Pernah ada masanya kita jadi idola. Sepasang kekasih yang kisahnya didambakan banyak manusia. Menaruh harapan pada cerita kisah kita. Mengatur perjalanan hidup kita berdua. Dijadikan pedoman seperti dongeng pangeran dan putri cantik yang sering dibacakan sebelum tidur.
Kata mereka, kita seperti sepasang sepatu. Saling melengkapi untuk bergerak maju. Aku sepatu kiri kamu jadi yang kanan. Bersama-sama kita bagi peran. Saling melangkah bergantian. Kadang kita berlari, kadang berjalan perlahan. Sungguh cerita yang menyenangkan.
Namun sayang. Ekspektasi banyak orang ternyata bisa berubah beban. Hal yang tadinya menyenangkan, kini berubah menjadi tuntutan. Harapan yang awalnya berupa doa, kini berubah menjadi kewajiban. Semual ekspektasi harus diwujudkan. Membuat kisah ini tak lagi menyenangkan.
Sampai akhirnya hati kita perlahan mati. Mata kita menjadi kosong. Jantung kita tak lagi berdegup indah. Bahkan pemandangan langit sore yang terbakar sinar matahari, juga hamparan bintang dikala malam datang, tidak lagi seindah dulu. Perjalanan tak lagi menyenangkan. Dan langkah kita terpaksa berhenti. Agar tidak ada yang terluka lebih parah dari ini.
Iya kita memang seperti sepatu. Namun sayangnya kisah sepatu akan berhenti ketika sang pemilik memutuskan untuk berhenti. Memilih menggantungkannya pada rak yang berjejer. Di dalam lemari besi tempat keangan tersimpan rapi.
Akhirnya sepatu itu hanya menjadi pajangan. Kisahnya menjadi pemanis sejarah kehidupan. Ternyata Akhir yang indah tidak selalu selamanya bersama. Perpisahan ternyata bisa semelegakan dan semenenangkan itu. Kamu pergi dengan mengucap terimakasih, aku pun begitu.
Terimakasih untuk semua perjalanan. Dan cerita yang begitu menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Perjalanan Manusia
RandomIni adalah penggalan cerita tentang perjalanan manusia. Potongan kisah yang menghiasi setiap langkah. Beberapa potongan itu akan terhubung. Beberapa cukup berdiri sendiri tanpa perlu ditemani. Beberapa cerita bisa diambil pelajaran. Beberapa cerita...