Aku benci teman-temanku yang gemar sekali memposting foto atau video perempuan cantik dan imut yang mereka temui di TikTok. Apa sih tujuan mereka? berhalusinasi bisa punya pasangan seperti itu? kenapa tidak coba Dm langsung dan cari jawaban apakah halusinasi yang mereka lakukan itu memiliki harapan atau tidak. Yang lebih aneh lagi adalah, orang-orang memaklumi seakan itu bukanlah hal memalukan. Berbeda dengan jaman dulu, dimana orang mengedit foto sebelahan sama Justin Bieber pakai Photoshop, terus di posting di Facebook aja di bilang alay.
Yang semakin bikin aku marah, Chika pacarku, melakukan hal yang sama. Setiap hari selalu saja ada, minimal satu foto dan video cowok-cowok Korea yang gue lihat mukanya kembar. Padahal mereka bukan satu keluarga. Ini sebenarnya tidak heran. Karena aku pernah baca sebuah artikel di internet, dokter yang melakukan operasi plastik di korea itu sudah punya topografi wajah. Mereka tidak peduli wajah pasiennya yang datang seperti apa, semua dipukul rata. Itulah kenapa wajah mereka terlihat sama.
Sudah sering aku berkomentar dan mempertanyakan tujuan dari tindakannya, Tapi Chika selalu jawab dengan nada tinggi.
"Kok kamu jadi ngatur-ngatur aku sih?"
"Aku kan pacar kamu, berhak dong untuk cemburu?"
"Nggak kamu nggak berhak!"
Selalu saja begitu. Chika tidak mengerti perasaanku sebagai cowoknya. Setiap kali dia memposting laki-laki bermake up itu, betapa sakitnya hati ini. Aku tahu, aku sadar, aku tidak setampan mereka, tidak sekaya mereka, tapi aku yang selalu ada saat Chika dapat masalah. Aku yang selalu siap mendengarkan curahan hatinya ketika lelah dengan urusan pekerjaan. Aku yang ada buat Chika, bukan mereka. Tapi kenapa selalu mereka yang Chika banggakan?
Ya aku tahu, tidak mungkin laki-laki Korea itu jadi pacarnya Chika. Mustahil sekali itu terjadi. Tapi halusinasi yang berlebih sungguh tidak baik. Aku takut nanti standar laki-laki Chika berubah. Aku takut tidak lagi mendapat tempat di hatinya. Akan sia-sia dong perjuangan aku selama ini. Setiap weekend menjemput dia di rumah melewati jalan yang macet selama berjam-jam. Pulang larut malam karena harus kembali mengatar dia ke rumahnya.
Tapi ya mau bagaimana lagi, beginilah hubunganku sekarang. Hadir orang ketiga yang tidak berwujud, tapi tetap bisa membuat hati terluka.
Aku duduk di kursi kayu angkringan yang lokasinya tidak jauh dari tempatku bekerja. Sore hari menjelang petang seperti sekarang ini, jalanan sedang ramai-ramainya. Beberapa orang terlihat berjalan menuju halte busway untuk kembali ke rumah dan beberapa lainnya berkendara dengan raut wajah lelah dan kemeja lesuh basah dengan keringat. Padahal aku yakin, mereka bekerja dalam ruangan ber AC. Apa mungkin, di kantor mereka hari ini lift nya rusak. Dan terpaksa harus bolak-balik naik tangga memenuhi panggilan atasan.
Aku tidak begitu peduli juga sih.
Beristirahat sejenak di angkringan seperti ini, sudah menjadi kebiasanku sejak awal bekerja. Rasanya, tubuh mendapatkan hak yang tidak didapatkan ketika bekerja. Meneguk segelas kopi hitam panas, menyantap beberapa tusuk sate telur dan usus, ditemani pemandangan jalan penuh kendaraan, rasanya cukup menenangkan. Walaupun asap mikrolet dan kopaja membuat udara tidak lagi segar.
Aku menunggu kedatangan temanku, Niko. Dia sama denganku, seorang karyawan atau anak zaman sekarang biasa menyebutnya budak coorporate di salah satu perusahaan yang cukup besar di Jakarta. Bedanya denganku, Niko sudah berkeluarga. Makanya hanya satu kali dalam seminggu kami dapat bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Padahal dulu sebelum menikah, aku dan Niko sering sekali nongkrong di angkringan. Saling bertukar cerita dan berbalas tawa melepas penat setelah seharian bekerja. Sekarang semua berubah.
Sudah tiga puluh menit aku menunggu. Niko belum juga datang. Bahkan pesan WhatsApp yang aku kirim lima belas menit yang lalu pun belum ia baca. Tidak mau menunggu tanpa kepastian, aku coba hubungi Niko menanyakan dimana dia berada sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melawan Perempuan (Kumpulan Cerita)
RomanceKumpulan cerita yang menggambarkan bahwa dalah sebuah hubungan, perempuan bisa sama kejamnya dengan laki-laki. Hanya saja, sering kali, mereka tidak menyadari hal itu.