Sebelum guru datang, Ragata memilih membaca buku dahulu, karena hari ini akan diadakan ulangan harian. Amel yang duduk di sampingnya memilih untuk bermain game di ponselnya. Sedangkan kedua temannya yang lain memilih untuk berbincang. Suara game yang dimainkan Amel membuat fokus Ragata teralihkan. Ragata menatap Amel dengan tatapan kesal.
"Bisa dikecilin nggak itu suara ponselnya. Gue nggak fokus belajar jadinya, Mel." Amel yang mendengar itu langsung menatap Ragata sembari terkekeh. Ia mematikan layar ponselnya dan menyimpannya di atas meja.
"Sorry, gue lagi gabut banget soalnya. Oh iya, lo ngapain sih baca buku jam segini. Mending lo main game sama gue lebih baik, dari pada baca buku yang bikin pusing otak kan?" Kening Ragata mengkerut. Ia menatap bukunya terlebih dahulu, lalu menatap Amel kembali.
"Gue baca buku karena hari ini kan ada ulangan." Seketika kedua mata Amel melotot kaget. Ia meraih buku milik Ragata dan mengeceknya.
"Emang hari ini ada ulangan ya, Ta?" Tanya Amel dengan nada panik. Ragata mengangguk pelan.
"Iya, lo nggak tau?" Amel mengangguk dengan tegas.
"Hari ini ada jadwal mata pelajaran apa aja sih? Terus yang ulangan mata pelajaran apa?" Tanya Amel sembari mencari buku-buku miliknya di dalam tas.
"Buset, lo nggak tau mata pelajaran yang masuk hari ini?" Tanya Ragata kaget. Kepalanya menggeleng tidak percaya. Ada-ada aja temannya ini.
"Iya, males gue lihat jadwal. Jadi semua buku mata pelajaran gue bawa semua." Seketika Ragata tertawa kecil.
"Sumpah lo? Gila anjir, dari pada bawa semua buku ya lihat jadwal aja kali. Udah, lo sekarang belajar. Mata pelajaran yang masuk pertama kali sekaligus yang ulangan hari ini, Matematika."
"Buset, matematika anjir. Susah benar. Gue nanti boleh kan nyontek ke lo?" Ragata menggeleng.
"Mending lo belajar sekarang dari pada ngobrol terus. Kalau lo nyontek setiap ujian, lo nggak akan pernah bisa kalau ngandalin orang lain." Amel menghela nafas, lalu belajar cepat-cepat.
"Emang hari ini ada ulangan ya, Ta?" Ragata beralih ke belakang di mana Ifana dan Leona duduk. Ia mengangguk dengan tegas.
"Iya, ulang Matematika. Mending lo berdua belajar sekarang." Mereka pun memulai belajar. Hingga tidak lama, Bu Indah datang dengan sebuah buku dan spidol di tangannya.
Bu Indah duduk di meja guru, lalu menatap semua murid yang berada di kelas, "hari ini kita ada ulangan. Saya kasih waktu dua menit untuk kumpulkan buku catatan dan tasnya di depan. Di atas meja kalian hanya pulpen dan kertas untuk jawaban dan coretan. Silahkan kumpulkan cepat."
Dengan segera Ragata dan semua murid pun mengumpulkan tas mereka di depan. Hanya ada pulpen dan bebrapa kertas di atas meja mereka. Bu Indah memulai menulis soal ulangan di atas papan. Ragata dengan segera menulis soal-soal dan menjawabnya dengan cepat. Kadang ia berpikir sembari menghitung di kertas satunya.
Amel yang berada di samping Ragata menatap Ragata dengan ujung matanya. Sedikit ia menatap jawaban dari milik Ragata, saat akan menulis, Bu Indah dengan segera menegur Amel, "jangan ada yang menyontek ya, kalau ada yang menyontek saya akan ambil paksa kertas kalian."
Amel dengan segera menatap kertas miliknya sembari pura-pura berpikir. Ia menulis dengan asal jawaban dari soalnya. Sedangkan kedua teman Ragata dari belakang saling berbisik diam-diam dan bekerja sama walau jawaban dari keduanya salah. Tidak apa lah salah, yang penting ada jawaban, dari pada hanya ngumpulin soalnya saja.
Hingga waktu ulangan telah selesai, "waktu ulang telah selesai, silahkan kumpulkan."
Ragata berdiri dari duduknya dan segera mengumpulkan soal ulangannya. Mereka berempat memilih ke kantin setelahnya. Ragata meraih bakso yang ia pesan, memasukan banyak sambal hingga kuah bakso miliknya terlihat memerah.
Ia makan sembari mengecek ponselnya. Membalas beberapa orang yang mengirim pesan. Lalu, kembali makan lagi.
"Gimana hubungan lo sama Pandu, Ta?" Ragata menatap Leona. Ia terdiam sejenak, lalu menaikan kedua bahunya.
"Ya gitu-gitu aja sih, nggak ada perubahan." Leona mengangguk.
"Emangnya dia nggak ngajak lo pacaran gitu?"
"Dia nggak pernah ngajak gue pacaran."
"Parah, terus maksudnya dia ngedeketin lo apaan? Nggak ngajak lo pacaran gitu?" Tanya Ifana tidak percaya. Kening Ragata mengkerut.
"Lah, emang kenapa? Lagian gue nggak mau pacaran ya. Pacaran itu dosa, gue nggak mau nambah-nambah dosa."
"Cielah, ngomong nggak mau pacaran. Kemarin-kemarin ke mana aja bos? Pacaran udah kayak ganti baju. Berapa dulu mantan pacar-nya Ragata, Mel?" Ujar Leona dan bertanya di akhir kalimat. Amel terlihat berpikir sejenak.
"79 kayaknya. Lupa gue."
"Bukan 79, tapi 81. Kan terakhir Ragata pacaran sama Nando kan? Nah, Nando yang jadi mantan Ragata yang ke 81," jelas Ifana mengingat-ingat.
"Nah, dengar tuh, Ta. Mantan lo 81, atau mau nambah Pandu jadi yang ke 82?"
"Waktu itu kan gue khilaf. Enak aja, nggak akan pernah terjadi. Gue udah nggak mau pacaran. Stop pacaran, tinggal nunggu orang yang mau lamar gue aja."
"Umi sama Abi gue juga nyuruh gue jangan pacaran. Makanya gue nggak pacaran sampai sekarang," ujar Ifana.
~•••••~
"Ndu, makasih banyak ya, karena lo udah ngijinin gue tinggal di kost lo. Padahal lo kan baru tinggal beberapa hari di sana." Pandu langsung menatap Pian. Ia menepuk pelan bahu temannya itu.
"Santai aja kali. Lagian dari pada kost-nya nggak ada yang tinggalin. Mending gue nyuruh lo tinggal di sana aja kan? Oh iya, Mama sama Papa gue ngajak lo tinggal bareng di rumah."
"Wah, yang benar lo?"
"Iya, rumah gue kan sepi banget tuh pas kakak sama keluarganya pindah ke rumahnya sendiri. Jadi ya, orang tua gue ngajak tinggal bareng. Gimana? Mau nggak lo?" Pian terlihat menggaruk belakang kepalanya dengan bingung.
"Aduh, gimana ya. Nggak tau gue, bingung juga." Kening Pandu mengkerut.
"Nanti kalau udah ada jawaban, langsung kasih tau gue ya."
"Oke, deh." Saat keduanya berbincang, Ota dan Tio serta teman-teman yang lain datang menemui keduanya.
"Ndu, lo udah tau belum?" Pandu mengalihkan tatapannya dari ponsel.
"Apaan?" Tanya Pandu seraya mematikan layar ponselnya.
"Di sekolah kita ada anak baru. Namanya Nando."
"Terus, masalahnya apaan?"
"Ini benar-benar masalah buat lo."
"Apaan sih, nggak jelas banget. Kalau dia mau pindah ya pindah aja. Itu mah bukan urusan gue." Pandu jadi males meladeni ucapan Ota. Tidak jelas banget nih anak.
"Bukan karena itu, Ndu," ujar Bayu.
"Terus karena apaan?"
"Ternyata ya, Nando itu mantan dari Ragata. Ragata, gebetan lo." Pandu terdiam mendengarnya.
"Ya terus?" Bayu memukul bahu Pandu dengan keras.
"Lo nggak takut gitu Ragata direbut lagi sama dia. Lihat aja tuh, dia nggak kalah ganteng sama lo. Lebih baik lo nembak Ragata secepatnya deh, dari pada doi diambil orang."
"Gue nggak mau pacaran."
"Nanti kalau doi di...."
"Lo nggak usah hasut gue buat pacaran deh. Kalau memang Ragata jodoh gue, dia bakal tetap jadi milik gue kok nantinya." Tio, Ota dan Bayu terdiam. Tidak lagi menghasut Pandu untuk menembak Ragata.
~•••••~
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Pandu!
HumorPandu Aksara, orang orang biasa memanggilnya Pandu. Seorang laki laki berumur 17 tahun yang tidak pernah tau siapa orang tua kandungnya. Ia diangkat oleh seorang wanita lembut dan penuh kasih sayang. Namanya Hana Karim. Pandu sering memanggilnya den...