. ࣪✯ཻ𖦆🎸᭝ 7

13 8 3
                                    

Petikan gitar Hima mengakhiri sesi berlatih mereka. Sejuknya air membuat tenggorokan mereka merasa lebih baik. Keringat yang sudah membanjiri tubuh, semakin lama menambah bau badan. Hima merasa gerah. Padahal poninya sudah ditahan dengan penjepit rambut, dan rambutnya sudah diikat sekenanya, ia tetap merasakan panas di ruangan ber-ac itu.

Mereka mengistirahatkan kaki mereka, dan duduk di lantai. Jari-jari mereka tetap tidak diam, dan terus memetik gitar dengan malas. Simon hanya menatap layar laptopnya sambil sesekali bergumam tidak jelas. Arga membaringkan tubuhnya dengan jari yang tidak berhenti memutar stik drum.

"Kalau kita ajak anak band lain buat duet mereka mau gak, ya?" Arga memecah kegiatan mereka pribadi.

Hima yang bahkan sedang meneguk minumannya, tersedak, dan batuk-batuk saking kagetnya. Orion tertawa renyah, kemudian berjalan ke arah Simon yang masih sibuk dengan laptopnya.

"Kita kehilangan banyak relasi selama lima bulan. Dua bulan sebelum itu, Neron hanya bermain sebentar karena tak bisa ikut latihan secara rutin. Tujuh bulan kita menjadi hal percuma." Orion membuka suara.

"Kalian ini, kayak lupa aje ama gua." Semua mata beralih ke arah Simon. Ia sudah tersenyum lebar, kemudian memutar laptopnya.

"Bokap gua mau narik kalian lagi sebagai anggota dari label rekaman. Tapi buat tampil di panggung besar, itu agak sulit. Seenggaknya, kita harus narik pendengar kita lagi, dengan itu akan dipertimbangkan."

"Dipertimbangkan?" Hima berseru tak percaya.

Simon tersenyum kecut. Ia sudah berusaha sebaik mungkin menurutnya, tapi ia tidak bisa membujuk ayahnya lebih jauh. Sejak awal juga itu salahnya tidak memberikan kejelasan pada ayahnya, dan membuat pertunjukan menjadi kacau.

"Hari itu juga salah kita. Dipikir-pikir, band kita kacau banget, ya?"

Hening. Tujuh bulan sangat berarti untuk mereka. Pahitnya bermusik sudah mereka rasakan, hanya saja dunia memang tidak berpihak pada siapa pun. Masalah akan terus datang, tinggal bagaimana mereka menyikapinya.

"Pertama Neron, kemudian band, gua pikir rumah yang susah payah kita bangun benar-benar udah hancur." Arga semakin merusak suasana itu.

"Kakak saya itu, tidak suka membebankan siapa pun. Tapi dia lebih tidak suka melihat orang lain hancur karenanya. Saya pikir aneh sekali kakak saya berpikir demikian, tapi tentu saja akhirnya saya paham. Itu karena, kalian semua terlalu lemah untuk berdiri sendiri. Karena itu, saya dan kakak saya ada, untuk kembali memperbaiki rumah yang sudah hancur itu."

Simon tertahan. Suasana yang semulanya panas karena selesai latihan, menjadi dingin karena berkurangnya pergerakan yang tidak perlu. Rapuh sih, Ner, tapi setidaknya pikiran dia jauh lebih luas dari gua. Simon, remaja delapan belas tahun, merasa tertinggal dari perempuan berumur enam belas tahun.

Orion tertawa renyah. "Kalau begitu, fokus semua, kita lanjut lagi latihannya!"

***

Sudah tiga hari berlalu sejak mereka memulai band kembali. Bagi Kira, hal yang terjadi pada Hima sangat luar biasa. Ia bahkan bisa ikut bergabung dengan yang namanya band. Ia pikir, menjadi anggota band itu sangat menakjubkan, sampai-sampai ia lupa, dia dan Simon termasuk ke dalam bagian composer, bagian yang paling sulit dalam band.

Hima tenggelam dalam pikirannya, terus memikirkan apakah yang ia lakukan sudah benar atau belum. Ia terus memegang dahinya, merasakan suhu tubuhnya, berjaga-jaga supaya ia tidak sedang berhalusinasi. Ssayangnya, semua itu nyata.

Apa kak Neron akan senang jika saya seperti ini?

Sisi kelas menjadi riuh, tidak, mereka tidak merundungi siapa-siapa, mereka hanya terkejut melihat Hima yang selama ini pendiam ternyata bisa bersosialisasi dengan kakak kelas. Beberapa murid perempuan ingin sekali mengajak Hima berbicara, tapi karena suasana Hima yang selalu suram, mereka jadi takut kalau mereka akan salah bicara.

Himalaya And The Broken Band [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang