Berjalan beriringam denganmu merupakan waktu yang tidak bisa dilupakan, seperti mengitari seisi bimu dengan lengkungan di bibir membuai keindahan
Berlari kesana-kemari dengan canda dan tawa, seakan di bumi hanya ada kita, meski bahagia dan terluka selalu datang menyapa
Seiring berjalannya waktu rasa bahagia terasa semakin berkurang, seolah tersisa luka yang diberikan dan menyisakan lebam diingatan
Entah siapa yang menyadarinya lebih dulu dan entah mengapa kita pura-pura tidak sadar bahwa tak ada lagi yang bisa dipertahankan
Aku hanya merasa egois terhadap diriku sendiri, enggan meninggalkan dengan alasan tak ingin menuai luka, tapi ternyata, justru bertahan memberi lara
Pada saat itu aku tidak mengerti apa yang ada di pikiranmu, namun tiba-tibq kamu memulai percakapan tentang rasa dan kita
Percakapan pun mengalir begitu saja, sampai ke titik kita paham bahwa hubungan ini mungkin sudah mencapai batas akhir
Setelah memutar-mutar kembali rasa dan lara, luka dan kita semakin jelas adanya, terlihat jelas yang kita berikan bukan lagi kasih sayang melainkan duri yang ditusukkan begitu tajam
Kita sempat membutuhkan ruang dan waktu untuk berpikir sebelum melangkah pada tahap selanjutnya, sekaligus mengantisipasi penyesalan
Sudah merasa cukup dengan proses berpikir, kita saling mengutarakan, langkah yang kita pilih ternyata sama, sama-sama memilih meninggalkan harapan yang tak bisa lagi dipenuhi dan sama-sama memilih langkah untuk sendiri
Pada akhirnya kita memilih untuk sendiri dan mulai berkelana untuk menemukan bukti dari; orang yang tepat tidak akan ditinggalkan dan meninggalkan.
Untukmu; semoga kita dipertemukan kembali dengan hati yang sudah sama-sama membaik.