Katakan bahwa Adrian Jaylani Maulana adalah orang gila. Karena ya memang itu dia. Laki-laki yang kerap dipanggil Jay itu memang pulang dengan satu stroller baru dan juga dot beserta pacifier baru. Membuat orang-orang rumah menggeleng pasrah, serta si anak yang merajuk dan marah padanya.
Bukan dengan mengurung diri di kamarnya, tetapi mengurung Jay di kamar atas. Ada-ada aja anak kecil ini.
"Nakhaaaaa!! Anakku sayang. Ayo dong bukain. Didi tuh bercanda tau. Didi kan sayang Adek setulus hati. Nakhaaa!"
"Males!"
"Ihhh Didi bercanda sayangggg."
"Nggak!"
"Aaaaa Juan bantuin gue!"
"Papa nggak boleh bantuin Didi! Kalo Papa bantuin kita kemusuhan juga!"
Berakhirlah keduanya saling berteriak satu sama lain. Nakha dan ketiga ayahnya yang lain sedang duduk di ruang tengah sembari menikmati martabak yang tadi dibawa oleh Jay. Kun, Nakha, dan Juan di sofa dan Yudhi di karpet dengan satu potong martabak di tangannya. Kun yang sedari tadi diam lama-lama tak tahan juga mendengarnya. Jadi dengan pelan dia membujuk sang putra.
"Bukain gih, kasian Didi baru pulang kerja udah Adek kunciin." ucap Kun. Tangannya mengelus surai karamel sang putra yang sedang memeluk Juan disampingnya. Wajah anak itu ditekuk lucu dengan pandangan yang tak teralih dari televisi di depannya.
Lalu Nakha menoleh ke arah Kun. Dan dibalas anggukan dan senyum dari putranya.
"Aaa tapi Didi ngeselin, Abii." rengek Nakha.
"Didi 'kan bercanda, Adek."
"Tapi nggak lucu tau."
Lagi-lagi anak itu merengut. Tetap memeluk Juan erat, seperti takut jika sang Papa berinisiatif membantu Didi.
"Lihat, Didi beliin Adek martabak kaya yang Adek pesen tadi. Masa Adek jahatin Didi gitu. Kasian ah." Kun menunjuk pintu kamar atas yang senantiasa masih diketuk oleh Jay disana. Membuat Nakha ikut menoleh kearahnya.
"Buka ya?" Kun menatap Nakha. Lalu diangguki pelan oleh Nakha. Bocah empat belas tahun itu bergegas menaiki tangga dengan bibir yang mengerucut sebal dan kaki yang sedikit dihentakkan. Lalu memutar kunci untuk membukakan pintu untuk Jay. Tapi raut wajahnya tetap dibuat tertekuk.
"Iih anaknya Didi bercandanya jelek."
"Didi tuh yang jelek." Nakha berbalik turun dan bergabung dengan Kun dan Juan seperti yang dilakukannya tadi. Tapi kali ini merebahkan kepalanya di atas paha Kun dengan alas bantal di bawahnya.
"Ngambeeeek." dengan jahil Jay menarik pipi Nakha. Agak kuat karena Jay memang sengaja membuat anaknya itu kesal.
"Jangan ganggu!" Nakha mendelik ke arah Jay. Tapi laki-laki kelahiran Amsterdam itu malah terkekeh dan mengulanginya berulangkali. Sampai-sampai dengan tega Yudhi menendang bokongnya yang sedikit menungging karena mencubit pipi Nakha yang sedang bergeletak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakhala (SELESAI)
Teen FictionNakha bukannya tidak bersyukur karena sudah hidup lebih dari berkecukupan dan punya empat ayah. Tetapi Nakha hanya bingung. Bagaimana bisa dia punya empat ayah tanpa adanya seorang ibu?