Jaehyun tak pernah tahu bahwa perasaan bahagia ini akan menyergap dirinya hanya ketika menyaksikan Park Jisung lahap menyantap makanannya.
Potongan daging ayam, butir-butir bakso sapi, tauge dan kubis yang dilumuri saus tiram, saus cabai, saus tomat bersama kaldunya, rupanya berhasil membuat Jisung kehilangan kewarasannya untuk membabat habis semua itu. Kak Jaehyun bawa malatang? Bahkan sebelum si Jung itu memamerkan apa yang ia bawa, Jisung lebih dulu mengajukan kepekaannya. Lantas saat kepalanya terangguk, senyum itu ditorehkan lebar-lebar.
"Perutmu aman makan semua itu?" Lebih dari setengah malatang, Jisung selesaikan seorang diri. Jaehyun sama sekali tak keberatan ketika anak itu nampak jatuh cinta dengan makanannya. Melihat lahapnya Jisung, Jaehyun justru melupakan tujuannya untuk mengisi perut. Lebih memilih menjadi saksi tentang seberapa rakusnya Park Jisung hari ini.
Jisung memberi satu anggukkan tegas. "Nggak apa-apa kak." Kepalanya menunduk. Bibirnya sibuk mencecap habis semua isi di dalam mangkuknya. Tak memberi perhatian sedikitpun untuk sosok di hadapannya meski barang mengerling sekilas lewat ekor matanya. "Aku gila malatang. Makanya waktu Kak Jaehyun bawa pulang malatang, aku bahagia kakak bawain cinta sejati ku hehe." Mendongak barang lima detik, Jisung kembali fokus dengan mangkuknya.
Suara seruputan nikmat itu tiba-tiba melenyap. Tergantikan oleh seberapa menggemaskannya si Park Jisung bersama dengan kerucutan bibirnya. Terkekeh kecil, Jaehyun menyendok malatang yang masih tersisa di dalam panci. Mengisi mangkuk Jisung dengan makanan kesukaannya.
"Kamu bisa makan semua itu." Lantas senyumnya terulas, membuat kepala itu mendongak. Memberi gelengan sebagai gestur penolakan darinya. "Nggak usah geleng-geleng, itu cinta sejatimu. Kamu pasti bakal sedih kalau cinta sejatimu dihabisin sama orang lain."
"Tapi aku udah nambah 8 kali. Aku baru liat Kak Jaehyun makan seporsi sedangkan aku 8 porsi." Mulutnya bergerak, memberi sebuah alasan.
"Makan sekarang. Nggak peduli mau berapa porsi, kalau kamu masih mau, makan aja." Jaehyun mendorong mangkuk kecil itu ke arah Jisung. Membiarkan anak di depannya kembali sibuk menyantap malatang-nya. "Aku ambil soda sebentar." Tubuh gagahnya bangkit dari atas lantai. Berniat membiarkan Jisung terlarut bersama semua sisa makanannya sementara ia menyiapkan minum.
"Kak, aku mau ju—"
Jaehyun mengangkat tangan kanannya. Suara pintu lemari pendingin yang dijeblak perlahan, mengudara bersama dengan kepala yang menggeleng. Memberi jawaban atas pinta Jisung yang bahkan belum sepenuhnya mengudara. Punggungnya membungkuk. Tangan kirinya meraih sebuah botol soda. "Kamu nggak boleh minum soda. Perutmu bisa meledak kalau diisi sama makanan pedas dan minuman bersoda. Itu nggak baik. Minum air biasa dulu, baru kamu bisa minum soda." Jaehyun beralih mengerahkan tangan kanannya untuk meraih sebuah gelas. Menuang beberapa bagian isi botol itu. Membuat air kecokelatan dengan busa-busa kecil di sana memenuhi seperempat gelasnya. Masih nyaman memunggungi Jisung yang tengah pasrah di belakang sana, Jaehyun meneguk sodanya. Suara benturan kecil akibat beradunya gelas beling bersama meja kayu itu mengudara sekilas.
"Rapatnya gimana? Mereka banyak keluhan tentang aku ya kak?"
Jaehyun nyaris meraung. Tergerak untuk memberi protes. Sedikit tidak nyaman ketika sebuah pertanyaan serius menguar, mengalahkan suasana hangat yang semula memenuhi atmosfer.
Bersama dengan segelas air yang ikut serta, Jaehyun melangkah. Kembali menempati tempatnya semula sesaat setelah menyodorkan gelas itu untuk pemuda yang lebih muda darinya. "Biasa aja. Mereka kebanyakan konsultasi tentang perkembangan anaknya sendiri-sendiri." Membual sedikit, Jaehyun menjawab. Nafas beratnya terhembus ketika benaknya kembali jatuh pada memori itu. Dimana di dalam sebuah ruangan yang sama, 28 orang menyerangnya sementara satu-satunya yang pantas dijatuhi sebutan hakim di sana, justru asyik menyaksikan seolah itu adalah pertunjukkan seni sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTENTION ✔️
Fiksi PenggemarJung Jaehyun sempat mengira bahwa dirinya adalah manusia paling menderita di dunia ini. Mungkin dia terlalu nyaman menutup mata sehingga tak menyadari betapa kejamnya dunia dan berapa banyak miliaran orang di luar sana yang nasibnya lebih buruk keti...