be a slut, be whatever you want.
***
"Pukul 7 tepat, my ass!"
Roma muka Jeongin yang semula gembira berubah masam saat jam digital yang terpatri di dinding apartment-nya menunjukan pukul tujuh lewat lima menit. Pria itu memeriksa ponsel di tangannya sekali lagi, kalau-kalau ada pesan atau panggilan masuk yang terlewat dan belum sempat ia baca.
Namun nihil. Satu-satunya pesan yang masuk hanyalah peringatan pembayaran tagihan kartu kredit yang akan jatuh tempo dua hari kedepan.
Jeongin terlalu bersemangat tentang kencan ini. Ia langsung meluncur kembali setelah shift-nya berakhir sore tadi, menyerahkan kewajiban menemui pasien pasca operasi kepada salah satu intern-nya dengan alasan keperluan mendadak. Karena dia ingin malam ini berjalan dengan sempurna.
Jeongin sudah meditasi, berendam di dalam bubble aroma mawar dan mencukur semua bulu unnecessary dari kulitnya agar lembut dan halus kala Seungmin menggerayangi tubuhnya itu saat ia menyodomi pantatnya didalam mobil—setelah romantic dinner di restaurant apung seperti yang pria itu janjikan, tentu saja— tapi tunggu dulu. Astaga Jeongin, dia bahkan belum datang sampai sekarang dan kau sudah membayangkan ukuran penisnya!
Kini ia sedang menimbang-nimbang, apakah dia harus mengambil langkah pertama dan mendial nomor ponsel lelaki tersebut, atau menunggu barang beberapa menit lagi sampai dia datang, atau setidaknya menelphon jika memang ia berhalangan hadir dan mengundur tanggal kencan mereka di lain waktu? Oke. Fuck it, J. Siapa yang tahan menunggu tampa kepastian seperti ini, hm? definitely not me—
ding dong!
Kemudian bel pintu berbunyi satu kali.
Jeongin terpanjat dari tempat duduknya, merapikan lagi kemeja semi formal yang ia pakai sebelum berjalan membukakan pintu tersebut karena Seungmin-nya sudah datang. Aw, Jeongin is so gonna have sex with him in the car tonight!
ding dong!
Bel pintu itu kembali berbunyi, suaranya sangat bising karena ditekan berkali-kali hingga Jeongin mempercepat langkahnya sebal untuk segera menemui pria tidak sabaran itu.
"... Yang Jeongin?"
Ok.
what the fuck?
Jeongin mengerjap dua kali, mulutnya sedikit terbuka, terasa kelu karena tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun. Otaknya seakan berhenti bekerja melihat pria bar-bar yang ia blow job tadi malam berdiri di depan pintu apartment-nya saat ini.
"Kau.... Yang Jeongin?" Tanyanya ragu. Dari raut wajah yang ia tunjukan, Jeongin tahu pria ini juga sama terkejutnya.
"Ya?" Seolah tersadar, Jeongin menegakan punggung, menghilangkan perasaan gugupnya agar tidak tersirat berlebihan,
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Seungmin memintaku kesini."
Mendengar nama Seungmin disebut, dahi Jeongin semakin berkerut.
"Seungmin?"
"My brother."
holy shit.
"Kau.... Saudara kembarnya Hwang Seungmin?" Bisik Jeongin hati-hati, batinnya merapalka kata bukan... bukan... bukan... sebagai penyemangat diri sendiri.
Namun sayang Hyunjin malah mengangguk,
"Oh my god...."
Pria itu memutar bola mata melihat ekspresi Jeongin yang seolah masih belum percaya akan apa yang ia lihat, kemudian bergerak mengeluarkan ponsel dari saku celananya cepat-cepat, memperlihatkan layar ponsel yang retak tersebut ke hadapan sang lawan bicara, dan menampilkan isi pesan singkat yang Seungmin berikan 30 menit yang lalu bahwa baterai ponselnya hampir mati. Ia meminta Hyunjin datang kemari untuk menggantikan posisinya membawa Jeongin pergi karena kebetulan ia mendapat kasus dadakan. Di akhir kalimatnya, ia juga meminta Jeongin tidak menyusul kembali ke rumah sakit karena everything is well handled.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pills and Cigarettes Re-Publish
Fanfiction[COMPLETED ON JULY 2021] Cerita ini pernah debut di tahun 2019, tapi di hapus oleh wattpad (atau di report?) di tahun setelahnya. Saya upload ulang karena sayang