Help Out

6 0 0
                                    

Tiera membersekan bukunya sambil menatap ke arah jendela. Udara malam begitu dingin namun juga menenangkan. Membuat Tiera entah mengapa merasa lega.

Ponsel Tiera tiba - tiba berdering. Ketika Tiera melihat ke arah layar ponselnya, terdapat nama Stokie di layar ponselnya. Tanpa pikir panjang, Tiera langsung mengangkat telepon itu.

"Hey Stokie. Ada apa?" tanya Tiera sambil tetap membereskan bukunya.

"Halo Tiera. Aku... ingin minta tolong," ucap Stokie. Entah kenapa, Tiera merasa ada yang aneh dari suara Stokie.

"Aku... ingin menghilang," ucap Stokie. Ucapan itu sanggup membuat Tiera terkejut dan menghentikan kegiatan membereskan bukunya. 

"Stokie? Kamu tidak apa - apa kan? Ada apa? Kamu dimana? Biar aku yang temani kamu," ucap Tiera tanpa menyembunyikan rasa takutnya. Sementara Stokie mulai menangis pelan dan membuat Tiera semakin khwatir.

"Aku ada di atap rumahku. Tolong... datanglah. Aku akan mengirimkan lokasi rumahku," ucap Stokie dan Tiera segera mengiyakan perkataan Stokie.

Aku pun segera turun ke bawah dan mengambil jaketku yang tersampir di sebuah rak. Setelah pamit dengan kakak, aku segera berlari secepat mungkin ke arah rumah Stokie. Aku sempat tersesat beberapa kali, namun akhirnya aku sampai di rumah Stokie.

"Stokie!" panggilku sambil memencet bel rumah Stokie. Setelah beberapa menit menunggu, Stokie muncul dengan gaun tidur berwarna kuning serta jaket merah muda yang melekat padanya.

"Kenapa kau berpikir untuk menghilang? Jangan remehkan kehidupan seperti itu," ucapku tanpa mengucap salam dulu pada Stokie. Saat ini jantungku terlalu berdebar untuk menyapa terlebih dahulu.

Stokie menatap Tiera dengan tatapan aneh. Seperti kebingungan untuk bereaksi. Namun akhirnya tatapannya menghangat dan berusaha tersenyum kecil.

"Terima kasih, Tiera. Kamu sangat peduli padaku. Tapi ada satu hal yang menjadi masalah besar. Karena masalah itu, aku ingin menghilang," ucap Tiera dengan sorot mata sedih.

"Apa itu? Aku ingin membantumu," ucap Tiera dengan sorot mata penuh keyakinan. Membuat Stokie mengeluarkan air mata terharu.

"Aku punya penyakit mata. Penyakit ini tidak bisa diobati dan.... kata dokter aku akan menjadi buta," ucap Stokie dengan air mata yang mengalir deras. Pernyataan Stokie membuat Tiera ternganga tidak percaya.

"Aku tidak akan melihat keindahan dunia lagi. Jadi daripada tidak dapat melihat... dan menjadi beban... aku hanya ingin...menghilang," ucap Stokie sebelum menangis sesenggukan.

"Tenang saja. Kamu masih punya banyak waktu, bukan? Kita akan manfaatkan waktu itu dengan baik. Tapi selama itu, jangan kamu pikir untuk mati. Aku akan membuat saat - saat itu menjadi indah," ucap Tiera penuh keyakinan. Lau Tiera segera merengkuh tubuh Stokie dengan erat.

"Jangan pergi. Itu pesanku. Aku pulang dulu. Sampai jumpa," ucap Tiera sebelum melepas pelukannya pada Stokie lalu berjalan pulang.

Di perjalanan pulang, Tiera mengutak - atik ponselnya dan segera menelepon nomor yang dia cari.

"Hey, aku butuh bantuanmu," ucap Tiera.

The Bond in Piano (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang