EPILOG

63 5 0
                                    

Nayla mengetik sesuatu di laptopnya di sebuah kafe ditemani segelas kopi panas. Saat itu, cuaca di Australia sangat dingin dan hujan lebat mengguyur seharian. Sudah bertahun-tahun lamanya ia menempuh studi di Australia dan ini adalah tahun dimana ia mengikuti program Magister di kampus yang sama. Nayla meminum kopi di cangkir putih itu, kemudian tersenyum saat muncul notifikasi panggilan dari Brian.

"Nayyy kangen"

"Aku enggak."

Nayla sudah memutuskan untuk membuka lembaran baru bersama Brian persis seperti yang ia tuliskan di kertas yang disimpan oleh Brian di saku jaketnya lima tahun lalu. Semesta menghendaki kita, pikir Nayla.

"Nay kamu dimana sih?"

"Aku di kafe sambil ngerjain tugas. Kamu dimana? Di perjalanan ya?"

"Iya mau ke kantor."

Kabar Brian? Dia menjadi seorang manager di perusahaan yang digerakkan oleh ayahnya. Dia menempuh pendidikan seluruhnya di Indonesia dan setelah lulus, ia ditempatkan di posisi itu. Banyak yang mengatakan Brian adalah definisi young and rich.

"Hati-hati ya."

"Oke Nay. Kamu juga semangat."

"Oke. Bye. Love you."

"Love you too, Nay."

Nayla mematikan panggilan. Kemudian, ia melanjutkan tugasnya. Ia sibuk mengetik sampai akhirnya menoleh ketika panggung di kafe itu mulai sibuk ditata dan didatangi beberapa orang. Biasanya, hal itu terjadi ketika penyayi akan menyanyi di panggung kecil itu. Nayla sangat menyukai penampilan akustik di kafe itu dan menantikannya.

Kemudian, musik dari petikan gitar mulai terdengar. Nayla tau betul itu lagu milik Max yang berjudul Lights Down Low. Walaupun sudah direlease bertahun-tahun lalu, lagu itu adalah lagu favoritnya dan masih menjadi lagu kenangan bersama Brian.

Heaven only knows where you've been

But I don't really need to know

I know where you gonna go

Nayla menikmati alunan suara yang indah dari penyanyi pria di sana sambil mengikuti liriknya.

"This is song for the girl in table number 10."

Nayla sontak terkejut karena ia duduk di meja kafe nomor 10. Kemudian, ia menolehkan kepalanya dan refleks berdiri. Di atas panggung itu ada seorang pria yang sangat sangat dikenalnya.

"Brian?" Nayla menutup mulutnya kaget.

"Come here, my girlfriend." Brian berkata melalui mic. Seluruh pengunjung kafe bertepuk tangan. Nayla dengan ragu-ragu naik ke panggung.

"Kamu ngapain??" bisiknya.

Brian tersenyum, kemudian lanjut menyanyikan lagu itu.

Can I stop the flow of time?

Can I swim in your divine?

Cause I don't think I'd ever leave this place

Oh turn the lights turn the lights down low

Pikiran Nayla otomatis melayang ke masa lalu, masa dimana ia masih menjadi ketua ketertiban dan menghukum Brian. Masa dimana ia menjalani hubungan dengan Brian dan segala rintangan yang telah mereka alami bersama. Nayla tidak bisa berhenti tersenyum haru mengingat semuanya dan apa yang dilakukan Brian hari ini.

Setelah lagu selesai, Brian menggenggam tangan Nayla, kemudian berlutut di hadapannya.

"Kamu ngapain?" Nayla berbisik.

Brian mengambil mic dan sesuatu dari saku celananya.

"Nayla, will you marry me?" Kata-kata yang dilontarkannya sangat membuat Nayla terkejut. Sebuah cincin berlian menunggu sebuah jawaban di hadapannya. Teriakan dan tepuk tangan mengiringi momen bahagia tersebut. Nayla tidak mengatakan apapun karena masih shock.

"Say yes! Say yes! Say yes!" Seluruh pengunjung kafe berteriak. Nayla tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.

"Yes, I do"

Teriakan pengunjung semakin ramai diiringi tepuk tangan.

"Kiss! Kiss! Kiss! Kiss!"

Pengunjung kafe masih berteriak dengan kata-kata yang berbeda. Nayla menggelengkan kepalanya.

"Not now. Kita belum nikah." Nayla merasakan pipinya memerah. Brian terkekeh dan menarik tubuh Nayla mendekat dan mengecup keningnya singkat. Teriakan pengunjung semakin riuh dan mereka berteriak "Congratulations!" berulang kali. Nayla tidak bisa mengatakan apapun dan masih tidak percaya dengan semua ini.

***

Setelah acara lamaran di kafe itu, Nayla mengajak Brian ke sebuah tepian sungai. Disana, banyak orang-orang yang menghabiskan sore hari mereka bersepeda, jalan-jalan, atau sekedar duduk bersama orang-orang yang mereka sayangi.

"Sejak kapan kamu dateng ke Australia?" tanya Nayla.

"Umm... Kemarin. Aku langsung ke kafe itu karena kamu katanya bakalan kesana kan hari ini. Terus tadi aku video call mastiin kamu beneran ada di kafe itu haha." Brian tersenyum. Nayla tersenyum, kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Brian.

"Thank you. I love you." katanya.

"Kamu jarang loh ngomong i love you. Tapi sekarang sering. Kamu kangen aku ya?" tanya Brian.

"Banget," Nayla menganggukkan kepalanya karena terhitung sudah setahun mereka tidak bertemu.

Brian menatap wajah Nayla kemudian berkata "Eh Nay kamu abis makan coklat ya? bibir kamu ada coklatnya tuh."

"Mana?" tanya Nayla sambil memegangi bibirnya.

"Ini," Brian mengusap bibir Nayla, kemudian dengan gerakan cepat mengecupnya. Nayla kaget dan langsung memukuli lengan Brian. Brian tertawa.

"Kita belum nikah kenapa kamu nyosor sih Briaaannnn" Nayla mengusap-usap bibirnya.

"Toh besok kita nikah juga aku cium," Brian tertawa kecil.

"Jangan nyuri start dong!" Nayla memukul lengan Brian.

"Sorry sorry. Abis ini kita mau nikah kapan?" Brian mengusap kepala Nayla.

"Secepatnya." jawab Nayla.

"Jiakkhhh kamu udah ga sabar ya jadi istri aku heheh," Brian tersenyum.

"Diem deh." Nayla masih salah tingkah.

Matahari sore bersinar malu-malu tertutup oleh mendung. Matahari itu tersenyum ke arah mereka kemudian akhirnya terbenam disertai datangnya malam. Brian dan Nayla berjalan pergi dari tempat mereka sambil bergandengan tangan.

❤️❤️❤️

Bitter Sweet [Season 1 dan 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang