Chapter 2

1.2K 166 16
                                    

Sanha menghentikan troli belanjaannya di depan deretan produk tepung. Kali ini ia dan Byul tengah mencari tepung takoyaki. Jinri mengatakan lebih mudah membuat takoyaki dengan tepung takoyaki instan. Byul dengan lincahnya mengambil sebungkus tepung takoyaki dengan sekali melihat. Tidak seperti Sanha yang malah kebingungan mencari di mana dan yang mana tepung yang dimaksud oleh Jinri.

"Byul-ah, kau sangat ahli berbelanja, ya. Paman saja kesulitan mencarinya." seru Sanha pada Byul yang tengah meletakkan tepung takoyakinya ke dalam troli.

"Mm... tentu saja. Aku dan Eomma sering berbelanja bersama di sini." sahutnya dengan senyum bangga. Sanha mau tidak mau mengakui kembali gemas dengan cara bicara dan tingkah Byul yang terlihat dewasa ketimbang umurnya yang masih 5 tahun.

"Astaga, adikmu cantik sekali." suara seorang wanita tiba-tiba menginstrupsi pembicaraan Sanha dan Byul. "Berapa umurnya?"

Sanha terkejut dengan kedatangan bibi tersebut yang tiba-tiba menyapa mereka berdua Byul dengan senyum lebar dan suara nyaring khas bibi berisik. Ini sudah keempat kalinya ia dan Byul disapa oleh ibu-ibu yang tengah berbelanja di sini.

Byul memiliki daya tarik dikalangan ibu-ibu sepertinya, ditambah kepribadian Byul yang memang ramah pada siapa saja. Bahkan, anak itu tidak takut menyapa orang asing.

"Umurku lima tahun." Byul mendahului Sanha menjawab. Bibi itu semakin gemas ketika mendengar suara Byul. "Dan ia pamanku."

"Ya... ia keponakanku." tambah Sanha dengan senyum ramah namun otaknya berpikir cepat untuk mencari alasan pergi dari bibi ini. Biasanya, jika sudah begini mereka akan tertahan lama. Sanha sedang malas berbasa-basi dan meladeni obrolan bahkan keluh kesah bibi-bibi berisik seperti ini. Ia hanya ingin cepat pulang dan membuat takoyaki untuk keponakannya.

"Oh benarkah? Dia cantik sekali dan juga pintar padahal umurnya baru lima tahun." kata bibi itu masih dengan senyum gemasnya melihat Byul. "Tidak seperti putriku yang selalu berisik meminta cemilan setiap diajak berbelanja."

Benarkan pikir Sanha. Bibi ini langsung mengeluarkan keluhannya dan membandingkan anaknya dengan Byul. Ia sering bertemu dengan ibu tipe seperti ini yang tidak bersyukur dengan anaknya sendiri dan berakhir selalu membandingkan anaknya sendiri dengan anak oranglain.

Sanha baru ingin membuka mulutnya ketika Byul malah maju mendekat pada bibi tersebut. Anak itu memang tidak memiliki rasa takut sama sekali pada orang asing. Padahal Sanha sudah menyusun jawaban untuk cepat pergi dari bibi berisik di depannya ini dan membawa Byul pulang.

"Itu karena Eommaku cantik dan Appaku pintar." kata Byul dengan wajah polosnya. "Putrimu berisik karena Halmeoni juga berisik. Kata Appa, anak itu peniru orangtua."

Sanha dengan cepat menutup mulut Byul dengan tangannya ketika mendengar Byul berbicara dengan sangat sarkas. Bagaimana bisa anak ini berbicara begitu jujur? Ia juga memanggil bibi itu dengan panggilan "Halmeoni". Sanha yakin 100% bibi di depannya ini akan tersinggung luar biasa.

"A⎯apa katanya? Halmeoni? Aku tidak setua itu. Dan... apa maksudnya ia menghina putriku?!" benar saja bibi berisik itu sudah mengeluarkan taringnya. Tatapan gemasnya pada Byul berubah menjadi tatapan marah dan tersinggung. "Siapa orangtuanya, hah? Anak ini harus dididik tata krama saat berbicara pada orang yang lebih tua. Dasar, anak tidak tahu sopan santun."

"Ah... bukan begitu maksudnya. Anak-anak kadang memang suka berbicara sembarang. Ia masih kecil dan tidak paham apa yang ia bicarakan." ralat Sanha yang sebenarnya tidak yakin apa perkataannya itu dapat sedikit meredakan kemarahan bibi berisik ini. "Saya benar-benar minta maaf."

Setelah meminta maaf ia membawa Byul pergi tanpa menunggu respon dari bibi tersebut. Masa bodoh dengan apa yang dipikirkan oleh wanita itu, yang terpenting ia dapat membawa Byul pergi menjauh.

Married by Accident 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang