4. Serangan

21.8K 1.8K 52
                                    

"Ma, yang bener aja dong?" Nia menggerutu kesal sambil rebahan di sofa panjang ruang tamu.

Mama sedang duduk santai mengulir layar ponsel, sedangkan ada suara lain berupa tawa renyah bariton cowok berasal dari bawah. Sandy tertawa geli ikut mendengarkan obrolan sore Nia dengan Mama. Ingin rasanya Nia menjitak kepala adik cowoknya itu, karena kesal dengan responnya.

"Ini pucuk dicinta ulam pun tiba. Apa Mama bilang, kalo kamu ikhtiar rajin sholat minta didekatkan dengan jodoh pasti akan dimudahkan." Mama serius menatap Nia. Matanya menatap sang Anak penuh rasa cinta.

Nia mau mencibir tetapi tidak jadi. Dia melirik ponsel sudah ada balasan pesan dari atas nama Garsa. Nia tidak merasa berdoa untuk hal-hal yang sedang terjadi di depannya saat ini. Jadi, gadis itu langsung menuduh bahwa ini semua adalah doa milik Mama. Entah Nia harus senang atau miris. Dia semakin deg-degan berhubungan makin dekat dengan pria itu.

"Mama reunian deket sama Tante Yuyu itu sejak 5 tahun lalu, setelah dia pensiun. Tahun lalu Tante Yuyu pernah nanyain, yang mana anak Mama yang single. Karena Nia masih sama Dipta, ya Mama jawab apa adanya. Tapi, astaga Mama nggak nyangka! Garsa berani banget mau kenalan sama kamu sampe ngirim pesan ke Mama buat minta izin kenalan sama kamu. Mama langsung kasih dong kontak kamu biar kalian kenalan dan akrab. Gimana udah sampe mana kalian?"

Dalam diri Nia ada pergolakan yang tidak biasa. Nia menganggap Garsa sebagai sosok yang mengerikan, namun juga bikin penasaran. Pria itu manis, baik, dan seru. Sudah 2 minggu sering mengirim pesan padanya tanpa putus begitu saja. Pria itu selalu menyambung kembali obrolan terus menerus. Nia ingin menghindar, karena statusnya. Namun, dia juga tak bisa menolak pesona dan perhatiannya. Nia tak malu amat karena berbohong padanya. Toh dia memang akan bersama Mama dan temannya. Garsa pun menganggap masalah itu tak besar, jadi santai saja. Jadi bukan masalah itu keanehan dalam perasaan Nia. Ada yang mengganjal dalam perasaannya.

"Sabtu minggu depan dia ngajak aku jalan berdua." Nia membocorkan rencana ajakan Garsa.

"Katanya takut dan nggak suka. Tapi masih dibalesin aja," cetus Sandy mencebik. Pria itu lagi main game.

Tak tahan Nia menjentuli kepalanya dari belakang. "Diam kamu. Bukannya bantu nyari jalan malah mencibir doang," sungut Nia kesal.

"Ini pasti jodohmu, Nia. Pas banget kamu selesai sama Dipta," kata Mama.

Nia tak menjawab sembari melirik deretan pesan yang dikirimkan oleh Garsa. Dia menimbang-nimbang pilihan, apakah dirinya bisa menerima dan menghadapinya?

"Ma,"

"Walau Duda kan masih muda. Keren gitu, segar, dan pintar. Mendengar cerita Tante Yuyu dari belasan tahun lalu, dia anaknya sopan, tenang, baik, dan nggak pernah macem-macem."

"Tante Yuyu kan Ibunya, ya jelas disebutin yang baik-baiknya aja," tandas Nia cepat.

"Memang ada ortu yang suka jelek-jelekin anaknya?" tanya Sandy nyamber.

"Adaaaa. Kamu nggak tahu aja. Mama suka jelekin kamu di depanku, tahu?" Nia terkekeh.

"Pssst, Nia ah!"

Sandy melotot. "Yang bener, Ma?" Tapi Mama melengos tak mau menjawab.

"Tante Yuyu aja baik dan idola Mama sejak dulu. Anaknya pasti nggak jauh, kayak buah jatuh nggak jauh dari pohonnya?"

"Kalo buahnya gelinding dan ketendang kan jadi jauh, Ma? Ini duda, Ma. Nggak ada yang lain apa?" Nia menggerutu belingsatan tidak jelas.

"Mbak, aku udah liat foto cowoknya. Menurutku, justru dia kegantengan buatmu loh," sahut Sandy membuat Nia lagi-lagi menoyor kepala tanpa beban. "Di fotonya ada yang pake topi kayak Kuproy ya, Ma, tapi ganteng banget."

CompromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang