1. Di Kantor

191 57 26
                                    

Taraaaaa! Aku hadirkan kembali cerita yang di kemas ulang. Dengan judul yang berbeda dan isi cerita yang ngga jauh dari cerita awal.

Ps. Mohon maaf jika ada kesamaan dalam nama tokoh, sampul, dan lain-lain yaa.







Jam makan siang memang selalu di tunggu-tunggu semua karyawan. Tempat yang paling seru untuk makan dan berceloteh ria melepas lelah dari pekerjaan adalah kafetaria perusahaan, selain itu jam makan siang adalah tempat cuci mata. Lihat saja, banyak laki-laki tampan dan tinggi dari berbagai bidang pekerjaan. Banyak juga perempuan cantik dan mempesona. Semuanya adalah orang-orang hebat di bidangnya masing-masing.

''Tahu film mouse, kan?" suara perempuan berambut sebahu. Mulutnya penuh dengan makanan sementara tanganya menunjuk wajah perempuan di depannya yang tengah mengangguk-angguk.

''Dia mencari pelaku pembunuhan, padahal dia sendiri pelakunya!" ucapnya. "Ganteng tapi psikopat" perempuan itu bergidik ngeri.

"Dia memang psikopat. Psikopat itu ngga bisa di tebak__" Gumamnya seraya memandang ke arah laki-laki jangkung yang kini menjadi pusat perhatiannya. Laki-laki yang selalu berada di kantin perusahaan padahal dia bukan bagian dari perusahaan. Laki-laki yang setiap jam makan siang menjadi pusat perhatian semua orang.

Emily menyadari sesuatu, mengangkat dagunya seolah menujuk seseorang kearah yang sama dengan lawan bicaranya "Menurutmu dia psikopat?"

Desi mengerang, meneguk minumannya dengan ganas tanpa membalas ucapan Emily.

"Kenapa mereka selalu nongkrong di sini? Tempat kerja mereka ngga di sini, kan!?'' Desi menunjuk ke arah rombongan yang duduk di tengah-tengah di antara banyaknya meja makan yang tersedia, lalu beralih memandang laki-laki yang di pandangainya sejak tadi "Benar-benar susah di tebak___"

"Proposal pembahasan retensi arsip, yang di suruh diselasaikan mbak Nirmala, gimana?"

Desi menatap wajah Emily dengan kesal namun tidak mengatakan apapun. Dia sengaja menjatuhkan sendoknya ke meja dengan wajah memelas dan berhasil mengejutkan Emily.

"Bisa ngga, kalau kita lagi di sini jangan bahas pekerjaan dulu, deh?!" perempuan itu cemberut.

Emily mendesah. Dia hanya terlalu enggan harus berurusan dengan Nirmala, atasannya yang suka meledak-ledak.

"Itu Viola kan?" tunjuknya, Emily memutar kepalanya mengikuti pandangan Desi. Perempuan dengan setelan kerjanya rok di atas lutut, parasnya cantik, balutan lipstik membuat kesan warna alami serta rambutnya yang panjang bergelombang jatuh dikulitnya yang putih bersih, lebih membuatnya terlihat mempesona. Viola. Perempuan itu menghampiri Rey dengan manja, menggandeng tanganya lalu tersenyum manis. Viola adalah karyawan magang yang beberapa minggu lalu di tetapkan sebagai karyawan tetap.

Dari segala kemungkinan yang ada di pikiran Emily, laki-laki seperti Reynand Arta Wijaya tentu saja tidak akan dengan mudah berkencan dengan perempuan itu hanya dengan satu malam, sejak Emily memergoki mereka makan malam di restoran mewah kemarin entah permasalahan apa yang sedang mereka hadapi tetapi Viola terlihat seperti orang gila merajuk di depan Rey.

"Rey" suara itu terdengar dari meja yang ada di pojokkan kantin, banyak pasang mata yang mencari asal suara termasuk Rey. Rey memasang cengiran lebarnya begitu melihat teman-temannya berkumpul di satu meja dengan beberapa makanan enak-enak di sana sementara dirinya hanya datang dengan tangan kosong.

"Ken...!"serunya seraya melepaskan tangan Viola yang melingkar pada lengannya. "Mau gabung?" ajak Rey namun Viola menggeleng tidak dan memilih menghampiri orang yang di kenalnya.

NOWHERE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang