Teman Memori Harlan - Part 3

7 2 0
                                    

Geliat pencari rupiah di salah satu stasiun besar kota Jakarta seakan tak pernah lelah, berlomba mencari tiap kesempatan yang ada. Pemuda dengan kemeja putih menunduk lesu memandangi sisa rupiah dalam dompetnya, memaksa otaknya untuk berputar mencari hitungan pas mencukupi kebutuhan hingga kembali ke rumah. Sekilas bayang Rana masih terlihat jelas saat Bram menutup mata.

Tiiin Tintiiin

Lamunan Bram pecah mendengar suara klakson berkali-kali dari motor scooter matic besar berwarna hitam, sahabatnya Rangga melambaikan tangan menunjukkan arah yang harus dituju, Ia masih tetap setia dengan kuda besinya.

"Oi Ga, thanks ya mau anter gue ... yuk kita jalan ... lu gak bawa helm lagi, buat gue mana?" Bram yang tanpa permisi langsung duduk di kursi penumpang.

"Sama-sama bos, dulu juga lu sering anter gue ... lu sekarang beda ya?"

Rangga yang ingat dulu selalu diantar jemput Bram dengan mobil ke kampus, tak habis pikir sahabat selalu menghindari ujian ini tampak serius mencari kerja.

"Kenapa emang Ga? ... gue lebih ganteng dan dewasa sekarang ya? ... Hehehe"

"Iyain aja dah ... lu lebih aneh sekarang, dah gue bilang helm di box belakang ngapain malah duduk santai oi"

"Gak tau passwordnya ... lagian tulisannya magic com ... nanti gue asal buka diomelin emak lu"

Rangga yang putus asa menghadapi teman yang dari dulu minim inisiatif ini, akhirnya turun mengambil helm penumpang dari dalam box belakang dengan tulisan ambigu itu.

"Buset Ga, gak ada yang lebih imut nih? ... tambahin sticker lope-lope biar tambah unyu sekalian"

Mata Bram nyaris keluar menerima helm retro berwarna pink dengan hiasan karakter kucing Hello Titty.

"Udah pake aja daripada kena tilang, khusus bebeb Nia sebenarnya ... mau gue bantu pasangin juga beb?"

"Awet juga lu ma Nia ya? ... gak usah bebekku, ayolah kita jalan, dah telat ni"

Rangga terkekeh melihat raut malas Bram dibalik helm kesayangan pacarnya.

****

Dengan pedoman patokan nama Bank Swasta area Senayan yang diberikan Bram, Rangga melesat mencari celah diantara kerumunan kendaraan yang melaju mengejar waktu.

"Ga, gue ketemu sama Rana ... masih inget gak lu? ... lu pernah ikut bantu nyariin dia"

"Hah ... cewek freak yang lu taksir ketemu juga? ... tuhkan gue bilang juga kalau emang jodoh pasti ketemu"

"Sial lu Ga, ingetnya cuma freak doang, kalau ngeliat orangnya juga bakalan meleleh lu ... sebenernya sekarang bukan naksir lagi gue, tapi lebih ke penasaran ada cewek yang gak ketebak kaya dia, gak bisa gue temuin di cewek lain ... menarik!"

"Hah ... apaan?"

"Auah ... helm bebeblu sempit banget, berasa pake konde dua kilo"

Kedua sahabat ini saling berteriak mengimbangi bising kendaraan. Rangga merupakan sahabat Bram di SMA Satria setelah akhirnya Bram harus pindah karena membolos selama satu pekan saat ujian, demi mengikuti kompetisi game online di kota Bali, dan berakhir dengan kekalahan di semi final. SMA Garinda menjadi pelabuhan masa berseragam terakhirnya.

"Terus lu dah dapet nomernya si freak?"

Rangga menelisik penasaran, sosok gadis yang sempat membuat Bram melepaskan pacar-pacarnya dan memaksa Rangga mencari selama dua bulan di setiap libur sekolah.

"Hemm ... Belum Ga, tapi gue bakal pastiin dapet hari ini ... Rana pasti pulang lewat stasiun Manggarai lagi"

"Semangat Bram, lu pasti dapet ... ngomong-ngomong kita dah sampai ni,  lu betah juga pakai helm cewek gue?"

Rangga yang sudah hapal jalan pintas, menghentikan laju motornya tepat di depan lokasi yang disebutkan Bram.

"Gak salah emang gue pilih ojol ... nih gue balikin"

Bram berusaha keras melepaskan helm imut pada pemiliknya, bentuk kepalanya seperti kembali pada bentuk semula.

"Sukses ya Bram ... kalau perlu tumpangan ke Manggarai lagi hubungin gue aja, kebetulan cuma dua matkul doang hari ini"

"Ok, thanks banyak Ga ... salam ya buat Nia"

Mata Bram menatap bangunan berlantai empat berwarna putih dengan tanda blok nomor 31 di hadapannya, mengambil napas panjang mempersiapkan mental untuk wawancara.

****

"Selamat pagi pak ada yang bisa saya bantu?"

Sambutan hangat dengan senyum merekah dari wanita muda bersanggul dengan seragam rapi serba ungu.

"Pagi Bu, maaf saya mau bertemu dengan pak Hendri"

"Pak Hendri pagi ini dari kantor pusat, sekitar pukul sembilan baru tiba ... kalau boleh tahu dengan Bapak siapa dan ada keperluan apa dengan beliau? mungkin saya bisa bantu"

"Saya Bram Harlan Bu, keperluan interview kerja"

"Baik kalau begitu silahkan Bapak menunggu di lobi lantai tiga, bisa bertemu dengan Ibu Nadia ... Silahkan menggunakan lift di sebelah sana"

"Baik Bu, terima kasih"

Langkah Bram perlahan melewati barisan nasabah yang teratur menunggu giliran, menelusuri lorong menuju lift sesuai arahan wanita ramah tadi.

"Selamat pagi Bu, permisi, saya mau bertemu dengan Pak Hendri, saya diminta untuk menunggu disini"

Bram sedikit membungkuk sopan meminta izin pada wanita yang berdiri membelakanginya, terlihat sedang fokus merapihkan kumpulan map di lemari besi dekat meja yang tidak terlalu besar.

"Selamat pagi pak, silahkan pak"

Wanita muda berkemeja putih cukup ketat dengan bawahan rok berwarna hijau membentuk lekuk tubuh yang ideal dengan tinggi tubuhnya, tampilan yang berbeda dari karyawati di lantai bawah.  Tutur bahasa ramah dan sopan sama seperti wanita penyambut sebelumnya.

"Kamu Bram ... Bram Harlan kan?"

"Iya betul Bu, saya Bram Harlan, Sa--

"Masih inget aku? Nadia ... Nadia Almira kelas IPS 3B" suaranya berubah riang, kelopak matanya beberapa kali berkedip seperti meyakinkan Bram yang terlihat kebingungan.

"Maaf Bu ... eh Nadia, dari SMA mana ya?"

"Garinda ... aku loh si ayam jago, inget gak?"

BERSAMBUNG

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

5 Bayang RanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang