Judul: Incubus Torture
Tipe: Cerpen one-shot
Author: Candle Light Dinner
Genre: Fantasy, romance
Klasifikasi: T
Akulah Incubus, satu dari sedikit iblis yang ketampanannya menyaingi para malaikat. Tugasku adalah menggoda wanita-wanita di dunia, menawarkan cinta, dan mengambil kehidupan sebagai gantinya. Kulakukan itu setiap malam, sepanjang minggu, sepanjang bulan, sepanjang tahun, sepanjang dekade, sepanjang abad, tanpa jeda satu kali pun.
Bermacam wanita telah kucoba. Yang gemuk, yang kurus, yang tua, yang muda, yang kaya, yang miskin, yang cantik, yang kurang cantik... Yang bergairah, yang pemalu, yang pemberani, yang penakut, yang berselingkuh, yang tengah mencari pelarian...
Namun sesusungguhnya aku tak pernah menikmati semua itu, meski hanya sedetik. Aku tak pernah terpikat siapa pun dari mereka. Aku tak pernah melakukannya tanpa nafsu yang berlebih.
Karena aku sudah memiliki seorang yang membuat hatiku tertambat olehnya. Yang ironisnya tiap malam ia juga akan membuat hatiku hancur, kala kutahu ia turun ke bumi untuk bersama pria lain. Succubus, itulah namanya, satu dari sedikit iblis yang kecantikannya menyaingi para malaikat.
Wahai putra fajar, apa yang harus kulakukan? Mengapa kau berikan tugas seperti ini pada kami. Tak bisakah kau biarkan kami bersatu dalam keabadian?
Siksa ini... siksa batin ini... jauh lebih menyakitkan dari siksa api neraka.
Aku benar-benar putus asa. Maka suatu hari, aku datang menemui satu dari tujuh penguasa alam bawah ini. Aku mendatanginya, karena ialah ahli dari segala nafsu birahi yang kini tengah menyiksaku.
“Asmodeus oh Asmodeus, yang kecantikannya melebihi beribu permata, yang menggoda baik laki-laki dan perempuan,” ucapku memberi salam. “Adakah waktumu sejenak dari keabadian untuk mendengarkan kisahku?”
Iblis itu, yang memang kecantikannya mustahil dinarasikan dalam bahasa malaikat sekali pun, tersenyum padaku. “Datanglah,” ucapnya lembut sembari menawarkan pangkuan di pahanya yang lebih lembut dari belaian seorang ibu. “Sampaikan segala gundah yang merundungkan hatimu.”
Aku pun merebahkan kepalaku di pangkuannya, menatap wajahnya yang menjagaku selayak anak kesayangan.
“Asmodeus, ketahuilah, aku bisa menggoda wanita mana pun yang kuinginkan. Putri raja, biarawati, anak seorang pembunuh berantai, siapa pun.”
“Apa itu tidak cukup?”
“Tidak, Asmodeus, tidak. Di antara semuanya ada satu yang tak mungkin kugoda, namun satu itulah yang benar-benar membuat hawa nafsuku bergejolak.”
“Oh Incubusku yang malang, yang terlahir sebagai buah cintaku nan abadi. Itulah makna keberadaan kita di neraka. Sebuah siksaan panjang yang deritanya tiada pernah akan berakhir. Kau mungkin bisa mengatakan bahwa asalkan bersamanya, kau rela terbakar dari sekarang, hingga hari kiamat, dan seterusnya. Namun apa artinya neraka tanpa siksa, dan neraka akan selalu menemukan jalan untuk menyiksa penghuninya. Sama seperti kau yang selalu menemukan jalan untuk menjerumuskan manusia.”
Kata-kata Asmodeus terekam jelas dalam benakku, mendengung seperti kepakan seratus lebah di nadi. Apa arti neraka tanpa siksa, tidak mungkin aku menjadi penghuni neraka tanpa disiksa. Tapi kemudian sebuah pertanyaan datang – mengapa aku harus menjadi penghuni neraka?
Inikah takdir? Inikah jalanNya, yang tak memberiku pilihan?
Tanpa sadar aku terus berjalan, membelah lembah yang dipenuhi belulang para pendosa. Aku terus berjalan, hingga tiba di sebuah danau darah yang panasnya disebabkan oleh jeritan pilu sampah dunia. Di sana, aku melihat sosok paling indah yang pernah ada dalam hidupku, tengah membasuh diri dalam kemerahan.
Kukagumi rambutnya yang sehitam malam. Kukagumi matanya yang lebih cerah pelangi. Kukagumi bibirnya yang merahnya jauh lebih menggoda daripada sari seribu delima diperas menjadi satu.
Rahangku terbuka, liurku menetes dan seketika menguap saat menyentuh permukaan tanah. Hatiku sakit. Dadaku perih, bagaikan diiris pedang Michael.
Apa aku akan terus seperti ini, hanya bisa memujanya dari jauh?
Tidak, aku tidak mengingkan itu.
Aku ingin mendekatinya. Aku ingin menyapanya. Aku ingin menuntunnya dalam peraduan, meski itu berarti sang kemurkaan sang putra fajar.
Akulah Incubus, satu dari sedikit iblis yang ketampanannya menyaingi para malaikat. Aku diciptakan dengan nafsu, maka itu adalah penistaan terhadap kodratku sendiri bila aku mencoba untuk menahan dorongan ini.
Pelan-pelan aku berjalan, mendekatinya. Kusiapkan senyum terindah. Kurangkai kata demi kata, bait demi bait puisi cinta yang sanggup meluluhkan hati pria dan wanita.
“Oh Succubus, yang – “
Namun lidahku kelu. Tenggorokanku kering, kala sepasang mata cantik itu menatapku. Pikiranku menjadi kosong, kala sosok indah itu mendekatiku.
“Incubus, sedang apa kau di sini?”
Hampir tak bisa aku mempercayai telingaku sendiri. Untuk pertama kalinya sejak keabadian, aku mendengar lantun suaranya yang merdu. Enam patah kata itu seperti musik dalam hatiku.
Aku tak ingin melepas kesempatan ini. Aku tak ingin membiarkannya naik ke dunia untuk bersama pria lain. Aku ingin memilikinya, untuk diriku sendiri.
“Succubus, maukah kau menikah denganku?”
Kuucapkan tanpa basa-basi, tanpa pujian-pujian panjang lebar. Kuucapkan apa yang ingin kuucapkan dalam satu baris kalimat langsung.
“Tidak ada yang melarang kita menikah, aku pun sudah lama memperhatikanmu wahai pria yang didambakan wanita mana pun,” jawabnya membuatku nyaris melayang hingga langit ketujuh, apabila langit itu tak membatasi keberadaan iblis. “Namun,” tapi ia melanjutkan lirih, “adalah tugasku di dunia setiap malamnya. Bila kita mengikat diri dalam ikatan suci, itu artinya aku akan mengkhianatimu setiap malamnya. Begitu juga denganmu yang akan mengkhianati diriku setiap malamnya.”
“Maka jangan lakukan tugasmu,” kataku, “aku lebih memilih putra fajar murka dan melenyapkanku daripada melihatmu pergi.”
“Begitu pun denganku,” ucapnya. “Tapi yang kutakutkan sesungguhnya apabila putra fajar memisahkan kita untuk selamanya. Bukankah itu siksaan yang paling berat?”
Aku terdiam. Aku merenung. Aku terenyak.
Hingga akhirnya aku menemukan jawaban.
“Tak bersamamu akan membuatku tersiksa. Dikhianati dan mengkhianatimu akan membuatku terbunuh tiap harinya. Namun apa artinya itu bila aku bisa bersamamu. Hati kita akan hancur pada malam hari, untuk kembali berbunga kala kita bertemu keesokan fajarnya. Aku adalah iblis nafsu, begitu pun engkau. Tapi untuk pertama kali ini aku merasakan yang jauh lebih dahsyat, yang membuatku rela mengorbankan apa pun itu. Karenanya kutanya sekali lagi Succubus, maukah kau menikah denganku?”
Aku kembali diam, menyaksikan tiap raut wajahnya penuh harap. Satu detik rasanya satu zaman ketika menanti jawaban keluar dari bibirnya. Kutahu lebih baik musnah daripada mendengarnya mengatakan tidak, tapi –
“Iya, aku mau.”
Kupanjatkan segala puji bagi Ia yang menciptakanku, menciptakannya, dan menciptakan perasaan ini. Aku tak tahu lagi harus bagaimana untuk mengungkapkan kebahagiaan ini. Kuraih tangannya, lalu kuajak ia terbang, menembus langit merah yang tiap harinya makin rendah menekan kami.
Setelah ini akan datang siksa demi siksa yang bertubi. Tapi kupastikan untuk menyiapkan hati, agar aku tak hancur sebelum buah kesabaran itu jatuh ke tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anthology Fantasy CCO
FantasyKumpulan cerita pendek bergenre fantasy karya anggota lingkarkarya.