"Aku gak mau tau, potong rambut kamu!"
Pantulan Aruni yang kini berdiri di depan cermin dengan sisir yang tergantung di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya perlahan mengurai rambut hitam panjangnya. Permintaan mendadak Naya -saudara kembarnya- semalam cukup membuatnya terkejut, bukan hanya karena permintaan Naya yang memintanya untuk memangkas rambutnya, sedangkan saudara kembarnya tahu betul betapa Aruni menyukai rambut panjangnya, namun juga tatapan penuh emosi yang dipancarkan Naya cukup membuatnya terjaga sampai pukul dua dini hari. Untuk pertama kalinya Aruni tak dapat membaca mata Naya. Hubungannya dengan Naya memang kurang baik sebulan belakangan ini, lebih tepatnya Naya yang sering kali menghindari Aruni. Meski tidak terlihat jelas, namun Aruni sadar, gadis bermata coklat itu sering kali menghindarinya.
"Aruni ayo turun, sarapan!" dengan cepat Aruni melanjutkan menyisir rambutnya dan mengikatnya tinggi, lalu bergegas turun menemui Mamanya di meja makan.
"Pagi, Ma" sapa Aruni yang memang sebuah ritual di pagi hari, namun entah sudah berapa kali Aruni melewatkan moment menyapa Naya di pagi hari seperti ini karena Naya yang memilih sarapan di kamarnya. "Naya sarapan di kamar lagi ma?" lanjut Aruni saat tak lagi menemukan Naya di meja makan.
"Belum kok, Naya belum sarapan, inikan hari minggu, mungkin dia masih ti- eh itu dia" terlihat dari arah kamar Naya, gadis itu telah cantik dengan tas slempang di bahunya dan juga rambut yang tergerai cantik, rambut itu tidak setebal dan sepekat rambut Aruni, namun masih cukup cantik dan membuat iri para wanita yang mendambakkan rambut lurus dan halus seperti milik Naya.
"Pagi ma, pagi Aruni" mama membalasnya dengan senyuman, sedangkan Aruni sedikit terkejut dengan sapaan Naya, karena sudah sebulan ini hanya dia yang akan menyapa Naya terlebih dulu, itupun jika ada kesempatan, namun kali ini Naya menyapanya dengan senyum mengembang yang sejujurnya Aruni rindukan, perlahan senyum gadis bermata hitam pekat itu ikut merekah.
"Pagi Naya, mau sarapan roti selai apa? Biar aku bantu olesin" tawar Aruni senang.
"Tidak perlu, aku bisa sediri kok, makasih ya tawarannya" Aruni membalas senyuman Naya itu, hari yang cerah pikirnya.
"Ma aku izin pergi ya" Mila kini ikut begabung bersama putri-putrinya setelah meletakkan segelas susu untuk setiap putrinya, dan melanjutkan mengoles roti dengan selai coklat untuk dirinya.
"Mau kemana emang? Bukannya semalem kamu kurang enak badan, lain kali aja ya sayang perginya, hari ini istrahat aja, besokkan senin, harus sekolah" Naya menghela nafasnya pelan, sepelan Aruni yang mencuri pandang kea rah Naya untuk melihat respon gadis di sampingnya itu.
Semalam saat acara kumpul keluarga yang memang rutin diadakan setiap bulannya, dipertengahan acara Naya terlihat tidak bersemangat, dan berakhir meminta pada mamanya untuk kembali pulang meski acara belum selesai, dengan alasan tidak enak badan. Bukan hal aneh bagi mereka jika Naya mengeluh sakit, sejak kecil Naya memang memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Setiap bulannya akan ada masanya Naya mengunjungi dokter, bahkan tak jarang harus opname. Namun tetap tak ada yang terasa biasa saja saat daya tahan tubuh Naya melemah, Aruni dan mamanya tetap cemas juga sedih melihat Naya yang harus terbaring lemah dengan infus di tangannya, dan entah sejak kapan, Naya menjadi prioritas bagi mereka.
"Naya pergi sama Aruni kok, Ma" Aruni menatap Naya bingung, "Naya udah janji mau nganter dia ke salon buat potong rambut" dengan santainya Naya mengatakan hal tersebut, berbeda dengan Aruni yang sudah menatap Naya tak percaya, kapan ia meminta Naya untuk menemaninya potong rambut, dan sejak kapan ia memutuskan untuk memotongnya, pikiran itu yang kini berputar di kepala Aruni.
"Kamu serius mau potong rambut, kok mendadak gini?" tanya Mila pada gadis di hadapannya yang kini masih memandang saudara kembaranya dengan dahi mengkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serapuh Daun yang Jatuh
Short Story"Jika semua yang aku lakukan membuatmu terluka, lalu jika sekarang aku terluka, aku harus menyalahkan siapa? karena rasanya semua tetap menjadi salahku" -Aruni