Zee : Serotonin

524 51 12
                                    

Semburat awan bergelayut manja diantara gedung-gedung pencakar langit. Membuat tanganku gatal untuk mengabadikan barang hanya satu potret dengan ponselku.

Pikiranku saat ini tertuju pada satu hal.

Aku rindu bermain media sosial.

Hanya itu.

Nanta tak pernah sedikitpun melarangku untuk tak menggunakan media sosial, bahkan aku sendiri yang membatasi diriku dengan orang-orang setelah lulus dari JKT48.

Salah satu janjiku untuk membuat media sosial setelah lulus dari JKT48 harus kuingkari kepada beberapa orang yang masih ingin mengikutiku sekadar dari media sosial.

Maaf, di luar ekspektasi kalian, aku harus melakukan ini.

Ku rasa, waktu ith sampai berjalan lima tahun ke depan. Aku tak baik-baik saja. Sehingga kemampuanku hanya untuk membuka media sosial saja, ku yakin tak ada.

"Hei, makasih, ya! Udah datang."

Aku hanya tersenyum singkat pada pria berambut cukup panjang yang berdiri di sebelahku. Malam kemarin, dia kembali menghubungiku setelah kami hanya selewat bertemu di Hotel dan semuanya dihancurkan oleh Bajingan Nanta yang tiba-tiba datang dan membawaku pulang.

Hari ini, dia mengundangku untuk datang ke acara launching perdana salah satu toko outdoor gear yang sedang ia kelola satu tahun belakangan ini.

Berada di bilangan sebuah mall dan cukup strategis dari tempat tinggalku. Jadi, memutuskan untuk datang tak akan kedengaran sesusah itu, apalagi yang mengundangku langsung adalah Aldo sendiri.

"Tadi ada mama papaku juga. Mau kenalan?" Tanya Aldo, dia kembali menyesap Espresso.

"Oh iya?"

"Iya, tadi ada di depan lagi ngobrol sama tamu mereka."

Aku tak tahu apa yang dimaksud Aldo berkenalan. Meskipun tak ada salahnya memperkenalkan diri kepada orang tuanya, ku pikir, agaknya ini terlalu jauh untuk sebuah perkenalan. Apalagi beberapa kali tangannya menginginkan mengenggam tanganku, meskipun hanya bisa kutolak pelan-pelan.

"Jadi kamu hobi traveling juga, ya Zee?"

"Sebenernya enggak juga. Hanya, ya, beberapa kali sering kabur dari Jakarta." Aku tertawa kecil, sesekali menatap matahari yang mulai tenggelam.

"Pantai? Gunung?"

"Pantai dong."

"Aku lebih senang gunung sih." Dia menyunggingkan senyum manisnya. "Tapi, ya, Zee. Yang namanya jodoh tuh enggak akan ke mana, sih."

Aku mengerutkan kening.

"Iya, enggak akan ke mana." Dia menyentuh kaca besar di depan kami. "Cuma persoalan yang satu suka gunung, yang satunya suka pantai, masih bisa jadi jodoh kok. Kayak, sayur di gunung sama ikan di laut aja, masih bisa ketemu kok, di meja makan."

"Apa sih, Do!" Aku memukul pundaknya pelan, setelah mendengar gombalan receh pria berusia 27 tahun itu. Kemudian kami tertawa bersama.

Menyenangkan bisa berkenalan dengan Aldo. Pembawaannya yang selalu positif dan cara bicaranya yang santai, kadang-kadang membawaku larut dalam pembicaraan kami. Meskipun pada akhirnya kami harus berpisah oleh keadaan.

Benar, aku sempat dekat dengannya, sewaktu masih menjadi member JKT48. Hanya sekadar bercanda ria dalam chat atau direct message instagram, mendengarkan keluh kesah kerecehannnya, sampai akhirnya lama-lama dimakan waktu, kami hanya menjadi penonton instastory masing-masing.

Mengeja KebebasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang