Bab 35 Kekuatan

53 10 1
                                    

Tirai yang tertiup angin ditemani dinginnya malam, Sekar duduk merana didepan jendela dengan tatapan kosong, diam tanpa suara menatap ke arah gelapnya malam di luar jendela sendu. Baginya dunia sekarang bagaikan malam yang sunyi tiada berbintang tanpa sinar bulan purnama, serasa sunyi dan hampa. Kini dia merasa kesepian, segala kenangan menyatu seiring waktu berjalan membuatnya meratapi nasib sepanjang hari.

"Oh Jagad inikah suratan takdir cintaku, kehilangan orang yang kucintai rasanya sungguh menyakitkan" Sekar tertunduk dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis.

Rasanya ia tak sanggup menerima semua kenyataan ini, baginya tak ada yang pedih daripada kehilangan orang yang ia cintai. Setelah kejadian itu, Sekar mengurung dirinya berhari-hari didalam kamar untuk menyembunyikan perasaan dukanya dihadapan semua orang. Sedangkan ayahnya merasa kesal dengan tingkah putrinya yang terus mengunci dirinya didalam kamar, melupakan kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.

Setelah kematian Adiwesa banyak hal yang berubah dari dirinya, sekarang dia menjadi pribadi yang pendiam dan tidak banyak bergaul. Bahkan, wajah yang selalu tersenyum itupun juga berubah menjadi murung. Dia bahkan juga jarang bersama adik-adiknya lagi, dia lebih banyak menyibukkan diri dan menghabiskan waktunya berlatih ilmu kanuragan dan bela diri.

Tidak terasa waktu telah berlalu begitu cepat namun terasa sangat lama bagi sekar, kesedihan akan kehilangan Adiwesa masih terasa di lubuk hatinya dan terkadang di saat kesendiriannya dia selalu melihat bayangan Adiwesa dimana-mana. Senyum dan kenangan bersamanya membuat sekar semakin tidak bisa melupakannya.

*******

Beberapa hari lagi di dunia manusia akan menyambut tahun baru, malam ini akan ada rapat besar-besaran di Kerajaan Mandalawangi yang akan membahas hal-hal penting baik menyangkut masalah dunia gaib dan dunia manusia. Semua orang penting para raja dan ratu dari seluruh penjuru Nuswapada dan sekitarnya akan hadir mengikuti rapat akhir tahun ini di Kerajaan Mandalawangi setiap tahunnya. Bahkan beberapa manusia terpilih juga hadir ke tempat ini sebagai perwakilan untuk mendapatkan informasi dan ramalan dari dunia gaib untuk mereka, sebagai kabar berita dan peringatan dini untuk para manusia di Nuswapada

Waktu demi waktu terus berjalan, topik demi topik, membicarakan ramalan tentang bencana, kematian, peristiwa serta pendapat dan lainnya yang berkepanjangan membuat Sekar memilih untuk segera pergi dari sana menuju kamarnya, karena ia merasa bosan dan tidak betah berada disana berlama-lama di keramaian banyak orang.

Beberapa hari ini Sekar selalu menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, setelah selesai seperti biasa dia akan pergi melanjutkan latihannya. Kali ini dia sangat bertekad untuk membunuh iblis yang membunuh Adiwesa saat itu dengan kedua tangannya.

Sekar melakukan tendangan menyapu, menangkis lalu memukul ke atas dan datar, mengayunkan tangannya sembari mengeluarkan kekuatan dan mengarahkannya ke satu per satu kendi yang ada didepannya. Sekar kemudian mengeluarkan keris saktinya dan mengarahkannya ke batu itu, seketika...

Duarr

Batu sebesar pintu dan selebar pondok kecil itu hancur berkeping-keping karena kekuatan besarnya. Membayangkan kematian Adiwesa membuat Sekar mengepal kedua tangannya geram, seketika energi yang ada disekitar tubuhnya mulai menjadi panas.

"Aku benci dengan Durbiksa yang datang dari selatan dunia ini" batin Sekar lalu berlatih kembali, dengan menggunakan kerisnya dengan sangat bersemangat.

"Lihatlah gusti putri, semenjak dia hampir diculik oleh Durbiksa dia telah banyak berubah"
"Kau benar Wiguna, gusti putri sekarang menjadi sosok yang pemurung dan pendiam" ucap Setuju Patih Daraseta
"Kekuatan gusti sekarang bertambah sakti, mungkin karena penculikan itu membuat gusti menjadi trauma dan mulai mendalami ilmunya"

Takdir Dewi SekarwangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang