Semua perbuatan baik akan bermanfaat bagi pelakunya. Walaupun pelaku perbuatan baik itu tidak memperoleh hasil di dunia, namun ada malaikat yang mencatat amal-amal kebaikannya.Maka, teruslah berbuat baik hingga dipanggil Allah. Rezeki yang paling mulia adalah wafat husnul khotimah.
Itulah saat kita mengakhiri permainan kita di dunia. Yup, Ustadz Nuzul Dzikri Lc berkata, "Dagangan Allah atau yang tawarkan adalah surga."
Maka tidak ada rezeki yang lebih luas dibandingkan hidayah untuk meraih husnul khotimah serta surga Allah.
Dalam beratnya perjuangan hidup, menjadi dimanfaatkan adalah solusi survive dan menolak atau menghindar ada risikonya. Dalam sulitnya pengorbanan hidup, rezeki basipun adalah pilihan. Daripada tidak. Jadilah ikhlas dan husnudzon.Syekh Abd al-Qadir al-Jaylani dalam al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani berpesan,
"Janganlah kita mencemaskan rezeki kita, karena rezeki itu mencari kita melebihi pencarian kita terhadapnya. Jika hari ini kita mendapatkan rezeki, janganlah kita merisaukan rezeki untuk esok hari.
Sesungguhnya kita tak tahu apakah kita masih menjumpai esok hari, sebagaimana hari kemarin telah kita kita lewati. Maka, berkonsentrasilah untuk mengisi hari kita dengan amalan-amalan yang baik."
Janganlah kita gelisah terhadap rezeki yang sudah dijamin, namun perhatikan halalnya. Halal dari asal mendapatkan, halal bentuk atau jenis rezeki tersebut, serta halal dalam menggunakan rezeki dari Allah.
Rezeki dalam bahasa Arab disebut rizki.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
"Rizki adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Rizki itu ada dua macam, yaitu rizki yang bermanfaat untuk badan dan rizki yang bermanfaat untuk agama. Rizki yang bermanfaat untuk badan seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan yang sejenisnya. Adapun rizki yang bermanfaat untuk agama, yaitu ilmu dan iman." (Syarh Al-Arba'in An-Nawawiyyah, hal. 101-102)
Banyak di antara kita yang risau dengan rizki jenis pertama. Kita risau ketika penghasilan sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Yang kita pikirkan setiap saat dan setiap waktu adalah bagaimana kita bisa memiliki penghasilan tambahan?
Sebaliknya, kita justru tidak pernah risau dengan rizki jenis ke dua. Ketika hati kita kosong dari ilmu agama, kita santai-santai saja. Ketika iman kita nge-drop (turun drastis), tidak ada sama sekali kekhawatiran di dalam dada. Ketika amal ketaatan kita sedikit, kita cuek saja. Ketika kita semakin terbuai dengan maksiat, semuanya terasa happy-happy saja. Seolah-olah semuanya baik-baik saja, padahal bisa jadi iman kita sedang berada di pinggir jurang.
Semoga kita terselamatkan dari yang demikian ini. Selain itu, rizki selalu kita identikkkan dengan uang, uang, dan uang. Padahal, kesehatan adalah rizki. Bisa bernapas adalah rizki ...
dan demikian seterusnya untuk nikmat-nikmat yang lain.
Jika memang yang menjadi kegelisahan kita adalah rizki jenis pertama, yaitu rizki yang bermanfaat untuk badan, maka perlu kita ketahui bahwa Allah-lah yang akan memberikan rizki itu semuanya kepada kita.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan bahwa dalil yang menunjukkan bahwa Allah-lah yang memberikan rizki kepada kita itu sangat banyak, baik dalil dari Al-Qur'an, hadits, maupun akal.
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Pemberi rizki, Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Adz-Dzariyat [51]: 58)
Allah Ta'ala juga berfirman,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ قُلِ اللَّهُ
"Katakanlah, 'Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan dari bumi?' Katakanlah, 'Allah'." (QS. Saba' [34]: 24)
Di ayat yang lain lagi Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
"Katakanlah, 'Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka mereka semuanya akan menjawab, 'Allah'." (QS. Yunus [10]: 31)
Sedangkan di antara dalil dari As-Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ
"Kemudian diutuslah Malaikat kepadanya (janin, pent.). Malaikat itu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan untuk menuliskan empat kalimat (ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah baginya), yaitu: (1) rizki, (2) ajal, (3) amal perbuatan dan (4) (apakah nantinya dia termasuk) orang yang celaka (masuk neraka) atau orang yang berbahagia (masuk surga)." (HR. Muslim no. 6893)
Maka, jangan terlalu risau akan rezeki yang sudah dijamin oleh Allah. Namun risaukah akhirat kita; apakah kita akan memperoleh bahagia dengan surga atau celaka dengan neraka. Allah sekali-kali tidak pernah menzalimi hamba-hamba-Nya. Semua telah Allah tetapkan dengan hikmah, maka tugas kita adalah bersyukur serta bersabar dengan rezeki dari Allah. Jika Allah melapangkan bukan berarti tidak diuji, jika Allah menyempitkan juga bukan berarti menghinakan. Rezeki yang berkah itulah yang membawa pada kebahagiaan, ketenteraman, serta kenikmatan yang hakiki. Rezeki bisa banyak atau sedikit di mata manusia, namun keberkahan rezeki itulah yang dicari. Rezeki yang tidak berkah walau jumlahnya banyak bisa membinasakan, sedang rezeki yang berkah akan membahagiakan serta menjadi jalan kebaikan.Referensi
https://inilah.com/mozaik/2314086/ikhlas-dalam-menerima-rezeki
https://muslim.or.id/50747-jangan-risau-dan-khawatir-dengan-jatah-rizki-kita-bag-1.html