3. Dicium Tikus?

9 5 3
                                    

"...dan aku menciummu saat tidur."

Tidak ada reaksi dari Zaara. Ia masih diam mencerna perkataan laki-laki itu atau lebih singkatnya pria yang masih memakai selimut untuk menutupi tubuh toplesnya. Astaga, malah kepanjangan, ck.

Maksudnya? Menciumm-- itu artinya dia dicium? Oleh pria aneh ini? Atau lebih parahnya dia dicium oleh ... SEEKOR TIKUS?!

"APA?!" pekik Zaara dengan suara cemprengnya. Meskipun reaksinya telat karena berpikir terlebih dahulu, tapi tetap saja teriakannya mengundang murka Santi yang berada di dapur dan menyusul ke kamarnya dengan sutil yang dia pegang.

Pria itu sudah tidak punya nyali menatap Zaara. Ia langsung menenggelamkan dirinya dibalik selimut saat wanita yang dihadapannya ini murka. Santi masuk ke kamar Zaara.

"Heh, ada apa teriak-teriak? Masih subuh sudah bikin keributan, brisik," kata Santi mengomel. Mamanya itu bisa nggak, tahan sehari aja untuk berhenti mengomelinya di pagi hari? Zaara saat ini lagi syok, syok berat!

"Tumben nggak tidur lagi, malah ngomong sendiri teriak-teriak kayak orang gila. Kenapa?" Santi mendekat yang langsung mendapat penolakan dari Zaara. Jangan sampai dia ketahuan ada seorang lelaki di kamarnya.

"Stop, mama disitu aja," kata Zaara mencegah. Santi menurut untuk tidak meneruskan langkahnya.

"T-tadi saat Zaara selesai salat subuh, Zaara berencana nggak tidur lagi. 'Khan m-mama yang sering bilang kalau tidur setelah subuh itu nggak baik, tapi pas Zaara melihat ke arah jendela ada penampakan lewat-lewat jadinya Zaara teriak karena takut itu hantu," kata Zaara panjang lebar dengan sedikit terbata. Tanpa sadar, dia merubah kata 'kan menjadi 'Khan. Jantungnya berdetak dengan kencang takut jika mamanya curiga. Ya Allah, ampunilah dosanya karena telah berani membohongi mama. Zaara tidak bermaksud, tapi situasinya sedang tidak kondusif untuk jujur. Bisa-bisa dia lebih diamuk mamma karena salah paham ini.

Santi memicing tidak langsung percaya. "Mana ada hantu pagi-pagi! Yang ada itu Malaikat yang datang di waktu pagi untuk memberi rezeki kepada orang yang sudah bangun dan tidak tidur lagi setelah salat subuh." Santi mendengus, "dahlah, mama mau kembali ke dapur. Jadi gosong telur mama gara-gara kamu."

Setelah kepergian Santi, Zaara bernafas lega. Untung dia selamat dan tidak ketahuan jika ada seorang pria di kamarnya. Zaara beralih menatap tikus jadi-jadian itu yang masih setia sembunyi di balik selimut tanpa pergerakan sama sekali. Dia masih bernyawa nggak, ya? Atau langsung jadi patung? Au ah, nggak jldsosgdsrkmkn%#@!$.

Zaara menarik selimut yang membungkus pria itu sehingga membuatnya jadi bugil. Zaara refleks menutup mata, untung nggak ke buka sampai ke bawah-bawah.

"Iiiii, kamu kenapa nggak pake baju, sih?" pekik Zaara tertahan. Ia tetap harus menjaga volume suaranya agar tak sampai keluar dan didengar oleh mamanya. Bisa gawat kalau Santi kembali lagi ke kamarnya.

"M-maaf. Semalam aku tidak tahu jika akan berubah menjadi manusia secepat ini. Setelah menciummu aku langsung tertidur sebagai tikus biasa yang berbulu. Mungkin karena kini wujudku berubah, bulu-bulu itu ikut menghilang dan tidak bisa melindungi tubuhku lagi," jelasnya merasa bersalah. Ya iyalah bulunya hilang. Yakali bulunya tetap ada saat wujudnya sendiri sudah berubah. Mau seperi apa nanti bentuknya? Manusia tikus atau manusia berbulu tikus?

Zaara memijat kepalanya yang sebenarnya baik-baik saja namun sedikit pusing karena tidak bisa langsung percaya pada ucapan pria itu. Bisa saja kan dia itu penipu? Aish, merepotkan saja. Seharusnya saat ini Zaara sudah bahagia karena bermimpi, tapi kini dia malah jadi gila karena ada tikus jadi-jadian yang berubah menjadi manusia. Atau jangan-jangan ini hanya salah-satu cerita dari mimpinya? Tapi sayangnya saat ini Zaara sadar, dia tidak bermimpi. Ini nyata!

Zaara kembali menyadari satu hal saat mengingat pengakuan pria jadi-jadian itu. Setelah menciummu aku langsung tertidur sebagai tikus biasa yang berbulu. Seperti kaset rusak, kalimat itu terus berulang-berulang berputar di kepalanya. Jangan katakan jika dia benar-benar dicium oleh tikus?

"Arghhhhhhh .... SIAPA KAMU BERANI-BERANINYA CIUM AKU?!" Zaara murka, ia memukul-mukul Tikus jadi-jadian itu dengan bantal tidurnya. Tidak peduli jika orang yang dia pukul adalah seorang pria yang tidak dikenalnya, tapi dia tetap tidak terima jika dicium oleh seekor tikus. Memangnya siapa yang mau dicium oleh seekor tikus? Melihatnya saja jijik, ini malah sungguh terlalu, hiks.

"Aaaaaa aku nggak terima dicium-cium, aku nggak terima!" Zaara masih memukulnya dengan membabi buta sehingga membuat pria itu memekik. Meskipun pria itu terlihat lebih mudah darinya, namun Zaara tidak akan mengampuninya.

"Ampun Zaara, ampun. Aku hanya mencium di bagian pipi saja, maafkan aku," kata pria itu memohon. Zaara menghentikan pergerakannya. Namun hanya sekejap karena yang selanjutnya terjadi, dia menambah kekuatannya dan memukul dengan penuh dendam.

"Emang kamu pikir aku perempuan apaan yang mau-mau saja dicium meskipun hanya di pipi? Terlebih lagi sama seekor tikus, huwaaaaaa." Namun, sekuat apa pun pukulannya, tetap tidak akan memberi luka yang parah selain bantalnya yang hancur.

Pria itu diam tidak memprotes lagi. Ia tertegun mendengar suara isakan. Gadis itu menangis? Ia melirik Zaara di balik pukulan bantal yang kini kian melemah. Rasa bersalah muncul saat setitik air lolos dari mata bulat itu. Dia telah membuatnya menangis.

Tenaga Zaara terkuras, ia menghentikan pukulannya kemudian mengusap kasar air yang ada di pipinya. Ini air darimana coba? Batinnya mengejek.

Dia itu cengeng sekali.

Karena merasa lelah, Zaara berpindah dan duduk di lantai dengan nafas yang tersengal. Baru segini saja tenaganya sudah habis. Selain cengeng ternyata dia juga selemah ini. Kapan terakhir kali ia berolahraga, ya? Sudahlah, lupakan saja. Olahraga tidak penting, justru sekarang dia merasa mengantuk.

"Hoammm." Zaara menguap.

"Kamu, kenapa masih di situ? Sudah sana, keluar. Pergi dari kamarku," kata Zaara mengusir.

"Tapi aku tidak tahu mau kemana."

"Trus?" Zaara memasang tampang bingung namun sesaat kemudian dia melanjutkan, "emang aku peduli, gitu? Udah sana, pergi, pergi. Nanti ketahuan mama. Aku nggak mau diomelin lagi. Capek dengarnya, bosen." Eh, dia malah curhat.

"Aku tidak punya pakaian, Zaara. Apa aku harus pergi dengan keadaan seperti ini?" tanya pria itu sambil menunjukkan tubuhnya yang tanpa busana.

Zaara beristigfar dalam hati. Semoga dia diberikan stok kesabaran. Pagi-pagi hati sudah diberi ujian, nasib. "Beri aku pakaian, Zaara, tolong. Rasanya tidak nyaman seperti ini."

Ya Allah, ini orang makin tidak tahu diri aja. Dia minta pakaian sama dirinya? Pakaian apa? Daster? Zaara nggak punya!

"Kamu tahu dari mana nama aku sampai manggil-manggil Zaara sok akrab gitu?" Bukannya protes tentang pakaian, Zaara malah bertanya tentang namanya.

"Aku 'kan tinggal di sini. Mana mungkin tidak tahu."

Zaara lupa, kalau orang ini adalah tikus jadi-jadian yang tinggal di kamarnya. "Lalu, setelah ini kamu tinggal dimana?"

"Di sini. Bersamamu."

"Enak aja, nggak boleh!" tolak Zaara cepat. "Kamu nggak boleh tinggal di sini apalagi di kamar aku. Enggak, enggak. Iiiihhh." Zaara kembali bergidik mengingat bahwa dia sudah di cium tikus. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana tikus itu menciumnya. Ya Allah, ini menjijikkan.

"Tapi aku tidak punya tempat tinggal lain selain di sini. Zaara, tolong izinkan aku tinggal di sini."

Apalah itu yang dinamakan pupy eyes? Kenapa dia jadi terlihat menggemaskan saat memohon seperti itu? Tidak, tidak. Sepertinya Zaara sudah mulai gila. Dia tidak mungkin menganggap Tikus jadi-jadian itu menggemaskan. Rasanya sulit di percaya kalau dia adalah seekor tikus yang berubah menjadi manusia. Ceritanya seperti sinetron saja. Tidak masuk akal!

"Zaara, dingin." Gumaman itu kembali menyadarkan Zaara. Mau tidak mau, dia harus percaya. Karena sekarang pria itu sudah berada di kamarnya tanpa sehelai benang pun. Dia sekarang kedinginan dan meminta pakaian padanya. Astaga, pakaian seperti apa yang harus dia berikan? Tapi tunggu dulu, bukannya ia harus memberikan pelajaran pada pria ini? Terlepas dia memang benar tikus jadi-jadian atau bukan, Zaara tetap harus memberinya pelajaran karena berani masuk ke kamarnya tanpa izin.

Seketika otak Zaara dipenuhi oleh kelicikan. Ia tertawa iblis. Hahaha.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Zaara : Ciuman Tikus Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang