Prolog: Cycle

15 1 2
                                    

"Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun Risa! Semua sayang kamu!"

Aku baru saja selesai melipat selimut saat Mama dan Papa tiba-tiba masuk ke dalam kamar sambil bernyanyi dengan membawa sebuah kue, lengkap dengan lilin berbentuk angka 8 yang menyala. Belum hilang senyumku melihat mereka, Kris, adikku satu-satunya, berlari masuk dengan membawa sebuah kotak bersampul oranye. Warna kesukaanku.

"Ini buat Kak Risa!" ucapnya sambil mengulurkan tangan, hendak memberikan hadiah itu.

"Eits, bentar dulu dong," cegah Papa yang menghampiri kami dengan wajah usilnya. "Sini, Ma!"

Mama pun berjalan mendekat dan berkata, "Berdoa dan tiup lilin dulu ya! Tangan mama pegal nih bawa kuenya,"

Dengan senyum lebar yang masih mengembang, aku pun mengangguk lalu menunduk sambil menengadahkan tangan.

Ya Tuhan, aku ingin kami selalu bersama seperti ini.

CKIIIIT.

BRAK!!!!

Suara keras mengejutkanku hingga aku sontak mengangkat kepala. Apa yang ada di hadapanku bukan lagi mama, papa, ataupun Kris dengan wajah berseri. Tempat yang aku injak pun bukan lagi karpet bermotif kuda poni, melainkan trotoar di tepi jalanan kota dengan pemandangan mengenaskan.

Mama dan Kris mengalami kecelakaan dan kini terbaring di tengah jalan dengan kondisi penuh luka. Keduanya menatap ke arahku dengan raut kesakitan. Baru saja aku mengambil dua langkah untuk menghampiri keduanya, terdengar papa memanggilku dengan nada lirih dari arah belakang yang membuatku menoleh.

Tiba-tiba saja aku sudah kembali berada di rumah. Berdiri di atas tangga dan melihat sosok lelaki berkacamata sedang melukis di ruang tamu. Itu papa. Wajahnya terlihat bahagia seperti biasa setiap kali melakukan aktivitas tersebut.

Aku pun berlari untuk mendekat, namun lagi-lagi kesempatan itu hilang karena tubuhku seketika terjatuh ke dalam air. Dadaku terasa sesak, merasakan ada sesuatu yang memenuhi saluran pernapasanku. Belum lagi suara elektrokardiogram yang berhenti tiba-tiba terdengar seakan menggetarkan gendang telinga. Begitu berdengung sampai kepalaku rasanya mau pecah. Perasaan itu begitu nyata hingga jantungku berdebar. Masih sangat terasa bahkan setelah aku terbangun dan sadar bahwa aku lagi-lagi mengalami mimpi buruk itu.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Amor FatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang