2|⬅️➡️

10 2 0
                                    

Sedikit luka pada tubuh terobati tapi tidak dengan luka pada hati.
🔥🔥🔥

Lio meraih tangan Eca dan detik berikutnya Lio tidak bisa berkata-kata lagi melihat apa yang dilihat dengan mata kepalanya sendiri.

Bertapa terkejutnya Ransilio melihat luka lebam saat membuka jaket yang di gunakan Eca.

"Astaghfirullah, kenapa Lo diam saja, tangan Lo banyak luka" bentak Lio saat mengucapkan kalimat istighfar.

Sekian detik berikutnya Lio mengobati tangan Eca yang penuh dengan luka dan memar. Tak jaran zurta melukai Eca dengan benda tumpul sampai mengeluarkan darah dari badanya.

Selanjutnya Ransilio mengobati kaki Eca yang sama halnya dengan tangan Eca.

"REBECA!" bentak Ransilio dengan kaget,

Eca yang terperanjat melihat mata Ransilio dengan takut. Lio sangat terlihat berapi-api dengan wajah melotot.

"Siapa yang buat seperti ini!" Lanjut Ransilio dengan menatap nanar tubuh Rebeca.

Rebeca menunduk dia masih ingat betul perkataan ibunya, ia tak membuka suara sampai suara Ransilio mengintrogasi di telinga.

"Siapa Eca?"

Rebeca masih tidak menjawab dan memilih menunduk, tidak mau tabiat ibunya diketahui oleh Ransilio, Eca berdiri ingin menghindari pertanyaan Lio.

Sial, belum sempat beranjak. Ransilio menahan tubuh Eca dan di dudukannya kembali.

"Jawab gue Ca, ulah siapa ini?" Lio sudah melembutkan suaranya.

Eca hanya menggeleng, sekali lagi suara Lio kembali terdengar dan detik itu juga, Eca menangis kejang. Seperti penderitaanya seketika hilang.

Hikshikshiks

"Lo kenapa? Jangan nangis, lemas lo ca" Lio tetap mengejek Eca dengan kata lemah. Eca masih menangis tersedu-sedu menutup wajah dengan dua tangannya.

"Coba Lo cerita ke gue" Lio menggiring tubuh Eca untuk berada di pelukan Lio.

"Coba cerita ca, gua ga akan bilang siapa-siapa, janji"

Eca mendongak dan menatap mata indah Lio untuk mencari kebohongan, tapi nihil tidak ada kebohongan yang aku lihat.

"Ya , ayo coba cerita" Lio mengangguk dan mengulum senyum.

"Janji ya jangan ceritain siapa-siapa" Eca memajukan jari kelingking nya.

"Janji"

Eca mengehela nafas berat. Ia akan membongkar tabiat ibunya yang keras dan kasar pada seseorang yang baru saja akrab, tapi entah Rebeca merasa Ransilio bisa di percaya dan seperti sudah kenal lama.

"Gu....e di rruummm..." Belum sempat Eca menyelesaikan bicaranya Lio sudah memotong pembicaraannya.

"Jangan bilang Lo sering di pukul sama ibu Lo" Ransilio berbicara dengan kening yang mengerut menandakan ingin segera mendapat jawaban.

"Heum" Eca mengangguk takut.

"Luka ini kenpa bisa sampai disini" Ransilio menunjuk tangan luka ku yang belum kering.

"Di pukul ibu sama rotan" jawab Eca mendunduk.

"Hufftt"

Hembusan kasar terdengar ditelinga, Ransilio yang menunduk seperti orang yang bersalah dalam kejadian ini.

"Setiap hari Lo di perlakuin kasar sama ibu?" 

Eca mengangkat satu alisnya saat  Lio memanggil ibunya dengan sebutan 'ibu'.

"Ehh hemm... maksud gue ibu Lo" ralat Lio dengan gugup.

"Heum" Eca kembali mengangguk.

"Terus Lo..."

Triiingggggg

Pembicaraan terputus saat bunyi alarm Sekolah pertanda masuk kelas berbunyi.

"Aku masuk kelas dulu, aku belum ngerjain tugas dari Bu tita" Rebeca berlari terburu-buru, tapi aneh saat Lio melihat Rebeca, ia terlihat baik-baik saja padahal banyak sekali luka di kakinya.

"Ck, mungkin terlalu sering di pukul sampai lo mati rasa dengan luka Lo" Lio tersenyum getir.

Lio kembali duduk di gazebo dan berpikir dengan keras, kenapa sampai tega ibu angkatnya berbuat jahat seperti itu. Padahal dia gadis yang lugu.

"Akhhh gue pusing, kenapa jadi rumit gini akhhh" Lio mengacak rambutnya dengan frustasi.

❤️❤️❤️

Ransilio barmadani. Anak angkat dari zurta yashamartyo yang di adopsinya, sebelum Rebeca mawar yashamartyo lahir di dunia. Saat dia berumur 5 tahun Ransilio di adopsi lagi oleh seorang sepasang suami istri yang bernama aish zahratul dan randu barmadani.

Ransilio adalah remaja cukup aktif saat di sekolah tapi sifat cool dan acuhnya tetap melekat di wajahnya, berbeda dengan dirumah, ia lebih sangat aktif bercerita kepada bunda, ayahnya saat masih kecil dulu.

"Bunda Lio kemarin ketemu mawar tau" ucapnya cengar-cengir dengan memakan sepiring nasi goreng ,

"Mawar adek kamu yang paling kamu sayang itu kan?" Lio mengangguk.

"Wahh sudah lama bunda ga lihat mawar, besok-besok suruh main kesini Lio " ucap aish bersemangat. Maklum dia cuma pangeran kesayangan cuma satu tidak ada duanya yaitu Ransilio.

"Iya Bun, kalau Lio ketemu mawar lagi, Lio ajak. Hemm tapi Bun..." Lio menjeda bicaranya dengan manruh sendok di piring.

"Kenapa?" Jawab bunda dengan menyeritkan satu alisnya.

"Tubuh mawar ga gembut kayak dulu lagi Bun, dua kurus sekali, seperti tulang yang berjalan" ucapnya sedikit menahan tawa.

Dugh

"Kamu ini, tidak boleh Ngomong begitu, mungkin mawar diet jadi kurus"  pukulan halus di layangkan oleh bundanya.

"Mungkin ya bund" Lio mengangguk-angguk seperti setuju dengan omongan bundanya,

"Udah sekarang habiskan dan tidur ya , jangan lupa sholat"

Cup

Kecupan mendarat di ubun-ubun Ransilio dan Aish melenggang ke dapur.

"Hmm tapi aneh kenapa mawar selalu pakai pakaian panjang, padahal kan dari kecil ia sukar dengan pakaian panjang" ucap Lio tetap memikirkan kejadian aneh dari adik tersayangnya dulu.

"Tau ah, mungkin karena mawar takut kulitnya terbakar karena paparan sinar matahari, kan dia selalu menjaga kulitnya" Lio menjeda monolognya.

"Dulu saja kalau aku ajak main ke taman belakang waktu siang-siang dia selalu merengek tidak mau, takut kulitnya jadi hitam dan jelek katanya, hehehe mawar- mawar, Abang rindu kamu" ucap Ransilio menggeleng mengenang masa kecilnya dulu.

Berlawan ArahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang