Real World

302 26 6
                                    

3 tahun setelahnya

***

Sydney, 18 Juni 2015

Ini kali pertama aku menulis sesuatu dalam buku catatanku yang berwarna kuning ini. Aku menulis sesuatu dalam buku ini karena banyaknya hal yang terjadi kepadaku yang aku rasa melebihi kemampuanku. Aku merasa aku telah kehilangan seluruh semangatku. Aku hanya merasa tidak seperti diriku lagi di sini.

Sekarang, aku sedang duduk di kursi di meja belajar kamarku sambil ditemani oleh segelas espresso untuk membuatku terjaga semalaman. Hujan yang tak kunjung berhenti membuatku harus mengerjakan tugas di dalam kamar di apartemenku yang kecil ini. Langit-langit kamar yang berwarna biru tua serta air freshner yang tergantung di AC dengan wangi jeruk menemaniku dalam kesepian yang menusuk ini. Aku gagal dalam dua mata kuliah dan sekarang aku sedang mencoba memperbaikinya. Tepat tiga tahun yang lalu, aku memutuskan untuk memilih Sydney sebagai tempat aku berkuliah. Aku mengambil jurusan Agriculture Science di University of Sydney.

Soal hubunganku dengan Kelsea, hubungan kami kandas sejak tiga tahun yang lalu. Suatu hal membuat hubungan kami kandas, ralat sebenarnya banyak hak yang membuat kami memutuskan mengakhiri hubungan kami yang tidak bahagia ini. Dia selalu mempermasalahkan jika aku lebih mementingkan pendidikanku. Dia memaksaku untuk tetap kuliah di Indonesia. Dia sangat marah saat tahu aku diterima di sini. Kami bertengkar hebat tepat dua minggu sebelum keberangkatanku ke sini. Aku pernah bilang kepadanya kalau kami bisa menjalani long distance relationship selama aku di sini. Aku berjanji padanya meskipun ldr, aku akan pulang setiap liburan dan pada hari ulang tahunnya.

Dia malah mengatakan, "Kamu pilih pendidikan kamu atau aku?" tanya Kelsea pada waktu itu setelah pertengkaran yang hebat.

Dengan bangga aku mengatakan, "Pendidikan lebih penting bagi aku, Kels"

Kelsea menangis dan menamparku sebanyak dua kali, "FUCK YOU! KITA PUTUS" teriak Kelsea.

Ada yang aneh saat aku putus dengan Kelsea; aku tidak merasa sedih sedikit pun. Aku malah merasa lebih bebas dari sebelumnya. Aku rasa itu yang terbaik bagi kami berdua. Aku dan Kelsea memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda. Kelsea berjiwa bebas sedangkan aku memiliki batasan dalam diriku yang tidak bisa kutembus. Bagiku, pendidikan sangatlah penting. Aku sangat butuh untuk memprioritaskan pendidikanku.

Pada tahun kedua aku di sini, aku bertemu seorang perempuan saat acara gathering Perhimpunan Pelajar Indonesia di kampusku. Perempuan berambut pendek dan berkacamata. Dia tinggal di Bandung dan aku baru tahu kalau dia belajar di Universitas yang sama denganku. Namanya Alina. Dia salah satu anggota Klub Matematika di kampus. Dia orangnya cukup pendiam dan tidak begitu stylish seperti gadis lainnya. Well, aku hanya berpikir kalau ia mengingatkanku pada seseorang.

Tak lama setelah pertemuan di gathering PPI itu, aku menyatakan perasaanku kepadanya dan tanpa berpikir lama ia langsung menerimaku. Pada saat kami berkencan selama 2 bulan, semuanya baik-baik saja. Dia tidak seribet Kelsea dan dia cukup mengerti bagaimana aku cukup mementingkan pendidikanku.

Pada bulan ketiga kami berpacaran, Alina memintaku untuk keluar dari tim debat universitas karena aku kurang memiliki waktu bersamanya. Entah apa yang membutakanku, aku langsung keluar dari tim debat itu begitu saja demi dia. Aku sendiri tahu betapa diriku mencintai dunia debat tetapi pada saat itu aku bodoh sekali. Aku membiarkan Alina mengekang diriku.

Aku memacari Alina karena aku mengira memacari gadis yang peduli akan pendidikan akan tidak begitu ribet. Yang aku ketahui sekarang adalah Alina sama ribetnya dengan Kelsea. Alina marah setiap kali aku kerja kelompok jika ada teman wanita di dalamnya. Alina mudah ngambek bahkan saat aku hangout dengan teman-temanku.

Sekarang, kami sedang dalam perkelahian yang hebat. Kemarin, ia ingin membuat channel youtube couple bersamaku. Like, what? Aku tidak terlalu suka jika hubunganku mesti dipublish di youtube. Mungkin beberapa orang berpikir itu biasa saja namun bagiku itu sedikit norak. Dia terus saja memaksaku padahal aku sungguh tidak mau. Sekarang dia mulai marah dan mengatakan hal buruk tentangku. Kemarin sore, ia juga memarahiku karena aku berfoto dengan seorang wanita, yang mana wanita itu adalah sepupuku. Jujur saja, aku sudah sangat lelah dengan semua ini. Aku lelah dengan hidup, kuliah, dan Alina. Dia mengekangku dengan alasan yang tidak jelas.

Entah apa yang merasuki tetapi setiap aku sedang cekcok dengan Kelsea maupun Alina, aku selalu memikirkan Ellen. Memikirkan apa yang terjadi jika aku berpacaran dengannya. Aku rasa Ellen akan selalu mendukung apa yang aku suka. Ellen pasti akan mendukungku dalam debat dan tidak akan mengekangku seperti yang Kelsea dan Alina lakukan.

Apakah aku kejam bila aku mengatakan bahwa Kelsea maupun Alina tidak berhasil menyentuh hatiku sebagaimana yang Ellen lakukan? Aku tahu kalau aku sangat jahat hingga aku mencoba mencintai orang yang tidak pernah aku cintai. Aku akui diriku memang kejam hingga melibatkan orang sebagai pengganti Ellen. Aku juga tahu kalau aku dan Ellen memang tidak mungkin tetapi mengapa di tengah malam yang sunyi ini harapanku kepadanya mulai tumbuh lagi?

Pertanyaannya adalah bolehkah aku bermimpi sedikit? Bermimpi bahwa suatu hari aku akan menemukan seseorang yang lebih baik dari Ellen? Seseorang yang dapat kucintai lebih dari aku mencintai Ellen. Kalau memang orang itu ada, aku harap dia dapat segera menemukanku agar aku tak terjebak dalam harapan kosong yang aku tahu tidak akan pernah terwujud.

Aku membaringkan tubuhku yang lelah di kasurku yang empuk. Aku menatap langit-langit kamarku. Aku sadar yang kulakukan sekarang salah. Akhir yang pahit lebih baik daripada pahit yang tak berakhir. Aku mengambil ponsel yang ada di atas selimutku. Aku mengetik sebuah nama di kontakku. Aku memutuskan untuk menelponnya di tengah-tengah malam ini.

"Halo, Prince? Ngapain nelpon malam-malam. Jadi kamu setuju?" tanya Alina.

Aku menarik panjang napasku, lalu kubuang perlahan-lahan. "Alina, aku rasa aku gak bisa lanjutin lagi hubungan ini" kataku.

"What? Kamu capek sama aku?" bentak Alina.

"Aku merasa kita gak bisa lanjutin lagi hubungan ini. Kamu sama aku punya tujuan yang berbeda"

"It's unfair, Prince. I love you so much, you know that!" bentak Alina dengan suaranya yang bergetar.

"I'm sorry, Alina. Aku gak bisa lanjutin hubungan dimana kita sama-sama menderita. Sekali lagi aku minta maaf" kataku sambil menutup telepon.

Telepon yang kututup menandakan berakhirnya hubunganku dengan Alina yang telah kujalin hampir selama setahun ini. Ini hal yang paling tepat untuk kulakukan. Aku tidak ingin Alina menderita karena aku tidak pernah mencintainya. Aku butuh waktu untuk menemukan diriku sendiri. Diriku yang kurasa telah hilang. Jika aku berhasil menemukan diriku sendiri, aku juga butuh untuk memperbaiki diriku. I promise, aku tidak akan menngulangi kesalahan yang sama.

*********

Note:  HALO GUYS! Makasih banget yang udah baca sampe sini! Wattpad ini bakal tamat setelah 2 part lagi!!! Jadi, vote dulu part lain ya! See u 💕💕

A Letter To Prince [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang