mobilnya dan menghampiri Ye Eun.

"Ini Jessica.. dia pacarku.." ucap Donghae. Ia menarik Jessica supaya keluar dari dalam mobil dan berdiri di sampingnya.

Terkejut? Tentu saja. Ye Eun bahkan merasakan dadanya mulai sesak. Bukan karena penyakit asma yang dideritanya akan kambuh, akan tetapi.. ia merasakan sesuatu yang membuat napasnya seakan tersumbat karena ia baru saja menelan sebuah kenyataan pahit. Bahkan hingga ulu hatinya pun terasa sakit.

"Maksudmu?" Tanya Ye Eun. Ia berharap semoga saja indera pendengarannya salah. Tetapi, Donghae malah mengulangi kata-katanya dengan sangat jelas.

"Ini Jessica, dia pacarku. Kita sedang jalan saat kau tiba-tiba menelpon. Tadinya, aku akan mengantarnya pulang terlebih dulu. Tapi kau memintaku untuk cepat-cepat. Jadi, aku memutuskan untuk membawanya ikut denganku. Lagipula.. kalian juga belum berkenalan bukan?" ujar Donghae dengan santainya.

Berkenalan? Siapa yang ingin berkenalan dengan dia?

Ye Eun terus mencaci dalam hatinya. Mengomentari setiap hal yang ada pada Jessica dan membandingkannya dengan dirinya. Ia tak pernah mau berkenalan dengan Jessica, sekalipun jika wanita itu bukan pacar Donghae. Saat mengetahui bahwa Donghae begitu mengidolakan Jessica saja, rasanya.. ia ingin sekali menyogok pihak televisi agar memecat Jessica secara sepihak sehingga wanita itu tak muncul lagi di layar kaca. Hingga akhirnya Donghae tidak mengidolakannya lagi. Tapi pada kenyataannya? Mereka malah saling mengenal dan bahkan memiliki sebuah hubungan spesial yang baru ia ketahui.

"Aku Jessica Jung. Senang bertemu denganmu.." ucap Jessica. Ia berusaha untuk bersikap seramah mungkin dengan melebarkan senyumannya. Meski raut wajah Ye Eun terlihat tidak bersahabat sama sekali.

Ye Eun hanya menatap tangan Jessica yang terulur untuknya tanpa mau menerimanya. Jessica boleh saja merasa senang bertemu dengannya, karena ia adalah seorang penulis buku yang cukup terkenal di negeri ini. Tapi maaf. Bagi Ye Eun, bertemu Jessica sekaligus tahu bahwa wanita itu adalah pacar dari bodyguard kesayangannya, tak ubahnya seperti hari kiamat yang tak pernah ia harapkan kedatangannya.

"Kalian berdua duduk di belakang ya?" ucap Donghae menengahi. Ia menurunkan pelan tangan Jessica yang masih saja menunggu Ye Eun menerima uluran tangannya. Ia merasa Ye Eun sedang menghina Jessica secara tidak langsung karena tidak mau menerima uluran tangannya untuk sekadar bersalaman.

Jessica menurut saja dengan apa yang dikatakan oleh Donghae. Ia segera mengambil tasnya yang ia simpan di kursi depan. Kemudian memindahkannya ke belakang bersama dirinya. Hal ini sudah disepakati keduanya sebelum mereka sampai di rumah Ye Eun. Donghae bilang, ia merasa tidak enak jika membiarkan Ye Eun duduk sendirian di belakang. Dan ia lebih merasa tidak enak jika Jessica yang duduk sendirian di belakang. Maka akan lebih baik jika keduanya sama-sama duduk di belakang, sementara Donghae mengendalikan kemudinya.

Tapi ternyata, Ye Eun tiba-tiba duduk di kursi depan setelah Jessica berpindah ke kursi belakang. Sebenarnya, Jessica merasa kesal atas sikap Ye Eun yang menurutnya sangat tidak sopan itu. Tapi ia lebih memilih untuk bersikap dewasa dan bersabar. Apalagi ketika ia melihat Donghae yang menatapnya dengan penuh rasa bersalah. Jessica sangat mengerti bagaimana perasaan Donghae saat ini. Iapun memberikan senyumannya pada pria itu, seolah berkata bahwa ia tidak apa-apa.

"Kenapa masih berdiri di situ? Ayo cepat! Ye Eun sudah di tunggu teman-temannya.." ucap Jessica pada Donghae yang malah mematung di ambang pintu mobilnya. Lantas pria itupun segera masuk ke dalam mobilnya dengan raut wajah yang berbeda dari sebelumnya. Menancap gasnya, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

Suasana di dalam mobil sangat hening dan menegangkan. Ketiganya sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ye Eun asyik memandangi keluar jendela, Jessica sibuk dengan handphonenya, sedangkan Donghae fokus dengan jalanan di hadapannya. Sambil sesekali, ia melirik kaca spion dalam yang terletak di plafon mobilnya. Memandangi Jessica yang duduk di belakangnya.

"Jessica, kamu lupa memakai sabuk pengamannya.." ucap Donghae ketika ia sadar bahwa Jessica belum memakai sabuk pengamannya. Sekaligus memecahkan keheningan yang sejak tadi tercipta.

"Oh iya.."

"Bukankah kau bilang jika tadinya kau akan mengantar dia pulang dulu? Bagaimana jika kita antarkan dia pulang dulu saja?" ucap Ye Eun tiba-tiba.

"Hah? Tidak. Tidak apa-apa. Rencananya aku dan Jessica akan menunggumu di meja lain selagi kau berkumpul dengan teman-temanmu. Lagipula, bukankah teman-temanmu sudah menunggu?" balas Donghae tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

"Tidak apa-apa, kita antarkan dia pulang dulu saja. Kau juga kelihatannya sudah kelelahan. Benar kan?" tanya Ye Eun yang kini menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap Jessica sambil menyunggingkan senyumnya. Entahlah, Jessica mengira bahwa Ye Eun tidak tulus memberinya senyuman itu. Jessica sangat yakin, jika Ye Eun tidak menyukai keberadaannya.

"Eumm.. sebaiknya aku memang harus pulang." Ucap Jessica pada akhirnya.

"Kenapa? Kita harus putar balik jika mengantarmu pulang.." ucap Donghae. Keningnya langsung mengkerut kesal mendengar kata-kata Jessica. Ia tahu, sebenarnya Jessica tidak ingin pulang. Tapi kata-kata Ye Eun seolah memerintahnya untuk segera pulang. Jujur saja, ia juga tidak ingin jika pertemuannya dengan Jessica hari ini berakhir begitu saja tanpa ada hal istimewa yang mereka lakukan.

"Tidak apa-apa, aku akan menghubungi teman-temanku jika aku akan datang terlambat." Ucap Ye Eun yang langsung mengeluarkan handphonenya untuk menghubungi teman-temannya seperti apa yang ia katakan.

"Iya.. lagipula Ye Eun benar. Kakiku memang sudah terasa pegal.." ucap Jessica asal. Ia menundukkan kepalanya, memainkan handphonenya kembali. Dalam hatinya, ia memaki. Jika Ye Eun sudah tahu bahwa ia adalah kekasih Donghae, seharusnya wanita itu tahu diri. Tapi Jessica tidak mau memperpanjang hal sepele ini. Ia lebih baik mengalah tanpa perlu merasa takut meninggalkan Donghae bersama Ye Eun di dalam mobil ini. Jessica yakin, Donghae-nya adalah orang yang teguh pendirian.

"Ck." Donghae berdecak kesal. Rahangnya mengeras secara perlahan, tangannya mencengkram kemudinya dengan erat. Jika sudah Jessica yang meminta, mana mungkin ia bisa menolak.

Akhirnya, dengan sangat terpaksa Donghae pun memutar balik mobilnya. Mengarahkannya menuju apartemen tempat dimana Jessica tinggal. Meski sebenarnya, ia sungguh tidak tega membiarkan Jessica pulang dalam suasana seperti ini. Tapi ia lebih tidak tega jika melihat Jessica harus terjebak dalam suasana menegangkan bersama Ye Eun.

"Kau tidak perlu memasukkan mobilnya. Aku akan turun disini.." cegah Jessica setibanya mereka di depan gedung apartemen setelah lima belas menit menempuh perjalanan.

"Tidak apa-apa?" tanya Donghae.

"Tidak apa-apa, lagipula lobby nya tidak terlalu jauh." Sahut Ye Eun. Sikapnya kentara sekali bahwa wanita itu memang tidak menyukai keberadaan Jessica.

Meski begitu, Jessica tetap tersenyum menanggapinya. Bahkan, bisa dibilang ia terlalu baik karena masih sudi untuk berpamitan pada Ye Eun dan membungkukkan badannya sebelum ia keluar dari mobil milik Donghae. Selain itu, Jessica juga menawarkan Ye Eun untuk mampir sebentar meski ia mendapatkan penolakan. Hahhh.. kurang baik apa Jessica?

Donghae membuka pintu mobilnya, berjalan cepat menghampiri Jessica yang kebetulan belum terlalu jauh. Ia menahan tangannya untuk berhenti sebentar dan berhadapan. Jessica masih saja tersenyum ketika Donghae melakukan itu.

"Kenapa?"

"Aku minta maaf..."

Jessica tersenyum melihat betapa dalamnya Donghae menatapnya. Ia sangat mengerti dengan maaf yang dimaksud Donghae.

"Aku mengerti, lakukanlah pekerjaanmu dengan baik. Terimakasih sudah meluangkan waktu untukku hari ini. Terimakasih juga cincinnya..." ucap Jessica. Ia tak lupa untuk kembali berterimakasih atas kemajuan positif dari pria itu.

"Beristirahatlah jika kau benar-benar lelah! Kau masih punya waktu cuti besok dan juga lusa. Aku akan kembali jika memungkinkan.." ucap Donghae yang langsung di sambut oleh anggukan kepala dari Jessica. Ia memberikan sekali usapan lembut di kepalanya sehingga wanita itu menjadi kaku. Lalu entah setan mana yang merasukinya, Donghae tiba-tiba saja mencium kening Jessica dengan lembut untuk yang pertama kalinya setelah dua belas tahun berpacaran. Meski tidak lama, hal itu tentu saja membuat Jessica terkejut bukan main.

Donghae tersenyum, melihat betapa lucunya Jessica yang kebingungan mencari cara untuk menyembunyikan kedua pipinya yang langsung memerah. Wanita itu menangkup kedua pipinya yang memerah dan terasa begitu panas, lalu melayangkan pukulan di bahu Donghae untuk menghilangkan rasa malunya.

"Aku menciummu. Kenapa kau malah memukulku?" tanya Donghae tak terima. Ia tertawa kecil melihat Jessica yang kini malah mendorong tubuhnya untuk segera pergi dari hadapannya. Wanita itu benar-benar salah tingkah.

"Pergilah... kau baru saja mempermalukanku.." ucap Jessica sambil mendorong Donghae agar kembali masuk ke dalam mobilnya.

"Hahaha.. yasudah. Aku pergi dulu ya.." ucap Donghae, ia memberikan usapan terakhir di kepala Jessica sebelum akhirnya ia masuk ke dalam mobilnya kembali.

Donghae duduk kembali di kursi kemudinya. Ia menelan ludahnya saat melihat wajah Ye Eun yang amat memerah. Wanita itu bahkan sama sekali tidak menoleh kearahnya dan hanya menatap lurus ke depan. Dan yang membuat Donghae panik, adalah ketika ia mendengar napas Ye Eun yang tak beraturan. Ia khawatir jika tiba-tiba saja penyakit asma yang di derita Ye Eun akan kambuh.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Donghae hati-hati.

"Kenapa kau tidak pernah berkata bahwa kau sudah memiliki kekasih?" tanya Ye Eun tanpa menjawab pertanyaan Donghae sebelumnya. Ia menatap lurus ke depan. Enggan menoleh ke arah Donghae. Entahlah, sesuatu seperti sedang menjepit hatinya saat ini. Rasanya benar-benar sesak. Apalagi ketika ia melihat apa yang dilakukan Donghae pada Jessica tadi. Dunianya serasa benar-benar hancur.

"Kenapa?" tanya Ye Eun mengulangi pertanyaannya. Ia benar-benar kesal pada Donghae saat ini. Seharusnya, sejak awal Donghae memberitahunya jika dia sudah memiliki seorang kekasih. Agar Ye Eun bisa mencegah rasa di dalam hatinya supaya tidak tumbuh begitu saja dan menjadi sebesar ini.

"Karena aku rasa.. aku tidak sebaiknya bercerita tentang urusan pribadiku pada orang lain." Balas Donghae.

"Tapi itu adalah sebuah kesalahan.." ucap Ye Eun. Ia masih saja betah memandang lurus ke depan. Sambil berusaha menahan air matanya. Ia sungguh merasa kecewa dan sakit hati ketika tahu bahwa Donghae sudah memiliki seorang kekasih.

"Apa aku salah karena telah menjaga privasiku sendiri?" tanya Donghae. Ia memang bukan tipe orang yang banyak bercerita. Apalagi tentang Jessica. Dulu, ia enggan bercerita tentang Jessica pada teman-temannya karena ia takut jika ada yang malah merebut Jessica darinya. Dan ia juga tidak mau bercerita tentang Jessica pada Ye Eun, karena ia pikir itu tidak ada gunanya.

"Tapi seharusnya kau tetap bercerita. Apalagi pada wanita sepertiku yang sangat lemah tentang perasaan.." ujar Ye Eun. Donghae sangat paham apa yang dimaksud oleh Ye Eun. Wanita itu menyukainya. Donghae tahu. Melihat bagaimana Ye Eun bersikap padanya, Donghae tahu bahwa Ye Eun memang menyukainya.

Tapi, apa harus jika tiba-tiba ia bercerita tentang Jessica pada Ye Eun? Begini-begini, Donghae juga punya hati. Ia tidak mau jika bercerita tentang sesuatu yang malah membuat Ye Eun sakit hati. Ia selalu bingung, bagaimana caranya untuk memberitahu Ye Eun tentang Jessica jika sejak awal saja, wanita itu sudah menaruh perhatian padanya. Maka dari itu, ia sengaja mempertemukan Ye Eun dengan Jessica agar ia tak perlu repot-repot menyusun kata-kata untuk memberitahu Ye Eun bahwa ia sudah memiliki kekasih. Meski pada akhirnya, sama saja. Ye Eun tetap akan tersakiti.

"Kalau begitu, aku minta maaf.." ucap Donghae pada akhirnya. Namun kata-katanya itu, justru malah membuat Ye Eun meneteskan air matanya.

"Aku menyukaimu. Aku menaruh harapan besar padamu.." ucap Ye Eun. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, dan sibuk menghapus air matanya. Ia tentu merasa patah hati. Dan ia belum pernah merasakan sakit hati karena cinta sampai seperti ini.

"Lalu.. apa yang harus aku lakukan untukmu?" tanya Donghae. Namun Ye Eun malah tersenyum kecut.

"Jangan bertanya seperti itu. Kecuali jika kau benar-benar mau melakukan apapun untukku. Aku ingin kau berpisah dengannya. Apa bisa? Tidak kan? Maka jangan asal bicara.." ujar Ye Eun yang membuat Donghae langsung bungkam. Gila. Ia tentu saja tidak mau melakukannya jika permintaannya memang benar seperti itu.

"Arahkan kembali mobilnya ke rumah. Aku ingin pulang saja.." ucap Ye Eun pada akhirnya. Mood baiknya benar-benar rusak hanya karena ia tahu bahwa Donghae sudah memiliki seorang kekasih. Ia tidak ingin menemui teman-temannya. Ia hanya ingin pulang dan menangis di dalam kamarnya. Dunia memang sekejam ini. Hidupnya memang selalu berjalan mulus sesuai apa yang ia harapkan. Tapi terkadang, dunia juga menyimpan banyak kejutan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Tapi kenapa? Kenapa kejutannya begitu menyakitkan?


*

*

*

Pagi kembali datang. Betapa bahagianya Donghae karena akhirnya ia kembali mendapatkan pesan singkat dari Jessica. Yahh.. walaupun hanya sekadar mengucapkan selamat pagi. Tapi entahlah. Hanya karena hal sepele yang dilakukan Jessica itu, seolah menumbuhkan ribuan bunga di dadanya. Ia berusaha untuk tidak tersenyum. Namun sialnya, daya tarik di kedua bibirnya sangat kuat. Sehingga mau tak mau, senyumannya pun mengembang dengan begitu lebar.

PLAK

"Aws.."

Donghae mengusap-usap kepalanya ketika tiba-tiba saja handphonenya jatuh dan tepat mengenai dahinya. Sial. Benda itu benar-benar membuatnya kesakitan!

Meski begitu, ia tetap mengambil handphonenya kembali, dimana benda itu masih menampilkan kolom chat nya dengan Jessica. Dan lagi, ia kembali tersenyum. Melupakan insiden kecil yang baru saja menimpanya.

Iseng. Donghae menyentuh ikon foto profil milik Jessica, sehingga tampaklah foto wanita itu dengan jelas terpampang di layar handphonenya. Gaya foto close up yang menampakkan wajahnya dengan sangat jelas. Terlihat sangat cantik dan menenangkan hati. Donghae tersenyum, merasa bahwa Jessica sedang benar-benar menatapnya.

Tidak ada yang menyuruhnya. Tapi tiba-tiba, Donghae malah mendekatkan bibirnya pada layar handphonenya yang masih memajang foto Jessica. Ia hendak menciumnya. Tapi sebelum ia benar-benar melakukan itu, ia sadar akan hal bodoh yang ia lakukan. Hingga akhirnya, ia memilih melemparkan benda itu ke kasurnya. Ini gila! Meski begitu, ia pernah melakukannya beberapa kali. Dan ia harap, ia tidak melakukannya kali ini. Oh ayolah! Berapa umurmu?

Jam sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh pagi. Donghae memang sangat rajin hingga ia bisa bangun sepagi ini secara rutin. Ia beranjak dari kasurnya dengan niat akan berjalan-jalan di atas treadmill nya selama tiga puluh menit, sebelum ia bersiap-siap untuk melakoni aktivitas rutinnya. Namun sebelum itu, ia menghampiri kasurnya sebentar. Mengambil handphonenya yang ternyata masih menampilkan foto Jessica. Dan...

CUP

Masa bodoh. Tidak ada yang melihatnya bukan?

Senyumnya semakin melebar setelah ia mencium benda berbentuk persegi panjang dengan logo buah apel di belakangnya itu. Donghae tahu ini gila. Tapi hal sekecil itu, mampu membuatnya merasa lega, senang, dan segala rasa bahagia kini berkumpul dalam dadanya. Lagipula.. hanya ia dan Tuhan yang tahu akan hal ini. Sssstt.. ini adalah rahasia besar.

Semalam, Donghae tiba-tiba di telepon oleh tuan Han. Pria itu mengabarinya bahwa Ye Eun tiba-tiba demam semalam. Wanita itu tidak mau makan, dan tidak ingin berbicara dengan siapapun. Tuan Han memintanya untuk datang tanpa tahu waktu. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Dimana, seharusnya Donghae beristirahat dan tidur dengan pulas. Tapi mau bagaimana lagi? Tuan Han bilang, hanya ia bisa membujuk Ye Eun agar mau makan dan berbicara. Akhirnya, Donghae pun menuruti perintah mantan komandannya itu. Ia menyusuri jalanan di tengah malam, namun sesampainya ia disana, Ye Eun malah sama sekali tidak ingin membukakan pintu untuknya.

Hal itulah yang membuat Donghae kurang istirahat hingga matanya terlihat kelelahan pagi ini. Ia baru tidur pukul tiga pagi tadi. Tapi hebatnya, ia masih bisa bangun pagi-pagi sekali. Jika saja ia tidak harus pergi ke rumah tuan Han lagi untuk melakukan kegiatannya seperti biasa, ia lebih memilih untuk diam saja di apartemennya dan tidur sepanjang hari. Tapi, ia tetap harus bekerja meski pekerjaannya sekarang terkadang bercampur dengan emosi dan selalu menguji kesabarannya. Karena kerja kerasnya hari ini, akan ia rasakan di hari esok. Lagipula, ia bukan bekerja untuk dirinya sendiri. Melainkan untuk ibunya, dan juga keturunannya kelak.


*

*

*

Ye Eun sedang berdiam diri di halaman belakang rumahnya ketika Donghae datang dan menyapanya. Wanita itu tidak seantusias biasanya ketika melihat Donghae. Bahkan kali ini, Ye Eun tampak sangat tidak peduli dengan kedatangan bodyguard kesayangannya itu. Ia terlihat tidak baik-baik saja. Wajahnya pucat dan terlihat begitu lemah. Jaket berwarna coklat serta syal dengan warna senada yang melilit lehernya, membuktikan bahwa kondisi wanita itu sedang tidak baik-baik saja. Donghae mendapat kabar bahwa tadi pagi, asma Ye Eun kambuh hingga seluruh penghuni rumah dibuat panik. Apalagi tuan Han.

"Bagaimana kondisimu saat ini? Apa lebih baik?" tanya Donghae hati-hati. Ia duduk di kursi berbahan kayu jati yang juga di duduki oleh Ye Eun.

"Aku tidak butuh pengawalan hari ini. Kau bisa pergi dan melakukan sesuatu yang lain. Berkencan dengan pacarmu, sepertinya mengasyikkan." Ujar Ye Eun yang benar-benar menyimpang dari pertanyaan Donghae. Yang lebih membuat Donghae kesal lagi, nada bicara Ye Eun yang sangat tidak enak didengar dan terkesan sedang menyindirnya. Seolah memiliki seorang kekasih adalah suatu hal yang buruk bagi wanita itu.

"Aku datang kemari hanya untuk bertanggungjawab atas pekerjaanku. Jika kau memang tidak membutuhkanku hari ini, aku akan pergi. Kau bisa menghubungiku jika tiba-tiba membutuhkanku.." ucap Donghae yang kemudian berdiri dari duduknya lalu pergi meninggalkan Ye Eun. Tapi baru saja ia berjalan dua langkah, Ye Eun malah menahannya.

"Kau memang tidak pernah peka!" Ucap Ye Eun. Ia ikut berdiri, menatap Donghae dengan penuh emosi.

Jangan untuk peka pada Ye Eun. Peka terhadap Jessica saja, sepertinya Donghae tidak pernah. Seseorang harus benar-benar mengatakan apa yang dia mau jika ingin di mengerti oleh Donghae. Bukan malah menuntutnya untuk peka. Karena jujur saja, Donghae tidak pandai dalam hal yang satu ini.


"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Kau hanya tinggal mengatakannya.." ujar Donghae. Ia berbalik menatap Ye Eun.

"Diam disini.." ucap Ye Eun. Ia melangkahkan kakinya mendekati Donghae, kemudian memeluknya dengan erat. Menyandarkan kepalanya di dada pria itu sembari memejamkan kedua matanya. Lalu menangis.

Donghae hanya diam. Ia memutar kedua bola matanya. Dua belas tahun berpacaran dengan Jessica, ia tak pernah dibuat bingung untuk memahami apa yang dikatakan Jessica. Tapi Ye Eun begitu berbelit-belit. Ia tak mengerti apakah sebenarnya wanita itu menyuruhnya untuk pergi, atau tetap disini.

Tanpa mereka sadari, tuan Han sedang memperhatikan mereka dari kejauhan. Sambil memegangi segelas minuman, ia menatap putrinya yang sedang memeluk Donghae. Dan ia tersenyum melihat momen tersebut.

*

*

*

"Sudah berapa lama kalian berpacaran?" Tanya Ye Eun. Emosinya sudah mulai mereda, tangisnya sudah berhenti. Namun suasana hatinya masih tidak baik meskipun ia berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Ia masih terkejut, ia kecewa, ia sedih, ia emosi, ia cemburu. Dan sesuatu seolah mematahkan semua harapannya.

Ia menatap Donghae yang duduk di sebelahnya dengan tatapan nanar. Berusaha untuk tersenyum dan terlihat tegar. Meski kedua matanya tak bisa berbohong. Tetap menyiratkan kekecewaan, dan kesedihan yang mendalam. Kini Ye Eun sadar, pantas saja selama ini Donghae sama sekali tidak terlihat tertarik padanya. Padahal, banyak pria di luar sana yang sibuk menunjukkan keterpesonaan mereka terhadap Ye Eun. Donghae tidak pernah terlihat cemburu setiap kali Ye Eun bersama pria lain, tidak pernah marah, juga melarangnya untuk berinteraksi dengan pria lain. Ternyata, alasannya adalah karena ada wanita lain yang lebih menarik di mata Donghae ketimbang Ye Eun.

"Eumm.. dua belas-"

"Bulan? Dua belas bulan? Satu tahun maksudmu?" Ye Eun memotong ucapan Donghae untuk menebak.

"Tidak. Dua belas tahun. Kami berpacaran saat masih sekolah.."

"Sudah lama sekali.." ucap Ye Eun. Ia menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecut ketika tebakannya ternyata salah. Dua belas bulan? Yang benar adalah belas tahun. Sudah lama sekali. Bagaimana bisa Donghae mencintai wanita yang sama selama dua belas tahun?

"Apa yang kalian lakukan sehingga bisa bertahan selama itu?" tanya Ye Eun penasaran. Ia tak pernah mendengar kisah tentang sepasang kekasih yang berpacaran hingga dua belas tahun lamanya. Ia pernah berpacaran paling lama hanya dua tahun. Dan diantara teman-temannya memang ada yang berpacaran dalam waktu yang cukup lama, tetapi hanya sampai lima tahun. Maka ia merasa speechless saat tahu bahwa Donghae sudah dua belas tahun berpacaran dengan Jessica.

"Entahlah.. aku juga tidak tahu." Balas Donghae. Ia pun tak mengerti dengan apa yang membuat hubungannya dengan Jessica langgeng hingga dua belas tahun lamanya. Padahal, hubungan mereka selama ini sangat datar. Kuncinya hanya satu. Jika saja Jessica bukan seorang penyabar dan setia, mungkin keduanya tidak akan bertahan sampai saat ini. Tapi untungnya, Jessica adalah wanita yang sangat sabar dalam menghadapinya, juga selalu setia menjaga hatinya. Jessica juga sangat pandai membuatnya merasa nyaman. Dan Donghae tidak ingin keluar dari zona nyamannya.

"Kalian tidak berencana untuk menikah?" tanya Ye Eun sambil menahan dadanya yang sesak. Menanyakan tentang pernikahan seseorang yang ia cintai dengan orang lain, sebenarnya adalah hal yang sangat menyakitkan .

"Aku baru saja melamarnya kemarin.." jawab Donghae yang membuat Ye Eun menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup dengan kencang, bukan karena ia sedang jatuh hati. Melainkan ia sedang patah hati.

"Apa kau tahu bahwa aku menyukaimu?" tanya Ye Eun. Ia menatap Donghae, wajahnya sudah memerah. Dan air matanya kembali bersiap untuk keluar.

"Aku minta maaf..."

"Bukan salahmu kenapa aku menyukaimu. Kau tidak perlu meminta maaf.."

"Tujuanku bekerja disini adalah untuk mengawal keamananmu. Menjagamu dari segala bahaya yang tak terduga di sekitarmu. Aku tidak punya maksud untuk membuatmu tertarik padaku.."

"Aku mengerti. Ini memang salahku. Aku terlalu payah. Hanya karena melihat pria tampan saja, aku sangat lemah.." ujar Ye Eun. Ia kembali menunduk menatap kedua kakinya.

"Tapi apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku benar-benar tidak tahu apa-apa. Aku sudah terlanjur mencintaimu.." lanjutnya. Lalu benar-benar menangis.

Donghae segera mengambil posisi. Ia memposisikan dirinya berjongkok dihadapan Ye Eun sambil memegangi kedua tangannya yang bergetar hebat. Ia mengerti, perasaan memang aneh dan sangat membingungkan. Perasaan tidak pernah pandang bulu untuk berhenti pada siapa. Tapi, takdir tahu dimana tempatnya ia berhenti.

"Dengar aku.. kau boleh menangis sekarang. Kau boleh kecewa, kau boleh marah, kau boleh sedih. Tapi kau juga harus bahagia karena Tuhan telah memberitahumu bahwa kau telah jatuh cinta pada orang yang salah. Bukan aku yang seharusnya kau cintai.." ucap Donghae. Ini kali pertamanya ia berbicara pada Ye Eun dengan sangat lembut. Ibunya selalu mengajarkannya untuk setidaknya memperlakukan wanita dengan baik meskipun ia sangat cuek. Karena pastinya, Donghae juga tidak ingin jika ibunya ataupun Jessica diperlakukan tidak baik oleh pria lain. Maka dari itu, ia juga harus memperlakukan wanita lain dengan baik.

"Kau cantik, kau baik, kau pintar, semua orang menyayangimu. Jangan merasa putus asa hanya karena hal ini. Takdir tidak membiarkan kita bersama karena dia tahu, aku bukan orang yang tepat untukmu. Masih banyak orang yang menyayangimu. Dan kau harus yakin, suatu hari nanti akan ada pria yang datang ke dalam hidupmu. Dimana ia begitu mencintaimu dan kau juga begitu mencintainya... Semuanya butuh proses..." ucap Donghae dengan sangat meyakinkan. Ia tersenyum pada Ye Eun untuk memberinya semangat dan keyakinan.

Yang dikatakan Donghae memang ada benarnya juga. Ya. Ye Eun harus yakin bahwa suatu hari nanti akan ada pria yang datang ke dalam hidupnya. Pria yang mencintainya dengan tulus, dan iapun juga mencintainya. Benar. Percuma saja jika hari ini ia merasa putus asa hanya karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Tidak ada gunanya mengemis cinta pada seorang pria yang ditakdirkan bukan untuknya.

"Lee Donghae..." panggil Ye Eun pelan. Ia sibuk mengelap air matanya.

"Apa?" tanya Donghae. Kedua alisnya terangkat.

"Bo-boleh aku... menciummu?" tanya Ye Eun dengan canggung. Ia tahu ini sangat tidak sopan. Tapi, ia hanya menginginkan sebuah momen manis yang ia ciptakan bersama pria yang saat ini masih ia cintai, meski pada akhirnya ia tidak bisa memiliki pria itu.

Donghae tersenyum, lalu kembali duduk di samping Ye Eun.

"Coba kau pikir.. ciuman bukanlah bentuk dari mengungkapkan rasa sayang atau cinta. Kau bisa mengungkapkan perasaanmu lewat apa saja. Bukan ciuman. Lagipula, calon suami mu akan marah jika tahu bahwa kau pernah berciuman denganku.." ucap Donghae. Kata-kata yang ia rancang, merupakan sebuah penolakan yang sangat halus yang pernah ada.

"Memangnya kau tahu siapa calon suamiku?" tanya Ye Eun.

"Dia sedang dalam perjalanan bertemu denganmu.." balas Donghae. Ye Eun tertawa kecil mendengarnya.

"Kalau begitu.... boleh aku memelukmu?" tanya Ye Eun hati-hati.

"Tidak boleh ya?" tanya Ye Eun lagi, saat Donghae tak kunjung menjawabnya.

"Kau boleh memelukku jika kau mau.." ucap Donghae pada akhirnya. Seketika itu juga, Ye Eun langsung memeluknya lagi. Lebih erat dari yang sebelum-sebelumnya. Karena ia tahu, ini akan menjadi pelukan terakhirnya dengan Bodyguard kesayangannya itu. Apalagi, Donghae berkata bahwa ia telah melamar kekasihnya. Berarti, tak lama lagi pria itu akan menjadi seorang suami. Bukan tidak mungkin, bisa jadi.. Donghae juga mengundurkan diri dari pekerjaannya. Jikapun tidak, Ye Eun harus menjaga jarak dengan pria itu. Karena Donghae yang lajang, tentu akan sangat berbeda ketika pria itu sudah beristri.


*

*

*

Jessica tampak begitu senang menatap ruang tengahnya yang telah ia sulap sedemikian rupa menjadi tempat pesta kecil-kecilan untuk memperingati hari jadinya dengan Donghae yang ke dua belas tahun. Meski tidak terlalu mewah, tapi tidak apa-apa. Lagipula.. hanya ia dan Donghae berdua saja yang akan terlibat dalam pesta ini.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, nuansa pesta selalu dipenuhi oleh warna biru kesukaan Donghae, yang di campur dengan warna pink kesukaan Jessica. Sebuah kesatuan yang membuat ruangan ini tampak begitu lucu, namun juga mendapatkan kesan elegan.

Jessica tidak memasak masakan apapun yang biasanya selalu menjadi bintang di antara menu-menu makanan lainnya. Donghae bilang, ia akan marah jika Jessica memasak. Karena itu akan membuatnya kelelahan. Pria itu sengaja memesankan beberapa menu dari kafenya untuk merayakan hari jadi mereka. Dan kebetulan, makanannya sudah datang pukul enam sore tadi dan kini sudah Jessica tata secantik mungkin di atas meja bundar yang sudah ia siapkan. Berdampingan dengan kue tart berwarna pink, serta lilin berbentuk angka 12 di atasnya. Tidak terlalu besar, karena hanya mereka berdua yang akan memakannya.

Kini, jarum jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Jessica sudah siap dengan segala macamnya. Ia sudah mandi, mengenakan gaun berwarna biru tua yang akan senada dengan jas yang dikenakan Donghae. Tak lupa, ia juga mendandani dirinya dengan polesan make up tipis andalannya yang membuatnya terlihat begitu cantik. Parfum beraroma vanila yang manis, melengkapi penampilannya malam ini. Ia tinggal duduk manis saja, menunggu pangerannya tiba yang lima belas menit yang lalu mengabarinya bahwa ia sedang memanaskan mobil.

Jessica tersenyum, menatap jari manisnya yang dihiasi cincin berlian pemberian Donghae. Cincin yang membuatnya sulit tidur karena saking senangnya. Bahkan, ia terus-menerus mengumbar senyumnya sepanjang hari. Ia menjalani harinya dengan baik hingga tak merasa kelelahan sedikitpun saat mendekor apartemennya.

Ting Tong

Jantung Jessica mulai berdegup kencang saat ia mendengar bel apartemennya berbunyi. Tidak salah lagi. Itu pasti Donghae. Pria itu tak pernah mau membuka pintunya sendiri meski Jessica sudah memberitahu password nya sejak ia pertama kali membeli apartemen ini.

Dengan semangatnya, Jessica berjalan cepat menuju pintu. Dan.. benar saja dugaannya. Itu memang Donghae. Pria itu mengenakan jas biru tua yang senada dengan gaun yang ia kenakan. Jessica menyambutnya dengan senyuman cerianya. Apalagi ketika ia tahu bahwa ternyata, Donghae tidak datang dengan tangan kosong seperti yang ia pikirkan sebelumnya.

Untuk yang pertama kalinya setelah dua belas tahun, Donghae memberinya sebuah buket bunga yang begitu cantik. Jessica sangat menyukainya dan tentunya ia mengapresiasi pemberian kekasihnya itu dengan baik.

"Ini." ucap Donghae dingin tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sama seperti wajahnya yang juga begitu datar. Ia memberikan buket bunga itu tanpa melakukan suatu hal yang romantis atau mengatakan kata-kata gombal seperti seorang buaya. Tapi maaf, Donghae-nya bukan buaya.

"Terimakasih..." ucap Jessica. Ia tersenyum senang menerima buket bunga itu. Pria itu benar-benar menepati janjinya untuk tidak bersikap menyebalkan malam ini.

"Ini juga." Ucap Donghae lagi. Jessica tertawa ketika ia tahu ada benda lain yang dibawakan Donghae untuknya. Sebuah kantong plastik kecil, yang ternyata isinya adalah tiga batang coklat yang baru dibeli pria itu di sebuah minimarket. Kenapa Jessica tahu? Yaa.. karena masih ada struk pembayaran di dalam kantong plastik itu. Huh! Lee Donghae benar-benar tidak tahu bagaimana caranya bersikap romantis.

Meski begitu, Jessica tetap senang. Di hari jadi mereka yang ke dua belas, yang ia kira tidak akan pernah terjadi. Justru menjadi hari jadi yang paling spesial dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Kuenya kecil sekali.." ucap Donghae ketika ia melihat kue tart berwarna pink berbentuk hati yang ternyata lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.

"Tahun sebelumnya selalu aku yang menghabiskan. Aku tidak kuat. Makanya aku pesan yang kecil." Ujar Jessica. Donghae hanya menganggukkan kepalanya mendengar itu.

Kemudian, mereka pun memulai acaranya. Meski tanpa seorang pembawa acara, ataupun para tamu undangan. Hal ini sudah biasa mereka lakukan secara privasi. Hanya berdua saja, tanpa ada campur tangan orang lain.

Acara dimulai dengan proses tiup lilin dan potong kue. Sebelum meniup lilin, keduanya sama-sama berdoa. Menutup mata dan memanjatkan harapan-harapan yang tak pernah berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Keduanya tetap berharap agar hubungan mereka langgeng, di berikan kesehatan, kebahagiaan, serta rezeki yang berlimpah. Juga di jauhkan dari hal-hal buruk.

Setelah meniup lilin, acara selanjutnya adalah memotong kue. Keduanya begitu antusias karena sama-sama merasa lapar. Jessica bahkan tidak makan siang tadi, ia juga hanya sarapan sepotong roti tadi pagi karena terlalu sibuk menyiapkan acara malam ini. Sementara Donghae, ia sempat memakan semangkuk krim sup dan roti panggang tadi pagi. Siangnya, ia di traktir tuan Jang makan ayam goreng. Meski begitu, ia tetap lapar sekarang.

Jessica menjadi orang pertama yang memotong kuenya. Kemudian, ia memberikannya pada Donghae. Setelah itu, giliran Donghae yang memotong kuenya, kemudian ia berikan kepada Jessica. Mereka selalu melakukan itu setiap tahunnya. Tapi tidak pernah ada momen romantis seperti saling menyuapi, atau bahkan melakukan hal-hal jail seperti mencoret-coret wajah dengan krim. Jessica pikir.. orang seperti Donghae tidak suka melakukan hal-hal seperti itu. Maka ia pun tidak pernah melakukannya. Mereka hanya duduk berhadapan di sebuah meja bundar yang telah dihiasi oleh bunga dan lilin-lilin wangi. Menikmati kue tart, dengan diselimuti oleh keheningan.

"Apa kue nya enak?" tanya Jessica setelah ia menghabiskan sepotong kue miliknya.

"Enak.." balas Donghae. Tidak ada topik lain yang bisa mereka bicarakan lagi setelah itu. Hingga akhirnya, Jessica mengeluarkan sebuah kotak berwarna coklat dengan hiasan pita di atasnya. Sebuah kado. Dan itu untuk Donghae.

"Saatnya membuka kado!" seru Jessica dengan riangnya. Meskipun aura yang diberikan Donghae tetap dingin dan menegangkan.

"Apa ini?" Tanya Donghae. Wajahnya terlihat biasa saja, datar. Pria itu seolah tak memiliki ekspresi lain selain itu.

"Hadiah untukmu. Buka saja.." ucap Jessica. Ia tak sedikitpun merasa lelah karena memasang senyumnya sejak tadi.

Akhirnya, Donghae pun menurut. Ia membuka kotak itu dan menemukan sebuah dompet kulit berwarna hitam. Meski hanya sebuah dompet, tapi Donghae tahu berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh benda itu. Jessica tak pernah memberinya barang murah. Karena wanita itu sangat menghargainya.

"Terimakasih..." ucap Donghae. Akhirnya, ia pun tersenyum dan menunggu apakah Jessica akan menagih hadiah padanya. Tapi ternyata tidak. Wanita itu kelihatannya sudah sangat puas dengan cincin yang ia berikan dua hari yang lalu.

"Kau tidak mau hadiah lagi?" tanya Donghae. Dan ia mendapatkan gelengan kepala.

"Hadiah? Kau sudah memberikannya padaku.. Terimakasih ya.." balas Jessica sambil tersenyum. Ia menunjukkan cincin di jari manisnya dengan bangga. Demi Tuhan... ia suka sekali dengan cincinnya.

"Apa kau pikir, kemarin itu aku benar-benar melamarmu?" tanya Donghae yang seketika saja membuat senyuman Jessica menghilang.

"Apa kau hanya bercanda?" tanya Jessica panik. Jantungnya langsung berdegup dengan kencang. Wajahnya pun terlihat menegang. Ia takut bagaimana jika ternyata Donghae hanya main-main melamarnya. Padahal, ia sudah bercerita pada ayahnya bahwa ia telah dilamar Donghae.

"Aku tidak bercanda. Hanya saja.. aku khawatir kau tidak puas dengan lamaranku kemarin.." ucap Donghae.

"Tidak. Aku puas dan aku senang. Aku bahkan sudah bercerita pada papa.." ujar Jessica, yang tentu saja membuat Donghae terkejut. Ia selalu merasa tak percaya diri jika sudah menyangkut dengan ayah Jessica. Ia malu.

"Ahh.. kenapa kau menceritakannya pada ayahmu?" tanya Donghae. Nadanya meninggi.

"Papa memang harus tahu bahwa anak gadisnya sudah dilamar. Memangnya siapa yang akan mendampingiku nanti jika bukan papa?" ujar Jessica.

"Tapi-"

"Tidak apa-apa. Papa senang mendengarnya. Dia bilang, kenapa kau tidak mau berkunjung ke rumah dan menemui papa? Asal kau tahu, papa sangat ingin bertemu denganmu..." tutur Jessica. Ia sangat tahu bahwa Donghae sangat tidak percaya diri untuk bertemu dengan ayahnya. Padahal, ayahnya selalu menanyakan Donghae. Bagaimana kabarnya, bagaimana pekerjanya, dan lain sebagainya. Tapi Donghae tidak pernah mau diajak bertemu ayah Jessica. Alasannya selalu sama. Malu.

"Benarkah?" tanya Donghae tak percaya.

"Iya. Lusa nanti, papa mengadakan makan malam di kantor. Perusahaan papa baru saja mendapatkan penghargaan. Kau datang ya? Tidak banyak orang. Papa hanya mengundang teman-temannya saja. Mau ya?" Jessica membujuk. Selama ini, Donghae tidak pernah bertemu dengan ayahnya jika bukan karena tidak disengaja. Padahal, ayahnya sangat ingin bertemu dengan Donghae dan mengobrol secara pribadi. Tapi Donghae tidak pernah mau. Untungnya, ayah Jessica sangat pengertian. Beliau bilang, dulu ia juga seperti itu. Ia sangat takut setiap kali mendiang ibu Jessica mengajaknya untuk menemui ayahnya yang tidak lain adalah kakek Jessica.

"Kau mau kan? Ayolah... Papa pasti senang kalau kau datang.." ucap Jessica. Ia memasang puppy eyes nya yang akhirnya membuat Donghae tidak bisa menolaknya.

"Iya. Aku akan datang.." ucap Donghae pada akhirnya. Ia tersenyum melihat betapa bahagianya Jessica saat ini. Donghae pikir.. sekarang memang sudah saatnya untuk mendekatkan diri dengan keluarga Jessica jika ia memang benar-benar serius akan meminangnya.

"Ayo!" ajak Donghae tiba-tiba. Ia berdiri dari kursi yang ia duduki, lalu berjalan menghampiri Jessica dan menariknya supaya berdiri juga.

"Ayo apa? Acaranya masih lusa nanti!" ucap Jessica yang kebingungan saat Donghae tiba-tiba menyuruhnya untuk berdiri.

"Bukan.. bukan itu!" Donghae terkekeh melihat Jessica yang begitu kebingungan. Ia menarik wanita itu ke tengah-tengah ruangan.

"Kau mau apa?" tanya Jessica ngeri. Ia menjauhkan diri dari Donghae ketika pria itu tiba-tiba memegang pinggangnya. Hey! Lee Donghae! Kau masih waras bukan?

"Aku tahu, kau memiliki sesuatu yang sangat kau inginkan. Kau selalu menulisnya dalam susunan acara, tapi kita tidak pernah melakukannya..." ucap Donghae. Kata-katanya itu membuat Jessica berpikir keras. Sesuatu yang sangat ia inginkan? Ia selalu menulisnya dalam susunan acara? Tapi mereka tidak pernah melakukannya? Apa?

Jessica diam dan terus berpikir. Hingga ketika Donghae mengambil handphonenya, lalu memutar lagu Tennessee Whiskey milik Chris Stapleton dengan volume keras dan melemparkannya ke atas sofa. Barulah Jessica mengerti apa yang di maksud Donghae. Berdansa. Ya. Di setiap hari jadi mereka, Jessica selalu mencatat berdansa dalam list acaranya. Tapi sayangnya, hal itu tidak pernah terwujud. Karena Jessica tahu, Donghae tidak akan mau melakukan hal seperti itu.

Tapi sekarang? Jessica bahkan tidak bisa mengukur seberapa besar rasa bahagianya hingga kedua matanya berkaca-kaca. Lee Donghae-nya yang sangat dingin, kini dengan terang-terangan mengajaknya berdansa. Pria itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Jessica, menuntunnya untuk bergerak mengikuti alunan lagu, dan dengan tatapan mata yang begitu mendalam. Baru kali ini, Jessica merasa bahwa Donghae benar-benar mencintainya.

"Donghae..." panggil Jessica tak percaya. Kedua matanya berkaca-kaca, ia menatap Donghae dengan haru. Perlahan, ia mulai mengangkat kedua tangannya, melingkarkannya di leher pria itu. Ia tak pernah berada dalam posisi seromantis ini setelah dua belas tahun berpacaran dengan Donghae. Ternyata, melakukan hal seperti ini benar-benar menyentuh hatinya. Tatapan mata yang begitu lembut dari Donghae, membuat Jessica merasa dirinya begitu spesial di mata pria itu.

"Aku tahu kau suka berdansa. Maaf baru bisa mewujudkannya sekarang..." ucap Donghae dengan lembut, tanpa memutuskan kontak matanya yang mengikat Jessica. Sehingga keduanya sama-sama tidak bisa berpaling ke arah lain selain hanya menatap satu sama lain.

Donghae membawa Jessica larut dalam lagu yang terus berputar di handphone miliknya. Ia menuntun Jessica, bergerak pelan ke kanan dan ke kiri menyamakan alunan lagu yang berputar. Lagu selanjutnya adalah Perfect dari Ed Sheeran. Sebuah lagu yang sangat romantis, yang seolah menggambarkan bagaimana perasaan Donghae pada Jessica. Wanita yang selalu terlihat sempurna di matanya.

Hingga akhirnya, mereka berhenti sebelum lagu itu benar-benar selesai. Donghae terdiam, menatap Jessica yang malah menangis sesenggukan.

"Kenapa menangis?" tanya Donghae, ia meraih dagu Jessica dengan lembut. Mengusap air matanya dengan kedua ibu jarinya.

"Lee.... Donghae.... hikss.." Jessica benar-benar menangis hingga kedua bahunya bergetar hebat. Bukan karena ia merasa sedih. Justru sebaliknya. Ia merasa haru yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia masih tidak percaya, Lee Donghae-nya yang dingin baru saja mengajaknya berdansa dengan iringan lagu romantis yang seolah memujinya. Tatapan matanya begitu halus, seolah pria itu sedang menyalurkan rasa cintanya. Jessica tidak pernah melihat Donghae seperti ini, dan tidak pernah berpikir bahwa Donghae akan memperlakukannya seperti ini.

"Apa? Kenapa? Ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Donghae dengan lembut. Ia mengusap-usap kepala Jessica supaya wanita itu bisa menenangkan dirinya.

"Terimakasih.... hikss..." ucap Jessica sesenggukan. Ia merasa bahwa ia memang harus berterimakasih pada Donghae. Pria yang ternyata selama ini begitu mencintainya dan selalu menjaga hatinya.

"Aku yang seharusnya berterimakasih padamu..." ucap Donghae, ia mengusap lembut rambut serta wajah kekasihnya itu. Kedua matanya ikut berkaca-kaca ketika ingatannya kembali membawanya pada masa lalu ketika ia belum menjadi seperti sekarang. Dulu, ia hanyalah laki-laki biasa yang beruntung bisa bersekolah dan mendapatkan beasiswa. Ia tidak pernah punya mimpi, harapan dan cita-cita. Karena ia sadar, kemewahan dunia tidak mungkin bisa ia raih.

Dan Jessica adalah gadis yang mencintainya sejak dulu. Sejak ia belum punya apa-apa. Sejak ia bukan siapa-siapa. Tapi Jessica begitu tulus mencintainya, meski ia tak pernah menganggapnya. Tidak pernah menganggap Jessica benar-benar mencintainya. Tidak pernah suka dengan kehadirannya. Tapi justru, kini kepergian Jessica adalah hal yang sangat Donghae takutkan. Ia tidak ingin Jessica meninggalkannya. Ia tidak ingin Jessica berpaling pada yang lain.

Jessica adalah wanita yang berhasil mengubah pola pikirnya. Dari Lee Donghae yang tidak pernah punya mimpi. Menjadi Lee Donghae yang memiliki banyak mimpi dan tekad yang besar untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Selain ibunya, Jessica adalah wanita yang berdiri dibalik kesuksesannya sekarang.

"Terimakasih sudah mencintaiku sampai sejauh ini..." ucap Donghae yang membuat Jessica semakin meneteskan air matanya dengan deras. Hingga akhirnya, ia menarik Jessica ke dalam pelukannya. Memeluknya seerat yang ia bisa, dan dengan beraninya ia menciumi puncak kepalanya. Entahlah, Donghae tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan betapa besarnya cintanya untuk Jessica.

Kreks..

Larut dalam suasana haru, membuat Donghae lupa akan sesuatu yang sudah ia siapkan untuk Jessica. Dan ia baru menyadarinya ketika mendengar suara itu.

Sama halnya dengan Jessica, ia merasa ada sesuatu yang aneh ketika Donghae memeluknya. Bukan. Bukan aneh dalam soal perasaan. Tapi.. tubuh pria itu yang aneh. Jessica seperti merasakan sesuatu di balik kemeja yang dikenakan Donghae.

"Kau menyembunyikan sesuatu?" tanya Jessica curiga. Ia melepaskan pelukannya, dan menatap Donghae dengan penuh rasa penasaran. Terlepas dari suasana haru, Donghae hanya tersenyum menampilkan seluruh deretan giginya.

"Oh iya. Apa kau mau hadiah lain? Aku punya sesuatu untukmu.." ucap Donghae.

"Hadiah lain? Apa?" tanya Jessica kebingungan. Donghae bahkan sudah memberinya cincin dua hari yang lalu. Pria itu juga membawakannya buket bunga dan tiga batang coklat lengkap dengan struk pembayarannya. Lalu apalagi sekarang? Kenapa tiba-tiba pria itu menjadi penuh kejutan?

Jessica memandangi Donghae dengan kening yang mengerut. Apalagi ketika pria itu membuka kancing kemejanya satu persatu. Jessica bingung, kira-kira.. apa yang akan Donghae lakukan? Kenapa pria itu membuka kemejanya?

Tapi kemudian, Jessica mengerti. Pria itu ternyata memang menyembunyikan sesuatu di balik kemeja yang dikenakannya. Ohh.. pantas saja Jessica merasa ada yang aneh saat pria itu memeluknya tadi.

"kenapa kau menyembunyikannya di situ?" tanya Jessica heran. Ia tertawa kecil di akhir kalimatnya. Ternyata, Donghae-nya juga bisa bersikap bodoh seperti itu.

"Tidak ada tempat lain.. hehe.." Donghae menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Apa itu?" tanya Jessica penasaran. Ia menatap amplop besar berwarna coklat yang baru saja dikeluarkan Donghae dari dalam kemejanya.

Bukannya menjawab pertanyaan Jessica, Donghae memposisikan dirinya berjongkok dihadapan Jessica. Dan itu tentu membuat Jessica semakin kebingungan.

"Ini untukmu. Tapi kau harus mau menikah denganku." Ucap Donghae sambil menyodorkan amplop itu pada Jessica.

"Kau melamarku lagi?" tanya Jessica, dan dengan sigap Donghae langsung menganggukkan kepalanya.

"Aku mau menikah denganmu. Jadi, boleh aku mengetahui isi amplop ini?" tanya Jessica. Ia mengambil amplop itu dari tangan Donghae. Kemudian menarik tangan pria itu supaya kembali berdiri.

"Apa ini?" tanya Jessica penasaran.

"Buka saja!"

"Ahh.. apa ini gajimu yang kau kumpulkan sejak bulan pertama?" tebak Jessica.

"Kenapa banyak bicara? Buka saja!" ucap Donghae.

"Dimana-dimana orang melamar kekasihnya menggunakan cincin. Jangan-jangan, ini adalah kumpulan foto aib ku saat masih sekolah.." ucap Jessica yang sibuk membuka amplop itu. Sementara Donghae hanya tertawa mendengarnya.

Amplop itu tidak terlihat spesial. Tidak ada hiasan pita atau bahan apapun untuk mempercantik penampilannya. Bahkan, amplop ini sudah kusut karena di taruh di dalam kemeja yang dikenakan Donghae.

"Apa ini?" tanya Jessica. Ia mengeluarkan semua isi amplop itu, dan ia terkejut bukan main saat tahu apa yang ada di dalam amplop tersebut.

"A-apa kau bercanda?" tanya Jessica. Air matanya kembali berkaca-kaca.

"Kita sudah bersama selama dua belas tahun. Tidak ada waktu lagi untuk bercanda sayang...." Kedua tangan Jessica bergetar, ia menutup mulutnya yang terbuka karena saking terkejutnya dengan apa yang diberikan Donghae untuknya. Kedua matanya berkaca-kaca, dan akhirnya.. ia merosot. Tergeletak duduk di atas lantai.

"Kau bercanda?" Tanya Jessica memastikan. Ia masih saja tak percaya dengan apa yang saat ini ada di tangannya. Air matanya benar-benar menetes sekarang. Kedua matanya bergerak mengikuti setiap kata yang tertera dalam beberapa kertas tebal yang disatukan menjadi sebuah buku. Itu bukan buku harian, atau sebuah album kenangan yang disusun Donghae sejak awal mereka berpacaran. Ayolah... Donghae tidak mungkin menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan foto dan menyusunnya dalam album dengan disertai kata-kata romantis. Itu bukan tipenya sama sekali.

"Ini hadiah yang aku siapkan sejak dulu untukmu.. aku harap kau akan menyukainya..." ucap Donghae, ia berjongkok dihadapan Jessica. Mengembangkan senyuman manisnya, sambil mengusap-usap punggung Jessica dengan lembut agar wanita itu berhenti menangis. Akan tetapi, Jessica malah semakin menangis. Tidak tega melihatnya, akhirnya Donghae pun memeluk Jessica dengan erat. Ia juga tidak menyangka bahwa reaksi Jessica akan seperti ini.

"Seharusnya ibumu yang kau beri hadiah rumah. Bukan aku." Ucap Jessica. Ia melepaskan pelukannya sejenak, menundukkan kepalanya menatap sertifikat rumah atas nama dirinya. Jessica tidak pernah menyangka bahwa hadiah lain yang di maksud Donghae adalah sebuah rumah, bahkan lengkap dengan surat hak milik tanahnya yang sama-sama tertulis atas nama Jessica Jung. Jessica tentu merasa senang. Tapi di sisi lain, ia merasa bahwa Donghae sudah berlebihan. Seharusnya, Donghae menghadiahi sebuah rumah untuk ibunya. Bukan untuknya.

"Kau pikir sekarang ibuku tinggal di mana jika bukan di rumah yang ku belikan untuknya? Hah?" Tanya Donghae. Ia membantu Jessica mengusap air matanya dengan ibu jarinya.

"Aku hanya ingin menunjukkan keseriusanku padamu. Biarkan aku mengungkapkannya dengan cara apapun yang aku bisa..." ucap Donghae, ia kembali menarik Jessica ke pelukannya. Rasanya sia-sia saja ia ikut membantu Jessica mengusap air matanya. Karena lagi-lagi, wanita itu malah menangis.

"Berhentilah menangis, matamu akan perih nanti. Make up mu juga akan luntur.." ucap Donghae sambil mengelus-elus rambut Jessica.

"Make up ku tahan air.." ucap Jessica yang malah merusak suasana haru itu. Keduanya langsung tertawa bersamaan. Dan Jessica, wanita itu malah mencampurkan tawa dan tangisnya. Ia tertawa, namun matanya mengeluarkan air mata.

"Aku mempersiapkan rumah itu untuk masa depan kita. Aku ingin, rumah itu menjadi tempat yang paling nyaman untukmu, untukku, juga anak-anak kita.." ucap Donghae dengan begitu mendalam. Jessica tersenyum lembut mendengarnya.

"Sejak kemarin kau berbicara tentang anak-anak terus. Yakin sekali! Kita kan belum menikah.." balas Jessica. Ia terkikik melihat ekspresi Donghae yang begitu kikuk. Memang. Sejak kemarin, entah mengapa Donghae berbicara tentang masa depan dan anak-anak. Padahal, mereka kan belum menikah.

"Anak-anak siapa yang kau maksud?" tanya Jessica tanpa menghilangkan senyumannya. Bermaksud untuk menggoda Donghae.

"Jelas anak-anak kita. Anak siapa lagi? Anakmu dan anakku! Kau yang hamil, dan aku yang menghamili!" Jessica terkejut mendengar perkataan Donghae yang menurutnya sangat frontal itu. Merasa tak percaya bahwa Donghae ternyata begitu berani mengatakannya. Lantas, iapun memukul bahu kekasihnya itu.

"Sembarangan kau bicara!"

"Tapi kau mau kan?" Tanya Donghae. Ia menatap Jessica dengan begitu dalam sehingga wajah cantik itu memerah. Merasa malu karena dipandanginya seperti itu. Donghae kembali melingkarkan kedua tangannya di pinggang Jessica. Dan... entah siapa yang memulai, keduanya tiba-tiba menyatukan bibir mereka dan berciuman. Benar-benar berciuman. Ciuman pertama setelah dua belas tahun berpacaran. Ciuman penuh cinta yang selama ini tidak pernah terungkapkan secara langsung.

Bukan Donghae yang memulainya. Juga bukan Jessica yang memulainya. Keduanya seperti merasakan ada sesuatu yang mendorong mereka untuk menyatukan bibir mereka. Lama-lama, keduanya pun sama-sama larut dalam ciuman manis itu hingga mulai lupa dengan segalanya. Ciuman yang tadinya hanya dipenuhi oleh ungkapan cinta, kini mulai berubah. Nafsu mulai tumbuh dan perlahan mendominasi. Jessica sadar, tangan Donghae mulai berulah. Mengusap-usap kedua bahu polosnya, kemudian turun menyentuh pinggulnya.

Sebelum semuanya menjadi sangat liar. Jessica berontak. Ia mendorong tubuh Donghae dan melepaskan ciuman mereka dengan paksa. Ia menaikkan tali gaunnya yang turun karena ulah tak sadar Donghae. Meski pria itu dikenal sangat cuek dan tidak peduli. Donghae tetaplah pria yang sama-sama memiliki nafsu dengan pria manapun.

"Maaf..." ucap Donghae. Ia membuang muka ke arah lain. Tidak ingin menatap kearah Jessica. Sungguh ia merasa malu. Jessica baru saja melihat sisi lain dari dirinya.

"eoh.." gumam Jessica seraya mengangguk pelan. Suasana menjadi sangat kikuk dan menegangkan setelahnya.

"Ganti pakaianmu ya?" pinta Donghae pada Jessica untuk mengganti gaun berwarna biru tua yang dikenakannya. Jessica memang sangat cantik mengenakan gaun biru berpotongan dada itu. Gaun itu sangat sopan dan tidak mengekspos terlalu banyak bagian tubuh Jessica. Tapi tetap akan sangat berbahaya ketika Donghae melihatnya dengan penuh gairah seperti barusan.

Jessica menganggukkan kepalanya sambil menahan rasa malu. Akhirnya, ia pun pergi menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya dengan detak jantung yang tidak karuan. Ia masih saja tidak percaya bahwa ia baru saja berciuman dengan Lee Donghae.

*

*

*

Tidak ada yang tahu betapa gugupnya Donghae saat ini. Entah berapa gelas air putih yang sudah ia teguk, juga entah berapa kali ia merapikan rambutnya. Ini sudah pukul tujuh lewat lima belas malam. Dan acara gala dinner yang di adakan oleh ayah Jessica sudah di mulai pukul tujuh tadi. Ia sudah terlambat lima belas menit.

Tapi untungnya, Jessica sangat mengerti dengan apa yang di rasakan Donghae sekarang. Wanita itu sama sekali tidak marah, dan tidak memaksa Donghae untuk buru-buru. Jessica hanya mengatakan, pergilah kalau Donghae sudah benar-benar siap. Lagipula.. siapa yang tidak gugup saat akan bertemu ayah dari wanita yang sangat dicintai?

Akhirnya, Donghae pun berangkat menuju hotel tempat dimana ayah Jessica mengadakan gala dinner setelah sebelumnya ia menjemput Jessica di rumahnya. Ia merasa sangat bersalah pada Jessica karena telah membuat wanita itu terlambat datang di acara penting ayahnya sendiri. Jika saja Jessica bukan wanita yang sangat pengertian, ia pasti sudah dimaki-maki sepanjang jalan.

Pukul tujuh lewat empat puluh, mereka akhirnya sampai. Dan ternyata, mereka sudah ketinggalan beberapa acara. Hingga ketika mereka datang, semua orang sedang menyantap makan malam mereka sambil menikmati pertunjukan saksofon.

"Itu dia putri saya. Dia datang bersama pacarnya.." ucap tuan Jung. Pria berkacamata itu berdiri sejenak dari duduknya untuk menyambut kedatangan putri kesayangannya. Ia sudah menyiapkan dua tempat duduk di meja yang sama dengannya. Khusus untuk Jessica, dan juga untuk Donghae tentunya.

Lantas, Jessica dan Donghae pun memasang senyum mereka semanis mungkin. Keduanya membungkukkan badan untuk memberi hormat pada teman-teman dekat ayah Jessica, sebelum akhirnya ikut duduk memutari meja makan panjang berukuran besar dengan kapasitas maksimal enam belas orang.

"Oh.. jadi ini calon menantumu.." ucap seorang pria baya yang juga berkacamata seperti ayah Jessica. Ia tersenyum memandangi pasangan muda yang duduk tak jauh darinya itu.

"Iya. Ini Donghae. Namanya Lee Donghae.." ucap ayah Jessica tiba-tiba. Pria itu memandangi Donghae sambil tersenyum manis. Dan hal itu tentu saja membuat Donghae semakin gugup. Ia bahkan tak tahu harus berkata apa.

"Setelah ini temui papa sebentar ya?" bisik ayah Jessica pada Donghae tanpa bisa di dengar oleh orang lain kecuali Jessica yang duduk di antara keduanya. Donghae hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa bisa menolak meski sebenarnya ia begitu tak percaya diri. Ia gugup, jantungnya terus berdegup dengan sangat kencang lebih dari biasanya. Bahkan, keringatnya terus bercucuran sejak tadi. Mendadak, ia juga tidak nafsu makan walaupun semua hidangan disini kelihatannya sangat lezat.

"Wahh.. sepertinya tak lama lagi kau akan ada pesta pernikahan besar-besaran.." ucap seorang wanita yang umurnya seumuran dengan ayah Jessica. Rambutnya pendek, memakai gaun berwarna putih tulang, dengan beberapa perhiasan yang membuatnya terlihat glamor. Ia tersenyum, menatap Donghae dan Jessica secara bergantian.

"Oh tentu saja.." ucap ayah Jessica dengan begitu yakin. Ia tertawa kecil menatap putrinya dan Donghae yang begitu kikuk.

"Makanlah yang banyak.. kau terlihat begitu tegang.. hahaha.." ucap ayah Jessica yang sadar betapa tegangnya ekspresi wajah Donghae saat ini. Ia mengambil beberapa makanan, lalu diletakkannya di atas piring milik Donghae.

"Terimakasih.." ucap Donghae dengan kaku.

"Santai saja.. kami tidak akan menjadi wartawan dadakan.." ucap wanita berambut pendek tadi, yang langsung di setujui oleh semua orang yang duduk semeja dengan mereka. Sementara itu, Donghae hanya tersenyum menanggapinya. Begitu juga dengan Jessica.

Tiba-tiba, seorang pria dengan setelan jas berwarna abu-abu datang dan langsung menduduki kursi kosong yang tak jauh dari Donghae dan Jessica. Ia tampak begitu terkejut ketika melihat Donghae. Begitupun dengan Donghae. Kedua matanya terbelalak lebar melihat sosok pria yang sudah tak asing lagi baginya, ternyata ikut hadir dalam acara gala dinner yang diadakan oleh ayah Jessica ini. Bahkan, pria baya itu mendapat tempat duduk di meja yang sama dengan ayah Jessica. Apa dia juga termasuk orang penting?

"Donghae?" ucap pria itu. Ia menatap Donghae yang langsung menurunkan kepalanya untuk memberi hormat.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya orang itu. Lantas, semua perhatian kini tertuju padanya dan juga Donghae.

"Kau mengenalnya? Dia adalah calon menantuku.." jawab ayah Jessica yang terlihat bingung ketika salah seorang temannya itu ternyata ada yang mengenali Donghae.

"Ca-calon menantu?" tanya orang itu tak percaya. Rahangnya tiba-tiba mengeras entah karena apa. Kedua matanya mulai menajam, ia menatap Donghae dengan marah.

"Iya. Kenapa?" tanya ayah Jessica. Donghae semakin dibuat tegang oleh itu. Ia menatap Jessica yang tersenyum manis menenangkannya. Dan ia mulai khawatir jika ada sesuatu yang tidak diinginkan malah terjadi malam ini.

Pria itu menatap Donghae dengan tatapan yang sungguh tidak mengenakkan. Dan itu, tentu membuat semua orang yang duduk disana bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi antara Donghae dan orang itu?

"Tentu saja aku mengenalnya. Dia adalah pengawal pribadi putriku.." ucap orang itu. Jika kalian menebak itu adalah tuan Han, maka kalian benar.

Kata-kata tuan Han barusan, lantas membuat semua mata tertuju pada Donghae. Mereka semua tampak terkejut ketika tahu bahwa ternyata.. Donghae, calon menantu tuan Jung itu adalah seorang bodyguard pribadi putri tuan Han yang tak lain adalah teman dekat tuan Jung sendiri.

Tuan Han sungguh merasa kecewa dan marah pada Donghae saat ini. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Ye Eun tahu akan hal ini. Putrinya itu begitu menyukai Donghae, dan ia tidak siap jika harus melihat putrinya kembali merasakan sakit hati hanya karena seorang pria. Melihat Donghae bersanding dengan wanita lain selain putrinya, membuat tuan Han merasa sangat dikhianati. Karena selama ini, ia selalu berpikir bahwa Donghae adalah pria yang tepat untuk putrinya. Ia langsung bisa merasakan betapa sakitnya hatinya saat ini ketika membayangkan putrinya. Sungguh, Donghae benar-benar keterlaluan.

Terlepas dari rasa kecewa dan marahnya, tuan Han malah menyunggingkan senyuman miringnya. Ia tersenyum puas saat melihat semua orang yang duduk semeja dengannya, kini memusatkan perhatian mereka pada Donghae. Mereka tampak tidak percaya bahwa ternyata, calon menantu tuan Jung hanya seorang bodyguard. Ia pikir, tuan Jung akan merasa sangat malu akan hal ini. Secara... tuan Jung adalah seorang pemilik perusahaan jasa di bidang perhotelan yang sangat sukses. Seharusnya, putrinya mendapatkan pasangan yang setidaknya se-level dengannya. Yahh.. minimal juga seorang pengusaha.

"Kalau putriku.. Dia baru saja menolak lamaran seorang CEO muda. Bayangkan! Seorang CEO saja, dia menolak. Hahh.. selera putri saya memang sangat tinggi.." ujar tuan Han membanggakan putrinya sekaligus seperti menyepelekan Jessica yang dipacari oleh seorang bodyguard. Meski begitu, tidak tampak satupun yang tertarik dengan perkataannya.

"Kau seorang bodyguard?" tanya pria berkacamata yang tampak ingin memastikan kebenarannya.

Donghae hanya tersenyum, menganggukkan kepala mengiyakan. Kekhawatirannya akhirnya terjadi. Ini yang ia khawatirkan saat melihat tuan Han. Ia merasa malu dan tidak enak hati pada Jessica dan juga ayahnya. Menjadi seorang bodyguard memang bukan pekerjaan yang hina. Tapi akan sangat memalukan jika seorang pengawal memacari anak gadis dari keluarga yang biasanya dikawal. Apalagi, tradisi orang kaya di Korea memang selalu memprioritaskan persamaan kasta.

"Waahh! Pasti kau pandai melakukan bela diri!" ucap seorang pria baya yang duduk di samping pria berkacamata. Ia berdiri sejenak untuk mempraktekkan beberapa gerakan bela diri, dan itu malah menghancurkan ketegangan yang sebelumnya tercipta. Lantas, semua orang malah tertawa melihat tingkah lucunya. Kecuali tuan Han yang hanya diam saja, masih merasa kesal pada Donghae. Ia bersumpah akan memecat Donghae setelah ini.

"Iya.. saya bisa melakukannya.." balas Donghae.

"Kau bisa apa? Karate? Wushu? Taekwondo? Atau..."

"Taekwondo. Dia juga bisa tinju. Hebatkan?" ucap Jessica memotong. Ia tersenyum menatap Donghae yang juga tersenyum padanya.

"Wahh.. hebat sekali!" Puji wanita berambut pendek. Ia tersenyum sambil bertepuk tangan.

"Oh iya. Dia juga punya kafe. Sudah punya banyak cabang. Bagaimana kalau lain kali kita meeting disana?" ujar ayah Jessica. Ia tampak tidak malu sama sekali hanya karena calon menantunya adalah seorang bodyguard. Pria baya itu tertawa kecil, sambil mengusap-usap punggung Donghae yang entah kenapa masih saja tegang.

"Oh iya? Kafe dimana?" tanya pria berkacamata yang tampak begitu antusias.

"Haru & One Day. Kalian tahu? Ahhh.. cabangnya kan sekarang sudah dimana-mana. Oh iya. Donghae merintis usahanya sendiri. Hebatkan?" ujar tuan Han dengan bangganya. Ia langsung mendapat antusias yang besar dari teman-temannya itu. Mereka langsung bersepakat untuk mengunjungi kafe milik Donghae lain waktu. Dan yang membuat suasana menjadi ramai, adalah ketika Donghae mengatakan bahwa ia akan menggratiskan semua menu di kafenya jika ayah Jessica dan teman-temannya mengadakan meeting di Kafe miliknya.

"Hebat sekali kamu. Padahal, kebanyakan anak muda jaman sekarang hanya mengandalkan warisan orang tuanya.." puji pria yang mengenakan jas coklat dengan motif kotak-kotak. Dan kata-katanya itu langsung disetujui oleh semua orang yang duduk di sana.

"Dan asal kalian tahu. Donghae melamar putriku dengan sebuah rumah.. Dia membelikan putriku sebuah rumah. Hebat bukan?" ujar ayah Jessica lagi dengan hebohnya. Dan itu membuat Donghae langsung dibanjiri oleh pujian-pujian yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Kecuali tuan Han. Dia adalah satu-satunya orang yang kelihatan tidak bahagia di sini. Pria itu tiba-tiba berdiri dengan wajah masam. Lalu pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa.

"Sudahlah tidak usah dipikirkan! Dia memang seperti itu sejak jaman sekolah..." ucap wanita berambut pendek ketika ia melihat Donghae yang begitu tidak nyaman karena tuan Han yang pergi begitu saja.

"Dia memang selalu membanggakan dirinya dan menyepelekan orang lain. Aneh. Kenapa orang seperti itu bisa terpilih sebagai komandan militer?" ucap pria berkacamata. Ia menatap kearah perginya tuan Han dengan tatapan mata kesalnya. Kemudian, topik pembicaraan pun berubah menjadi seputar sifat tuan Han dan kisah-kisah menyebalkannya di masa lalu.


*

*

*


Selepas acara gala dinner, Donghae di ajak ayah Jessica untuk mampir ke rumahnya. Ayah Jessica sengaja menyuruh supir pribadinya untuk pulang lebih dulu karena ia akan pulang bersama Donghae. Bayangkan! Betapa groginya Donghae ketika ia harus mengantar pulang calon mertuanya. Apalagi, ia hanya menggunakan Mercedes Benz keluaran lama yang tentu tidak setara dengan Rolls-Royce keluaran terbaru milik ayah Jessica yang harganya dua kali lipat dari mobil miliknya. Meski begitu, ayah Jessica terlihat tidak keberatan. Dan malah memuji keterampilan Donghae dalam merawat mobilnya sehingga terlihat begitu mengkilap, dan aromanya juga tidak membuat pusing. Hahhh.. ayah Jessica memang kriteria mertua yang diinginkan banyak orang. Demi apa.. beliau benar-benar orang yang sangat baik.

Sepanjang perjalanan, mereka membicarakan banyak hal. Tentang bisnis, pekerjaan, hobi, dan lain sebagainya tanpa menyinggung tentang gaji yang di dapat Donghae setiap bulannya. Mereka hanya membicarakan hal-hal ringan, bahkan hingga merencanakan untuk berkemah di pulau Jeju bersama. Meski tidak tahu apakah itu akan benar-benar terlaksana atau tidak.

Ternyata, ayah Jessica bukan hanya sekadar ramah dan friendly. Akan tetapi, beliau juga orang yang sangat nyaman untuk diajak bicara. Tata cara bicaranya sangat sopan dan menenangkan, seperti halnya seorang ayah yang sedang bercerita dengan anak lelakinya. Hal itu membuat Donghae menyesal karena tidak mencoba untuk mengenal ayah Jessica sejak dulu.

Setengah jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di kediaman ayah Jessica. Donghae langsung di persilahkan masuk dan dijamu oleh berbagai macam camilan meski perutnya sudah sangat kenyang. Ketiganya duduk di ruang tengah yang sangat mewah dan elegan, namun tidak terkesan kuno. Kemudian, melanjutkan perbincangan di mobil yang sempat terhenti.

"Kau punya burung?" tanya ayah Jessica mengawali percakapannya kedua mereka. Sebenarnya, pertanyaannya tidak ada yang salah. Hanya saja, Donghae yang salah menangkap maksudnya.

"Burung apa?" tanya Donghae tak mengerti. Ia terlihat begitu kikuk ketika ayah Jessica menanyakan apakah ia memiliki burung atau tidak. Eumm.. maksudnya.. burung apa?

"Tidak pa.. Donghae tidak memelihara burung." Ucap Jessica menengahi. Ia tertawa kecil karena paham dengan apa yang ada di pikiran Donghae.

"Ohh.. kau mau memelihara burung? Papa punya dua ekor mountain bluebird. Kalau kau mau, kau boleh mengambilnya.." ujar ayah Jessica yang akhirnya dimengerti oleh Donghae.

"Ahhh.. tidak perlu. Terimakasih. Saya tidak terlalu pandai merawat hewan peliharaan.." tolak Donghae dengan halus.

"Aku akan mengganti bajuku dulu.." ucap Jessica tiba-tiba. Ia berdiri dan pergi menuju kamar untuk mengganti bajunya. Meninggalkan Donghae dan ayahnya agar keduanya tetap berbincang-bincang.

"Donghae..." panggil ayah Jessica setelah Jessica pergi meninggalkan mereka berdua.

Donghae mengangkat kedua alisnya. Jantungnya mulai berdegup kencang ketika mendengar nada bicara ayah Jessica yang sepertinya hendak mengatakan sesuatu yang cukup serius.

"iya?"

"Apa kau benar-benar serius dengan putriku?" tanya ayah Jessica sembari membenarkan posisi kacamatanya yang turun. Sementara itu, Donghae langsung menelan ludahnya demi menghindari kegugupannya.

"I-iya.." jawab Donghae gugup.

"Seminggu yang lalu, putra pemilik H&A Entertainment datang padaku untuk melamar Jessica. Aku tahu dia pria yang sangat baik dan mapan. Tapi aku menolaknya dan berkata bahwa putriku sudah memiliki calon suami." Cerita ayah Jessica, yang tentu saja membuat Donghae syok bukan main. Kedua matanya langsung membulat menatap wajah ayah Jessica. Jantungnya pun berpacu tak karuan. Jessica dilamar pria lain? Sungguh, Donghae benar-benar takut. Ia bahkan tidak bisa berkata apa-apa.

"Aku hanya bertanya apakah kau serius dengan putriku atau tidak. Sudah banyak orang yang bertanya-tanya tentang putriku. Aku selalu bingung menjawabnya. Lebih baik, jika kau benar-benar serius, segeralah ikat dia. Agar semua orang tahu bahwa putriku sudah terikat." Ujar ayah Jessica. Donghae sangat paham dengan apa yang dimaksud dengan 'terikat'. Sejak dulu, Jessica memang selalu menagih kepastian tentang hubungan mereka. Namun ia selalu mengabaikannya.

"Aku serius. Dan aku akan segera mengikatnya." Ucap Donghae dengan begitu yakin. Meski sebenarnya, ia masih benar-benar gugup. Tapi jika sudah menyangkut Jessica, ia akan bersuara.

"Aku sangat merestui hubungan kalian. Lalu, kapan?"

"Secepatnya."

"Secepatnya?"

"Iya. Secepatnya."

"Apanya yang secepatnya?" tanya Jessica yang tiba-tiba datang setelah mengganti pakaiannya. Ia terlihat kebingungan ketika mendengar pembicaraan antara Donghae dan ayahnya. Namun dua pria itu malah tertawa melihat ekspresi wajah Jessica yang kebingungan itu.

"Ahh... papa sudah sangat mengantuk. Papa akan tidur dulu. Eumm... Kalian lanjut saja. Papa rasa, sejak tadi kalian belum memiliki waktu berdua karena direcoki teman-teman papa. Hahaha. Maaf ya.." ujar ayah Jessica sambil tertawa. Ia merasa kasihan pada Jessica dan Donghae yang sejak tadi tidak memiliki waktu untuk berbicara berdua karena terus direcoki oleh teman-temannya dan juga ia sendiri.

"Kau boleh menginap disini jika kau mau. Tapi tidak sekamar dengan Jessica ya? Belum waktunya..." ucap ayah Jessica lagi sambil menepuk-nepuk pundak Donghae yang malah kelihatan begitu kikuk.

Donghae & Jessica Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang