Part 11

1.5K 315 49
                                    

Suasana di lapangan basket terasa sangat mencengkam. Daniel selaku ketua eskul itupun tak tahu harus melakukan apa dengan dua orang ditengah lapangan itu.

"Jangan deketin kak jenna kalo lo cuma mau main-main!"

"Kalo gue gak mau?"

"Jauhin dia! Dia terlalu baik buat lo sakitin."

"Lo yang harusnya jauhin dia! Jangan suka sama dia!"

"Suka sama orang tuh gak ada larangannya. Maksud lo ngelarang gue apa?"

"Jenna punya gue!"

"Dia bukan punya siapa-siapa! Bukan punya lo, bukan juga punya gue! Lo gak ada hak buat mengklaim dia punya lo."

Semua anggota ekskul basket melihat dua orang ditengah lapangan itu yang sedang bersitenggang. Mereka bingung, harus memisahkannya atau membiarkannya.

"Pisahin, niel. Lo kan ketuanya." Kata Bintang.

"Jangan anjir! Penasaran soalnya." Sahut Sigit. Dimana ada pertengkaran, disitu ada dirinya. Ia menyukai pertengkaran, rasanya seperti sedang menonton film action.

"Setuju, bagus buat dijadiin berita. Bisa jadi hot news." Ujar Tegar. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memotret dua orang yang sedang bersitenggang di tengah lapangan.

Bintang dan Daniel menatap Tegar dan Sigit aneh. Dua orang itu sedang bertengkar, harusnya dilerai tapi mereka menyuruhnya untuk dibiarkan saja.

"Wuihh, bentar lagi baku hantam itu." Ujar Sigit. Tegar langsung menyiapkan ponselnya, ia membuka aplikasi kamera lalu mulai merekamnya.

Kedua orang yang ditengah lapangan itu saling menarik kerah masing-masing. Nafas keduanya memburu dan saling menatap sengit. Sorot kebencian terlihat dikedua mata mereka. Jika sorot itu kasat mata, mungkin saja seperti ada api dikedua mata mereka.

"Kalo mulai baku hantam, pisahin niel." Kata Sandhy. Daniel mengangguk.

Mereka terus menatap ke tengah lapangan sambil bersiap untuk melerai jika terjadi adegan kekerasan, aura kebencian memancar dari keduanya. Siang yang teduh ini pun terasa panas karena aura kebencian mereka.

Bugh! Bugh!

Daniel langsung berlari ke tengah lapangan diikuti yang lainnya begitu kedua orang itu mulai saling memukul.

"LO GAK BERHAK NGATUR-NGATUR GUE!"

Jeka memukul pipi kanan Varen dengan keras hingga sudut bibir Varen mengeluarkan sedikit darah.

"Sialan!"

Varen membalas pukulan-pukulan Jeka. Wajah mereka sudah dipenuhi oleh luka. Dekat mata sudah ada luka lebam yang keunguan serta sudut bibir yang mengeluarkan darah.

Sakti menarik Varen dan Jeffrey menarik Jeka. Keduanya memberontak meminta dilepaskan.

"Lepasin gue, jeff!"

"Eh gila lo!"

Varen terlepas dari tarikan Sakti, ia kembali berjalan menuju Jeka. Daniel langsung menahannya saat melihat Varen mendekat ke arah Jeka.

"Bang! Udah bang."

"Sialan! Lepasin gue!"

Varen memberontak dan Daniel mengeratkan tangannya. Ia merasa beruntung tubuhnya besar, jadi bisa berguna saat ada adegan seperti ini.

Jaka mendekat kearah Varen lalu menyuruh Varen menghentikan ini.

"Udahan bos. Inget, bokap lo lagi ada dirumah." Beritahu Jaka. Varen biasanya akan menghindari pertengkaran apapun jika ayahnya sedang berada dirumah.

Black WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang