Bab 1

685 40 3
                                    

Mereka kelihatan persis seperti perampok kereta api sungguhan. Dari pinggiran topi mereka yang berdebu sampai ke taji sepatu bot mereka yang bergemerincing, menurut Luhan mereka tampak seperti Butch Cassidy dan The Sundance Kid.

Untuk menghindari tabrakan dengan barikade gelondongan kayu yang ditumpuk di atas rel, lokomotif menyemburkan kepulan asap tebal dan kereta api itu menghentikan lajunya. Para aktor, yang berperan sangat baik, berderap keluar dari hutan lebat di kedua sisi rel, entakan kaki kuda - kuda menghantam tanah sebelum mereka berhenti disamping kereta api. Sementara kuda - kuda berdiri tegak, para "perampok" bertopeng itu berlompatan naik ke atas kereta sambil mengacungkan pistol.

"Aku tidak ingat pernah membaca apa pun tentang ini di brosur," kata seorang penumpang wanita gelisah.

"Tentu saja tidak, sayang. Itu akan merusak kejutannya," kata suaminya sambil tertawa kecil. "Pertunjukan yang hebat bukan?"

Wu Luhan juga berpikir begitu. Pertunjukan yang hebat. Sepadan dengan setiap sen yang di keluarkan untuk membeli tiket wisata ini. Adagen penodongan ini membuat semua penonton terpesona, termasuk Ziyu, anak laki-laki Luhan yang usianya tak lebih dari enam tahun. Anak itu duduk disampingnya, terpikat oleh pertunjukan yang tampak nyata itu. Matanya yang berbinar-binar terpusat pada pemimpin gerombalan penjahat yang berjalan perlahan menyusuri gang sempit kereta api sementara bandit-bandit lainnya berdiri menjaga di kedua ujung gerbong.

"Semuanya tenang, tetap di kursimu, dan tidak seorang pun akan terluka. "

Dia mungkin seorang aktor Hollywood yang menganggur atau pemeran pengganti, yang mengambil pekerjaan musim panas ini untuk menambah penghasilannya yang tidak menentu. Berapa pun bayarannya untuk pekerjaan ini tidak cukup, pikir Luhan. Dia benar-benar cocok dengan perannya.

Sebuah bandana yang menutupi bagian bawah wajahnya, meredam suaranya, tapi suara itu tetap bisa didengar semua orang dalam gerbong antik itu. Kostum orang itu sangat meyakinkan, ia memakai topi hitam yang ditarik rendah sampai alisnya, rompi putih panjang, dan sabuk senjata dari kulit yang melingkari pinggangnya dengan tali kulit yang mengikat sarung pistol ke pahanya. Sarung pistol itu dikosong karena ia menggenggam sepucuk colt ditangannya yang terbungkus sarung tangan, ia berjalan menyusuri deretan bangku, mengawasi setiap wajah dengan seksama. Tajinya bergemerincing pada setiap langkahnya.

"Apakah dia benar-benar akan merampok kita, Mom?" Bisik Ziyu.

Luhan menggelengkan kepalanya, tetapi tidak mengalihkan pandangan dari perampok kereta api Itu. "Ini hanya pura-pura. Tidak ada yang perlu ditakuti."

Tetapi bahkan ketika dia mengatakannya, dia tidak yakin. Karena pada saat itu mata aktor tersebut tertuju pada dia. Ia tersentak, menahan napas. Mata orang itu panas dan tajam, seakan menembus tubuhnya. warnanya biru memukau, tapi bukan hanya itu yang membuatnya tak sanggup bernapas, kalau sinar permusuhan Dimata itu hanya bagian akting, maka bakat orang akting itu terbuang sia-sia dikereta wisata ini.

Tatapan membara tetap tertuju pada Luhan sampai pria di depannya, yang tadi menenangkan istrinya, bertanya pada bandit itu, "kau menginginkan kami mengosongkan isi kantong kami, tuan perampok?"

Perampok itu mengalihkan pandangan dari Luhan dan memandang pria itu, ia mengangkat bahu sedikit. "Tentu."Sambil tertawa, wisatawan itu berdiri dan merogoh saku celana pendek bermudanya, ia mengeluarkan selembar kartu kredit dan melambaikannya diwajah bertopeng itu. "Jangan pernah meninggalkan rumah tanpa itu," katanya dengan suara keras, lalu tertawa.

Sang Tawanan (HunHan Gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang