Jimin membuka mata keesokan harinya, kali ini masih dengan sosok yang masih asing di sampingnya sedang terbaring damai menutup matanya. Tubuh mereka saling berhadapan. Wajah teduh Jungkook sangat menenangkan jika dia sedang terlelap seperti ini. Tidak mengintimidasi seperti biasanya. Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ini adalah kali pertamanya berada sedekat ini dengan orang lain di atas ranjang. Bahkan saat ini orang lain itu benar-benar masih bisa dibilang orang asing baginya. Tatapannya melembut melihat bagaimana damainya wajah pria yang notabene adalah calon suaminya itu. Senyumnya perlahan mengembang sebelum suaranya lirih terdengar.
"Jadi seperti ini calon suamiku dari dekat."
"Memangnya selama ini kamu pikir aku seperti apa?"
Mata Jimin membulat seketika saat mendengar suara berat Jungkook yang terdengar serak khas orang yang baru saja terbangun dari tidurnya. Dan di titik ini, sepertinya Jungkook benar-benar melupakan fakta bahwa rencana awalnya adalah tidur di kamar terpisah dengan Jimin. Melihat mata Jimin yang tertutup kembali dengan cepat, membuat Jungkook tidak dapat menahan tawanya.
"Aku sudah melihatmu menatapku dan mendengar suaramu tadi, semoga kamu tidak berharap aku percaya kamu masih tidur."
Jungkook menyaksikan bagaimana bibir Jimin membentuk kerucut kecil, sebuah kebiasaannya ketika dia merasa kesal. Mata Jimin perlahan terbuka kembali, menatap Jungkook dengan tatapan kesal. Mungkin Jungkook sebaiknya pura-pura percaya saja, pikirnya. Bibir Jimin terbuka, seperti hendak mengatakan sesuatu namun belum sempat suaranya keluar, dering ponsel Jungkook terdengar di seisi ruangan. Membuat keduanya menoleh serentak ke meja kecil di sebelah ranjang. Tanpa membuang waktu, Jungkook meraih ponselnya dan bangkit dari tidurnya. Melihat itu dari rekan kerjanya, Jungkook segera berdiri dan berjalan ke arah jendela besar yang masih tertutup.
"Halo? Bagaimana?"
"Maaf Pak, sepertinya kita mendapat masalah. Jika tidak mengganggu, saya harap Bapak bisa datang ke kantor secepatnya."
"Baik, Kondisikan saja dulu selama saya di perjalanan. Tuan Baek, bukan?"
"Benar, Pak. Dia membuat keributan di lobby."
"Baik, mengerti."
Membalikkan badannya, Jungkook telah dapat melihat Jimin yang duduk di pinggiran ranjang, menunggu Jungkook selesai berbicara dengan siapapun di seberang telepon tadi.
"Ada apa? Ada masalah?"
"Maaf, Jimin. Aku harus ke kantor sekarang juga. Ada sedikit masalah. Aku akan segera pulang."
"Ah.. baik, hati-hati di jalan. Aku akan masak untuk makan malam nanti, jadi jangan pulang terlalu malam, ya?"
"Baik, kalau memang ada masalah susulan di kantor dan aku harus pulang sedikit terlambat, akan kukabari."
"Emm.. Jungkook?"
"Hm?"
"Bukannya kita belum saling tukar nomor?"
"Ah.. maaf aku lancang. Saat kamu tidur aku menyimpan nomorku di ponselmu. Ponselmu tidak terkunci. Dan aku sudah punya nomormu."
"Ah... sudah ya..."
Jungkook hanya memamerkan deretan giginya dan tersenyum tanpa dosa kepada Jimin yang masih merasa kebingungan.
"Apa maksudmu ponselku tidak terkunci?"
"Ya... intinya tidak terkunci."
"JUNGKOOK???? PONSELKU KUKUNCI!! Kamu pasti membukanya dengan sidik jariku saat aku tidur!"
"Hehehe"
Demi keamanan nyawanya, Jungkook lari begitu saja meninggalkan Jimin di kamarnya. Jarum jam yang terus berjalan menjadi saksi membaiknya hubungan di antara Jungkook dan Jimin pagi ini.
__________________________
Short update, maaf banget yaa soalnya aku lagi kejar deadline Nefarious extended ver juga heheh makasih yang masih nungguin Tumble Like A Stone you guys are the sweetest xoxo <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumble Like A Stone ㅡ Jikook/Kookmin
Fanfikce[On-Going] Menceritakan bagaimana sebuah batu di ujung tebing yang goyah karena guncangan dunia berusaha untuk tetap bertahan di tempat dan tidak terjatuh ke dasar tebing. Tentang bagaimana sebuah rasa tetap berusaha untuk tetap merasa ketika hambar...