"Sandra!"
Merasa dirinya terpanggil, seorang gadis berambut coklat berhenti dan otomatis berbalik. Senyumnya melebar memperlihatkan gigi rapinya dengan tangan yang melambai. Sandra menunggu seseorang itu sampai di dekatnya.
"Terharu banget gue disamperin gini. Biasanya juga gue yang heboh nyariin lo," celetuknya begitu Bunga sejajar dengannya.
"Lo tau nomor ini nggak?" Tanya Bunga menunjukkan layar ponselnya. Sandra menjentikkan jari sambil berseru, "Ini yang lupa mau gue bilang ke lo. Ni cowok aneh tau, nggak? Kan gue ni yang angkat telponnya, eh dia bisa ngenalin suara gue, dong, gila!"
"Siapa, ya?" gumam Bunga menimang-nimang ponselnya. Tatapannya tak teralihkan dari deretan angka itu. "Lo nggak kenal suaranya? Dia bilang apa aja ke lo?"
"Waktu gue bilang 'halo' dia langsung kaya 'Sandra?'. Gila, nggak, tuh."
"Ini tu perdana ada nomor nggak dikenal masuk ke hp gue. Gue jadi beneran penasaran, dong, jangan-jangan dia secret admirrer gue lagi."
"Yakali secret admirrer lo tapi kenal gue juga," bantah Sandra.
"Justru itu!" sentak Bunga mengagetkan Sandra. "Karna dia udah suka banget sama gue jadi dia sampe tau semua orang terdekat gue. Kan lumayan siapa tau aja dia jodoh gue."
"Dih." Sandra tertawa keras. "Kalo jelek emang lo mau?" lanjutnya.
"Yang penting nyaman dulu." Bunga menggangguk yakin.
Tawa pecah dari bibir Sandra. Gadis itu sampai harus berjongkok, oleng karena tawanya.
"Hoax! Pengin gue cubit tu bibir lo rasanya. Hahaha!"
"Mustahil zaman sekarang ada yang menomorduakan masalah tampang, kecuali doi banyak hartanya kaya paman donald bebek," kekeh Sandra.
"Lo tu ciri-ciri ciwi zaman now yang nggak tulus." Bunga menarik pelan lengan Sandra agar mau berjalan lagi.
"Gue realistis," tegas Sandra. Langkah mereka berhenti di depan kelas Sandra saat ini. "Lo nggak ada kelas?"
Bunga menggeleng pelan. Gadis itu menyebar pandang ke semua isi kelas. "San, lo kalo lagi kelas belajar apaan, sih?"
"Sekarang, sih, dosen gue lagi semangat ngajarin cara diriin resto atau bakery gitu."
"Lo kepengen jadi apa?"
"Presiden."
Mata Bunga menyipit kesal disusul tawa renyah Sandra. "Gue ikutin jalan hidup gue aja. Kalo nggak jadi chef gue bakalan buka bakery." Sandra memberi jalan untuk orang lain agar bisa masuk ke kelas. "Tapi, nggak ada yang tau kalo ternyata nanti gue beneran jadi presiden, kan?" lanjutnya.
"Gue nggak bakal mau coblos nomor lo, sumpah!" Canda Bunga. Lalu ia pun izin pamit berhubung kelas Sandra sudah mau dimulai. Tidak mengetahui kemana ia akan pergi. Bunga pun akhirnya mendial sebuah nomor.
Bunga mengedarkan pandang ke sekitar. Banyak anak kecil sedang bermain atau hanya duduk seraya mengunyah cemilan. Sekali lagi diliriknya jam di tangannya. Dua puluh menit sudah berlalu dari jam yang ditentukan.Selalu saja begini saat ia punya janji dengan orang lain. Ia akan jadi pihak yang lelah menunggu. Sebuah motor baru saja berhenti di parkiran. Mata Bunga menatap orang itu dengan teliti. Berharap memang dia lah yang sedang ditunggunya dari tadi.
Tampak cowok itu mencari-cari keberadaan seseorang lalu berhenti saat mata mereka bersitatap. Kali ini Bunga yakin memang cowok itu yang sedang ia tunggu, ditambah lagi langkah kakinya memang mengarah ke tempatnya.
Keadaan menjadi canggung tepat ketika cowok berambut hitam legam itu sudah di depannya. Bunga berdehem sambil melihat ke sebelah kanan. Menghindari tatapan intens cowok di depannya.
Sadar bahwa sikapnya mengganggu Bunga, cowok itu meminta maaf dan duduk di sebelah Bunga. Memberi jarak cukup jauh di antara mereka.
"Lo siapa?" Akhirnya Bunga jadi yang pertama membuka percakapan.
Cowok itu berdehem agak lama barulah menjawab, "Gue...," ucapannya terhenti sebentar. Dia mengusap tengkuknya dengan pandangan ke bawah.
"Gue Chandra."
Kening Bunga berkerut tipis. Otaknya berputar mencari kemungkinan dia mengenal orang di sebelahnya itu. Tapi nihil. "Gue Bunga."
"Gue tau kok," tutur Chandra dengan senyum tipis.
Bunga membalas senyum Chandra. Ia akui cowok itu tampan terutama jika sudah mengeluarkan senyumnya.
"Kita kenal nggak, sih? Maksud gue, lo tau nama gue bahkan lo tau suara Sandra. Tapi, kenapa gue sama sekali nggak ngerasa kita kenal?"
Sekali lagi Chandra tersenyum tipis. Ia tidak tau bagaimana menjawab pertanyaan itu. Matanya memandang lurus ke depan, tidak berani melirik ke arah Bunga.
"Gue temen sekolah lo. Kelas kita sebelahan." Hanya itu yang bisa ia jawab.
Kembali hening merebak di sekitar. Hanya desau angin dan teriakan anak kecil yang terdengar. Diam-diam Bunga melirik wajah Chandra. Cowok itu tampak sempurna dari samping.
Seketika sekelebat memori membuat Bunga tersentak. Gadis itu menutup mulutnya karena kaget. Tak percaya dengan apa yang ia ingat.
"Chandra, lo...," Bunga menarik bahu Chandra agar menghadap ke arahnya.
"Gue inget lo siapa!"
Naf
Aceh, 4 Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Back To Seventeen
RomanceSequel of BUNGA. Disarankan membaca BUNGA terlebih dahulu. ==================================== "You're stuck in my head and I can't get you out of it." "If I could do it all again, I want to go back to you." - Chandra Ariendra "There's a million re...