Cafe Story

26 6 4
                                    

Pagi itu Cafe Dream kedatangan banyak pelanggan membuat para pekerjanya kewalahan menangani, termasuk Haechan.

Lelaki berkulit sawo matang itu sejak tadi disibukan dengan kegiatan memotong wortel yang kemudian dibentuk menjadi bunga sakura, usaha memenuhi pesanan pelanggan yang tak ada habisnya dan juga nyeleneh. Haechan tidak masalah, setidaknya dia mendapat upah untuk pekerjaannya ini.

Saking terburu-buru memotong, dia sampai tidak sadar menyenggol sosok wanita berambut panjang di sebelahnya yang tengah membawa nampan berisikan sebotol wine.

Wine itu sebenarnya tidak tumpah, tapi si wanita seperti sengaja memiringkan nampan sehingga wine itu jatuh, menimbulkan suara gaduh dan dapur dipenuhi aroma wine. Seluruh aktivitas di dapur seketika berhenti. Semua yang ada di sana memasang tatapan tajam untuk Haechan.

"Maaf," cicitnya kemudian cepat-cepat membersihkan kekacauan. Sementara Mire—nama wanita itu—hanya berdiri menyaksikan Haechan memunguti pecahan beling.

"Ada apa ini?" Seorang laki-laki tampan, berahang tegas, dengan postur tegap datang, memasang raut keherananheran. Namun, tak ada yang berani menjawab pertanyaan. Mereka semua memilih menunduk dalam.

"Kenapa di—astaga! Siapa yang menjatuhkan ini?" Panik, dia berjongkok dan sedikit mendorong tubuh Haechan agar menyingkir dari bekas tumpahan wine.

"Chef ... itu ...," ucapan Haechan terputus oleh teriakan dari orang yang dia panggil chef.

"SIAPA YANG MENJATUHKAN INI? Dia berdiri, matanya mengedar ke seluruh penjuru dapur, mengamati satu per satu bawahannya. "Kalian tau ini harganya mahal, huh? Bahkan seluruh gaji kalian, tidak akan bisa membeli wine ini!"

Semua yang ada di sana menunduk, takut akan amukan sang atasan. Beginilah marahnya seorang Mark Lee yang biasanya terkesan ramah dan penyabar, Namun, saat benar-benar marah dia akan berubah menjadi seekor singa buas. "Jawab saya!" Mark membentak.

Semua yang ada di sana tersentak. Terjadi keheningan hingga Mire membuka suara, "Chef, Haechan-ssi yang melakukannya," adu orang itu.

"Haechan ...." Mark mencekal lengan Haechan kuat. "Ikut saya ke ruangan."

Setelah itu Haechan diseret paksa oleh Mark. Sepeninggalan Mark dan Haechan, diam-diam orang yang mengadukan Haechan menyeringai puas. Rasakan.

Wanita itu mengibaskan rambutnya kemudian mulai bekerja di depan penggorengan.

•••

Mark duduk diam di kursinya. Di hadapannya berdiri sosok Haechan yang sedang menunduk takut.

"Apa pembelaanmu, Haechan-ssi?"

"I-itu ... tadi—"

"Bicaralah yang jelas!" bentak Mark. Jelas Haechan tersentak, suara Mark begitu mendominasi. Dia jadi ingin menangis. "Ayo jawab!"

"Jangan membentak ...." Kepalanya masih menunduk dan semakin menunduk.

"Kenapa tidak boleh? Di sini saya atasanmu, kalau kau lupa."

"Tapi ...."

Mark berdecak. "Tidak ada pembelaan, kan? Jadi kau mengakui kalau itu kesalahanmu, begitu?" Mark berdiri dari kursinya. Berjalan mendekati Haechan, memutar-mutarinya sambil menatap dingin. "Tau, kan, konsekuensinya?" bisiknya di kuping Haechan.

"Hiks ...." Haechan sudah tidak kuat menahan air matanya sejak tadi, berakhirlah dia menangis tersedu-sedu. Dia benar-benar tidak bisa dibentak.

"Hey, kau menangis?" Mark panik, segera dia kunci pintu ruangannya kemudian memeluk Haechan erat. "Jangan nangis ... maafkan aku, aku terlalu keras. Hyuck, maaf."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cafe Story [oneshoot]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang