Sebuah notifikasi muncul pada layar gawaiku. Bulan sabit di bibirku pun tanpa diminta terbit dengan sempurna. Ribuan kupu-kupu sedang mengepakkan sayap dalam perutku. Rasanya indah sekali. Karena sangat kunantikan sejak tadi.
***
Alex
Hey, Sweety!Hana
Kau ini -_-Alex
Haha! Bagaimana, sepertinya akan turun badai salju?Hana
Hmm ... aku tidak keberatan.Alex
Ahh ... tidak sabaran rupanya. Haha.Hana
Menyebalkan sekali!Alex
Haha. Maaf-maaf. Aku senang, bila kau benar-benar tidak sabaran bertemu denganku, Sweety.Aku menunggu hal ini terjadi lama sejak perkenalan kita yang sudah hampir menginjak enam bulan. Bukankah kau juga penasaran bagaimana dengan wajahku?
Hana
Berhentilah memanggilku begitu.
Namaku Hana!Alex
HAHAAA.
Kau manis sekali.
Itu sebabnya aku memanggilmu begitu :)Hana
Dasar kau ini -_-Alex
Baiklah-baiklah.
10 menit dari sekarang aku akan sampai di kafe.
See you soon, Sweety ....***
Kusimpan benda pintar itu ke dalam saku. Melirik kaca jendela, salju turun dari langit malam Tokyo. Indah sekali.
Hiruk-piruk ibu kota Jepang, dan suanana penduduknya yang padat, tak melunturkan semangatku dalam berkerja di sebuah cabang perusahaan asuransi.
Meski hampir setiap hari lembur, aku yang bernama Sato Hana berdarah Indonesia-Jepang ini, selalu mencoba bertahan dan tidak mengeluh.
Sebagai anak tunggal, dengan kehidupan yang sederhana, menjadi pijakan utama untuk menjadi gadis yang mandiri.
Meski kedua orang tuaku masih hidup, sedari kecil aku terbiasa untuk tidak meminta. Aku benar-benar tumbuh menjadi seorang gadis yang tangguh.
Ketangguhan ini membuatku tak punya waktu untuk bersenang-senang bersama teman sebaya. Karena aku harus bekerja. Hingga kebiasaan sibuk dengan diriku sendiri, terus berjalan hingga kini usiaku mencapai kalangan usia siap menikah.
Sayangnya, sampai detik ini aku tak punya kenalan dekat. Dan berakhirlah mencari seorang teman pada aplikasi kencan.
Dari sekian banyak pengguna, akhirnya aku bertemu dengan seorang pria yang lebih tua beberapa tahun di atasku. Dia bernama Alex Marquez. Pria manis keturunan Jepang-Spanyol.
Dengan senyum malu-malu sembari memperhatikan foto tampan yang beberapa hari lalu ia kirimkan, aku berjalan keluar dari gedung tempatku bekerja. Memang waktu mulai larut, tapi hal itu tak membuatku mengurungkan niat bertemu untuk pertama kalinya.
Ya, ini menjadi pertemuan pertama setelah enam bulan aku mengenalnya melalui pesan dan telepon. Kami berdua sama-sama malu untuk berbicara melalui panggilan video.