Episode 6

462 42 2
                                    

Aku dan Boruto sampai di basecamp VALERIOS. Kami berdua masuk ke dalam tempat yang tidak layak dipanggil rumah itu. Ya, ini seperti rumah gembel. Sangat berantakan dan tidak terurus. Televisi bahkan masih menyala, apa tidak memakan listrik? Sarada menanyakan itu dalam hati.

"Kenapa hanya melihat? Ayo bantu aku membersihkan tempat ini," ujar Boruto.

Sarada mengangguk malas. Mereka berdua merapikan barang-barang yang berserakan di lantai, bungkus cemilan yang ada di setiap sisi, baju yang berada di atas sofa, dan menyapu ruangan penuh debu itu. Apa semua anak laki-laki tidak bisa mengurus diri mereka diri sendiri?

Sarada menghembuskan nafas kasar. Kemudian, mulutnya berucap, "Ngomong-ngomong, di mana yang lainnya? Aku tidak melihat anggota-anggotamu."

"Kau pikun atau apa sih? Mereka masih di sekolah, belajar tentunya. Ya ... palingan cuman buat tambah-tambah nilai kehadiran. Aku sih bodo amat. Kalau mereka pintar aku juga yang akan dapat hal baiknya."

"Hal baik apa? Kau bisa mencontek sesuka hatimu, begitu?" tanya Sarada.

"Bukan, lah. Aku ini pintar, mencontek tidak termasuk dalam kamus Uzumaki Boruto. Walaupun aku tidak belajar atau tidak pernah absen di kelas, hasil ulangan atau ujianku selalu menjadi yang teratas." Boruto menjelaskan sembari menepuk dadanya menyombongkan diri.

"Pintar? Apa aku tidak salah dengar?" Sarada terkekeh geli, bagaimana mungkin seorang Boruto yang terkenal malas dan selalu sibuk berkutat dengan kamera beserta dunia maya yang tak pernah tinggal.

"Kau lihat saja, ya. Katanya kau juga murid pintar sama seperti diriku. Kalau boleh aku beri sedikit tantangan, maukah kau bertaruh denganku untuk menjadi juara pertama dalam ulangan sains enam bulan lagi?" tanya Boruto sambil menaikan dua alisnya, menunggu jawaban Sarada.

"Baik. Aku menerima tantangan mu. Tapi, jika kau kalah, kau harus menjauhiku dan jangan memperlihatkan mukamu lagi di depanku. Lupakan apa yang aku katakan dulu, maka hutangku denganmu sudah lunas. Dan kau harus mengakhiri kegiatan pamer-pamermu itu!" ucap Sarada dengan menekan kata pamer.

"Oke! Aku akan menghilang dari hadapanmu jika aku kalah. Namun, kalo aku menang, aku akan menyuruhmu untuk menjadi pembantuku selama-lamanya!" titah Boruto dijawab decihan dari Sarada.

"Oh iya. Setelah sudah selesai, buatkan aku makanan seperti kemarin," lanjut Boruto.

"Nasi goreng, mau?" tanya Sarada dibalas anggukan oleh Boruto. "Oke. Kau tunggu di sini. Aku akan segera buatkan."

Sarada berjalam ke dapur melewati Boruto yang menonton televisi. Ia melirik sebentar kemudian mulai memasak apa yang Boruto mau. Sarada memasak nasi goreng beserta telur mata sapi setengah matang. Wangi harum dari masakan Sarada menyeruak hingga menusuk penciuman Boruto. Ia berbalik untuk memeriksa dapur, terlihat Sarada mengurak-arik nasi dengan bumbu-bumbu rahasianya.

Tok tok tok

Pintu yang diketuk dari luar itu menunjukan seseorang yang berbaju sekolah sama seperti Boruto. Dia tanpa basa-basi langsung memeluk Boruto setelah Boruto membukakan pintu. Rambut panjang yang terikat itu ia geraikan, membuatnya merasa paling cantik sendiri.

"Boruto, kenapa kau selalu mengabaikanku, sih?" tanyanya setelah melepas pelukan itu. Boruto menatapnya dingin, ia lalu melanjutkan kegiatan menonton TV-nya yang sempat terhenti oleh gadis bernama Tsubaki itu.

"Kau sendiri kenapa selalu mencari perhatianku? Kau tidak punya pekerjaan lain ya, sampai kau terus mengangguku setiap hari." Boruto berkata acuh tak acuh dengan raut wajah datar. Malas menanggapi percakapan tidak berguna ini.

"Aku ini tunanganmu jika kau tahu itu. Kau lupa ya? Biar aku ingatkan, jari kita sudah terpasang cincin yang sama. Kalau kau terus seperti ini, aku akan bilang kepada ayahmu kalo kau terus mengacuhkan ku!" hardik Tsubaki yang tak terima dengan perlakuan Boruto padanya.

Maybe I Love You [BoruSara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang